Drama

"Kemarikan, ah!" Maura melompat berusaha menggapai kantong plastik di tangan Kendra.

"Untuk apa ini, katakan dulu. Aku tidak mau besok dipanggil ke kantor polisi gara-gara usaha bunuh dirimu."

"Bukan urusanmu. Kamu hanya kurir, mengantar, dibayar sudah cukup. Ga usah ikut campur!"

"Eh, jangan salah aku bisa jadi tersangka hanya karena membelikan kamu ini." Kendra tetap tak mau memberikan belanjaannya kepada Maura.

"Resek sekali sih kamu!" Maura menendang kaki Kendra kesal. Hatinya yang panas semakin membara karena kelakuan teman semasa SMUnya itu.

"Aduh! aku yang sial harus terima orderan dari perempuan stress yang mau bunuh diri."

Maura sudah akan menyambar kantong plastik saat Kendra membungkuk menahan sakit di kakinya, ketika pintu kamar Harvey terbuka. Suara tawa mesra sepasang manusia itu terdengar semakin dekat. Dari kejauhan, Maura dapat melihat keduanya saling merangkul dan bertukar kecupan.

Maura tidak jadi menarik kantung plastik dari tangan Kendra, melainkan tengkuk pria itu dan menyambar bibir Kendra dengan asal. Mata Kendra membola antara terkejut dan senang serasa mendapatkan durian runtuh.

Sudut matanya menangkap Harvey bersama seorang wanita berjalan semakin dekat ke arah mereka. Dengan mata masih terbuka, Kendra mengamati wajah Maura yang sangat dekat dengannya. Mata gadis itu mengalirkan air mata dengan bibir masih menempel pada bibirnya.

Tangan Kendra melingkar di pinggang ramping Maura. Ia merapatkan tubuh gadis itu padanya. Bibir Maura yang awalnya hanya menempel asal, ia lu mat pelan dan lembut. Mata Maura berganti terbuka memprotes tindakan Kendra yang ia rasa kurang ajar.

Kendra melepaskan tautan bibirnya, lalu menoleh pada Harvey yang berjalan pelan di belakang tubuhnya.

"Ah, maaf kami terlalu menikmati jadi tidak tahu kalau ada orang yang lihat." Kendra tertawa puas.

"Masuk kamar saja, Mas, nanggung kalau hanya ciuman," ujar Reva menggoda. Harvey menoleh pada tunangannya, raut wajahnya seolah mengatakan tak setuju atas ucapan wanita itu.

"Anda benar, masuk yuk, Sayang." Tanpa ragu, Kendra berganti menyambar bibir Maura yang masih terbuka seraya mendorongnya masuk ke dalam apartement. Kendra bisa merasakan tatapan panas menembus punggungnya. Dengan kakinya Kendra menendang pintu kamar Maura hingga tertutup.

Kendra jelas tidak mau melewatkan kesempatan emas ini, mencium bibir wanita yang telah ada di hatinya sejak di bangku SMU. Ia terus menjelajahi isi mulut Maura dengan bibir dan lidahnya.

Tiba-tiba pangkal pahanya terasa nyeri menusuk, "Auucchhh!" Kendra membungkuk seraya memegang benda di selangkangannya.

"Kamu kurang ajar sekali, Ken!" Maura menghapus sisa rasa pagutan di bibirnya menggunakan telapak tangannya dengan kasar.

"Kurang ajar gimana? Kamu tuh yang kurang ajar duluan cium aku. Bibir aku ini masih perjaka, tega kamu merampasnya dari calon istriku nanti." Kendra duduk di sofa dengan wajah tersakiti.

"Keluar!"

"Sssttt, kalau aku keluar sekarang usahamu tadi sia-sia. Harvey dan tunangannya itu mungkin masih di luar. Kamu cium aku untuk membuat Harvey cemburu 'kan?"

Maura tak menjawab, ia berjalan mondar mandir seraya meremas rambutnya frustasi. Ia menyesal dengan tindakan konyolnya memberikan ciuman pertamanya untuk pria yang tak jelas.

Sekarang pria menjengkelkan itu duduk santai di sofanya. Benar kata Kendra, kalau Harvey tahu ia hanya bersandiwara apa yang dilakukannya tadi akan sia-sia.

"Kamu masih cinta sama dia?"

"Bukan urusanmu!"

"Sekarang sudah menjadi urusanku. Harvey pasti mengira kalau kita ada hubungan."

"Biar saja dia berpikir seperti itu, kenapa kamu ikut pusing."

"Waah, jelas aku pusing nanti. Bagaimana jika dia tiba-tiba menghajar aku?"

Maura mulai gelisah. Ia duduk di hadapan Kendra dan menggigit kukunya. Gerakan Maura itu membuat fokus mata Kendra kembali teralih pada bibir kenyal yang sempat berada di mulutnya.

"Kamu menghindar dulu aja."

Kendra tak menanggapi, ia masih menikmati gerak bibir Maura yang menggigit kuku tangannya sendiri.

"Ken ... Kendra!"

"Hah?" Kendra menyahut dengan pandangan nanar.

"Dengar ga sih kamu?"

"Dengar," jawab Kendra sekenanya.

"Sudah keluar sana." Maura menarik tangan Kendra dan mendorongnya ke arah pintu.

"Yakin kamu? Nanti kangen."

"Apaan sih!"

"Nanti malam aku ga mau gosok gigi, ah." Kendra menjilat bibirnya untuk menggoda Maura.

"Jorok!" Maura membuka pintu, mendorong Kendra dengan tega lalu membanting pintu kamarnya.

Setelah beberapa saat ia baru sadar kalau kantong belanjanya masih dibawa oleh Kendra, "Dasar, kucing oren gila!"

Tengah malam pintu kamar Maura digedor oleh seseorang. Tak perlu dibuka, Maura tahu siapa orang yang berada di balik pintu itu. Ia menutup kepalanya dengan bantal, berusaha menyangkal perasaannya untuk membuka pintu kamar dan memeluk Harvey.

Esok harinya, Maura membuka pintu kamarnya dengan sangat pelan. Kepalanya melongok ke kanan dan ke kiri sebelum benar-benar keluar dari dalam. Setelah di rasa aman, Maura segera melesat turun dan berharap tidak bertemu dengan Harvey sebelum sampai di kampus.

"Maura ... Mauraaa. Berhenti dulu, Sayang."

Maura mengganti langkahnya dengan berlari, begitu mendengar suara Harvey memanggilnya. Bagaikan pelari cepat, Maura berusaha mencapai gerbang kampusnya.

Tepat saat ia sampai di depan gerbang, Harvey berhasil mensejajarkan langkahnya.

"Kenapa pakai lari sih!" Nafas Harvey menderu bersaing dengan Maura, "Tunggu, Maura aku mau bicara!" Harvey menyentak tangan Maura ketika kehadirannya merasa diabaikan oleh gadis itu.

"Kamu tidak takut kalau ada yang melihat kita berdua lalu melaporkannya pada tunanganmu?" Ucap Maura sinis.

"Makanya kita cari tempat lain." Harvey menyeret tangan Maura menjauh dari area kampus.

"Aku gak mau! Kita putus! Aku tahu dan dengar apa yang kalian perbuat dalam kamar. Aku jijik!"

"Jangan fitnah, Maura. Sudah jelas kamu yang berselingkuh dengan Kendra! di depan mataku kalian berciuman bahkan sampai masuk dalam kamar! Coba katakan padaku, apa yang kalian lakukan di dalam kamar berdua, hah!" Rahang Harvey saling beradu. Urat di lehernya mulai terlihat dan matanya nyalang menatap Maura.

"Apa yang aku lakukan, sama seperti apa yang kamu lakukan bersama tunanganmu di dalam kamar." Maura mengucap sinis menyindir Harvey.

"Maura! sialan kamu!" Tangan Harvey terangkat hendak menampar, tertahan di udara.

"Mau apa kamu dengan kekasihku?" Kendra menahan tangan Harvey dan menariknya ke belakang.

"Lepas, brengsek!" Harvey menampik tangan Kendra hingga terlepas, "Kata siapa dia kekasihmu? Maura masih calon istriku, kami tidak pernah berpisah!"

"Ah, apa betul? Bukannya kamu sudah bertunangan?" Kendra menyeringai penuh kemenangan.

"Tanya saja sama dia. Kami tidak pernah berpisah, aku dan Maura akan menikah. Itu yang sudah kami sepakati. Soal pertunanganku, dia juga sudah tahu dan itu bukan urusanmu." Harvey menantang Kendra dengan tatapannya.

"Apa benar seperti itu, Sayang?" Kendra menggamit pinggang Maura. Gadis itu berganti-ganti menandang kedua pria yang sedang menanti jawabannya.

...❤️🤍...

Terpopuler

Comments

TikaPermata

TikaPermata

😂😂😂🤭

2023-05-30

0

Dhinok Farrel

Dhinok Farrel

harpe pede amat ....

2023-05-29

0

Nora Afilla

Nora Afilla

papi lemond kok gak nongol lagi mak

2023-05-07

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!