Apa yang terjadi?

Maura mencoba berdiri dari duduknya. Ia takut jika semakin lama berada di ruangan itu, ia tiba-tiba bisa berteriak histeris dan membuat suasana bahagia berubah menjadi kacau. Kakinya terasa berat saat ia mencoba melangkah keluar. Ia berharap tidak keburu pingsan, sebelum dapat mencapai pintu keluar ballroom.

Maura mencoba menegarkan hati. Di antara dentuman suara musik dan sorak gembira para undangan, ia berjalan menerobos barisan orang yang berdiri hendak mengabadikan moment pertunangan kekasihnya dengan wanita lain.

Sebelum benar-benar keluar dari ruangan besar itu, Maura kembali menoleh dan melihat ke arah panggung. Ia ingin memastikan dan berharap salah lihat. Dalam detik terakhir pun, ia masih berharap pembawa acara memanggil namanya dan para undangan menarik tangannya naik keatas panggung lalu Harvey mengatakan kalau ini cara dia untuk melamarnya.

Namun kenyataannya tetap tidak berubah, tak satupun orang yang ada di sana menganggapnya ada. Seharusnya ia pergi dari sana sejak tadi dan tidak menoleh lagi. Menyesal telah menoleh, ia mendapati Harvey mencium pipi dan kening gadis itu.

Luluh lantak pertahanan Maura, air mata turun berderai tepat di depan pintu masuk ruang acara keluarga Harvey. Tidak tahu bagaimana, ia dapat dengan lancar meminta bantuan petugas hotel untuk memesan taxi online.

Maura menangis dalam diam. Air matanya terus mengalir tanpa suara dan ekspresi. Ia tidak tahu apa yang harus dirasakan. Marah? Kecewa? Sedih? Hati dan pikirannya mendadak kosong dan hampa. Ia tidak menemukan celah untuk marah pada kekasihnya. Selama ini Harvey tak menunjukan tanda-tanda selingkuh, hubungan mereka baik-baik saja.

Belum sampai di tujuan, ponselnya berdering dan nama Harvey tertera di sana.

"Halo, Maura, kamu di mana?" suara Harvey terdengar panik di seberang sana.

"Harvey," sahut Maura lirih. Banyaknya pertanyaan dan berjuta rasa di hatinya hanya dapat terungkapkan dengan satu kata.

"Aku bisa jelaskan semuanya. Tolong percaya padaku, kamu baik-baik saja, Sayang?" Maura tak menyahut. Ia hanya dapat menangis dengan isakan yang baru terdengar setelah mendengar suara Harvey.

"Jangan menangis, Maura. Aku di sini juga sakit melihatmu tadi," ucap Harvey pelan. Ia yang sedang bersembunyi di dalam toilet, harus meredam suaranya agar tidak terdengar oleh yang lain, "Sayang aku harus kembali, nanti malam aku hubungi lagi dan akan kuceritakan padamu, apa yang sebenarnya terjadi. Tunggu aku."

Hati Maura merasa lega karena ia merasa Harveynya tetaplah sama tidak berubah. Pria yang di atas panggung entah bagaimana ceritanya, ia anggap bukan Harvey yang ia kenal.

Malam harinya, Maura tak dapat memejamkan matanya barang sejenak. Berulangkali memeriksa layar ponselnya yang gelap tanpa ada pesan apalagi panggilan masuk dari Harvey. Sampai matahari terbit, Maura masih duduk bersandar sembari memandang layar ponselnya.

Tepat jam tujuh pagi, Maura hanya membasuh wajahnya, ia berganti pakaian lalu bersiap ke kampus. Bukan untuk kuliah, tapi menemui kekasihnya.

Maura langsung menuju gedung fakultas Harvey. Matanya masih sesekali mengintip layar ponselnya, berharap ada keajaiban tertera di sana.

"Bas, Harvey sudah datang?"

"Harvey? Bukannya dia ambil cuti ya?"

"Cuti? Sejak kapan?"

"Kemarin kalau ga salah. Gimana sih, kamu 'kan ceweknya kok ga tahu." Celetukan Bastian, teman Harvey semakin menambah perih hati Maura.

Tanpa mengucapkan apapun, Maura hanya mengangguk dan berlalu dari sana. Jarinya kembali menekan nomer ponsel Harvey untuk kesekian kalinya, tapi tak satupun dijawab.

Maura teringat dengan pembicaraan singkat mereka semalam, ia merasa kalau ada yang tidak beres dengan kekasihnya itu.

"Dia pasti ada masalah. Kasihan Harvey pasti sekarang merasa tertekan dan sendirian."

Maura memutuskan mendatangi apartement Harvey yang tak jauh dari kampus mereka. Apartement sederhana yang digunakan Harvey jika banyak menghabiskan waktu di kampus.

Setengah berlari, Maura sampai di apartement yang rencananya akan mereka tinggali setelah menikah nanti. Bukan hal sulit bagi Maura untuk dapat masuk ke dalam apartment yang sehari-harinya ia habiskan bersama kekasihnya.

Pintu berkode itu langsung terbuka begitu Maura menekan lima angka yang ia hafal di luar kepala. Langkahnya terhenti saat kakinya terhantuk sepasang sepatu wanita dan itu bukan miliknya.

"Harvey," panggil Maura lirih hampir tidak terdengar. Kakinya terus maju dengan langkah menyeret. Meski ruangan apartment itu masih gelap gulita tanpa penerangan, Maura hafal tiap sudutnya.

Tangannya menggapai pegangan pintu kamar Harvey dengan gemetar. Keringat dingin membasahi telapak tangannya, ketika bersentuhan dengan dinginnya pegangan pintu.

Tepat saat itu pintu kamar terbuka, "Maura?" seru Harvey terkejut. Maura tak kalah terkejut lagi, ia mendapati kekasihnya bertelanjang dada dan tubuh bagian bawah yang tertutup oleh pakaian dalam saja.

"Siapa Harveeeyy?" Suara di dalam kamar memanggil dengan suara sengau.

"Si---"

"Ssstt." Belum tuntas pertanyaan Maura, tangan kekasihnya menutup mulutnya, "Bukan siapa-siapa, tidurlah lagi aku ambilkan minum untukmu," seru Harvey pada seseorang di dalam sana.

Tangan Harvey tetap membekap mulut Maura seraya menggiring gadis itu masuk ke dalam kamar mandi yang berada di dekat dapur. Ia tidak mempedulikan mata Maura yang bertanya-tanya siapa dan apa yang terjadi di dalam kamar tadi.

"Kamu kenapa kemari? Kenapa tidak tunggu kabar dariku?" ucap Harvey dengan lirih namun tegas.

"Siapa di dalam? Apa wanita yang semalam bersamamu di panggung? Katakan Harvey, apa yang terjadi? Aku bingung!" Maura memukul dada telanjang Harvey dengan kedua tangannya.

"Ssttt, jangan keras-keras. Tunggu aku jelaskan, jangan temui aku dulu untuk sementara waktu. Biar aku yang datang padamu." Sebelah tangan Harvey menutup mulut Maura, sebelah lagi menahan kepalan tangan kekasihnya agar tak memukul dadanya lagi.

"Kenapa tidak sekarang? Aku butuh penjelasan sekarang!" Maura menjerit dengan suara tertahan.

"Tolong mengerti aku, Sayang. Percaya padaku, cintaku hanya untukmu." Harvey mencoba merayu Maura.

"A-apa yang terjadi pada kalian semalam?" Maura baru menyadari kalau Harvey hanya menggunakan pakaian dalam.

"Ti-tidak ada apa-apa. Sungguh! Kamu harus percaya, kita akan menikah bukan?" Harvey menangkup pipi Maura.

"Ta----"

Ucapan Maura terputus oleh bibir Harvey yang memagut bibirnya dengan panjang dan dalam. Ciuman pertama baginya, karena selama ini Harvey hanya berani sebatas mengecup bibirnya.

"Sekarang pulanglah. Jangan temui dan dekati aku, kalau bukan aku yang datang padamu." Harvey tak membiarkan Maura bertanya lebih lanjut, pria itu menggiring Maura keluar dari apartement lalu mengunci pintunya dari dalam.

Seperti orang bodoh, Maura berdiri di depan pintu kamar apartment Harvey. Ia memegang bibirnya yang baru kali itu merasakan sentuhan lelaki secara intim. Ia merasa ada yang beda dari Harvey, ada hasrat asing dalam ciuman tadi.

...❤️🤍...

Terpopuler

Comments

blecky

blecky

Maura bego dan harve trlalu naif

2023-05-17

1

Nayla Ujji ...

Nayla Ujji ...

masih menyimak.

Next... Thor

2023-04-24

0

moerni🍉🍉

moerni🍉🍉

hmmmm....belum bisa memastikan...
ada pangeran lain gak...selaun Harvey...udah agak esmosi soale saya

2023-04-21

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!