Andaikan

Tanpa sadar tangan Maura memeluk pinggang Kendra. Matanya mengawasi pintu yang masih digedor oleh Harvey.

"Dia sudah pergi," bisik Maura menajamkan pendengarannya. Perlahan tangannya mengurai pelukannya.

"Belum, dia masih di luar." Kendra menahan tangan Maura agar terus memeluk tubuhnya.

"Ish, curi kesempatan." Maura kembali melayangkan cubitan kecil pada perut Kendra.

"Kapan lagi kamu mau peluk aku sukarela seperti tadi."

Maura mencebik lalu berjalan ke arah dapur. Ia membuka lemari yang menyimpan makanan kecil dan mengambil beberapa roti dan kue kering dari dalam sana.

"Lapar?" tebak Kendra.

"Habis ketemu dia, energiku terkuras habis," ucap Maura sekenanya.

"Bukan karena habis ketemu dia, tapi karena kamu tadi memang tidak makan yang benar."

Kendra berjalan ke arah dapur lalu membuka lemari pendingin dan lemari penyimpanan bahan makanan milik Maura. Kepalanya menggeleng saat melihat isi dari lemari pendingin milik kekasihnya itu.

Tak ada apapun untuk dapat diolah menjadi makanan di dalam sana. Hanya satu botol air mineral, es krim dan satu batang coklat yang sudah sebagian terbuka.

"Kamu tiap hari makan apa?" Kening Kendra mengkerut, ia masih berusaha mencari sesuatu di dalam lemari penyimpanan bahan makanan Maura.

"Mie, telor, kalau malas pesan online. Kadang juga minta Mama kirim makanan," sahut Maura seraya mengunyah sebuah roti.

"Kenapa ga beli bahan makanan?"

"Ribet, aku malas cuci piring banyak-banyak. Kalau beli online 'kan bisa langsung buang bungkusnya."

"Kalau seperti itu lama-lama yang dicuci bukan piring, tapi ususmu." Kendra menutup pintu lemari lalu menghadap Maura dengan tangan di pinggang, "Sudah selesai makan rotinya?, ayo." Kendra menarik tangan Maura.

"Mau kemana? Aku ga mau keluar, ah. Nanti ketemu Harvey sama cewek itu lagi." Maura bertahan di kursinya.

"Kenapa harus takut, kamu sekarang punya aku."

Maura terpaksa mengikuti langkah Kendra karena pemuda itu terus memaksanya. Bukannya ia takut Harvey berbuat kasar padanya, tapi dia tidak mau melihat kemesraan yang ditampilkan kedua orang itu.

"Mau kemana sih?" gerutu Maura saat langkah mereka mengarah kembali ke kampus.

"Ambil motor."

"Aiish, mau kemana sih."

"Belanja," ujar Kendra seraya memasangkan helm di kepala Maura.

"Kok bawa helm dua, pasti buat jaga-jaga kalau ada cewek yang mau digonceng."

"Asyik, belum apa-apa sudah dicemburuin." Bukannya marah Kendra malah tersenyum senang.

Kendra membawa Maura ke pasar malam yang tak jauh dari kampus mereka. Para penjual baru saja bersiap menggelar dagangan mereka, karena hari baru sore menjelang malam.

"Baru tahu ada pasar di sini."

"Anak mall macam kamu mana tahu ada pasar dekat sini. Kalau Mall Venus tahu ga?" Kendra tertawa mengejek saar Maura menjawabnya dengan anggukan, "Ini pasar malam, hanya ada sore sampai menjelang tengah malam saja."

Keduanya menyusuri jalan setapak yang dikelilingi oleh para pedagang buah dan sayur. Maura terkesima dengan kepiawaian Kendra memilih bahan makanan dan menawarnya.

"Buat siapa itu." Maura menunjuk dua kantung plastik yang digantungkan Kendra di motornya.

"Buat kamu."

"Ih, siapa juga yang mau masak. Mending beli jadi, ribet."

"Siapa juga yang suruh kamu masak."

"Lalu siapa yang masak? jangan bilang kamu." Kendra hanya tersenyum miring lalu membantu gadis itu mengenakan kembali helmnya.

Sampai di apartment, Kendra dengan sigap merapikan bahan makanan ke dalam lemari pendingin. Sebagian ia keluarkan untuk siap diolah. Maura hanya mengamati kegiatan Kendra tanpa tahu apa yang harus ia lakukan.

"Berapa totalnya tadi, biar aku transfer."

Kendra menoleh dan hanya menaikan sudut bibirnya sedikit.

"Kamu beneran mau masak?" Maura berdiri mendekati Kendra yang sudah mulai memotong bumbu yang akan dia olah, "Kamu beneran bisa masak?" Maura masih tak percaya, ia berdiri di samping Kendra mengamati semua yang dilakukan pria itu di dapurnya.

"Sejak kecil aku hanya tinggal berdua dengan Mamaku. Waktu aku kelas tiga SD mamaku mulai bekerja di tempat laundry seharian penuh. Aku mulai terbiasa memasak yang sederhana, telur, mie instan sampai nasi goreng. Lama kelamaan sudah menjadi kebiasaan memasak seperti ini."

"Mm ... Papa kamu sudah meninggal?"

"... Ada. Papaku masih hidup."

"Kenapa mama kamu bekerja se---"

"Kamu bisa masak nasi?" potong Kendra.

"Bisa." Maura beringsut ke sudut dapur lalu mulai mencuci beras dan menanak nasi.

Kendra melirik ke arah Maura, ia tahu kekasihnya itu sedikit merasa kesal pertanyaannya dipotong olehnya tapi untuk sementara ini, itu jauh lebih baik. Saat SMU pertikaian mereka diawali ketika dirinya mengolok Maura yang bangga mempunyai tiga orang Papa. Menurutnya itu aneh dan menggelikan sekali.

Ternyata itu merupakan hal yang sensitif bagi Maura dan membuat gadis itu mulai membencinya. Tanpa Maura tahu, Kendra mengoloknya karena tingkat kepercayaan pemuda itu pada keutuhan keluarga dan cinta sejati sudah luntur.

"Kamu masak apa?" Aroma yang menguar dari wajan mengundang Maura untuk mendekat.

"Suka pedas?"

"Lumayan."

"Aku masak ikan rica-rica, suka?" Kendra tersenyum saat lidah Maura menjilat bibir bawahnya sendiri.

"Nasi sudah matang? Ayo kita makan." Kendra menaruh masakannya di atas meja makan lalu beralih ke penanak nasi di sudut dapur, "Mm, Mola kenapa listriknya tidak kamu colok?"

"Eh, apa iya aku lupa colok listriknya?" Maura terduduk lemas menahan lapar. Ayam rica di meja sudah memanggilnya untuk di sentuh.

"Laparnya ditahan setengah jam lagi ya." Kendra tersenyum geli.

...❤️...

Sementara Harvey yang mengantar Reva mencari sepatu di Mall, terus menekuk wajahnya sejak turun dari lift apartement.

"Kamu kalau malas temanin aku jalan bilang!" Reva melempar sepatu yang dicobanya kembali ke rak.

"Aku dari tadi ga ada bilang apa-apa," sergah Harvey tak terima. Pikirannya tak tenang, sejak tadi ia menduga-duga apa yang dilakukan Maura dan Kendra di dalam kamar berduaan.

"Justru itu, aku seperti jalan sama mayat!"

"Kamu maunya apa sih?"

"Ah, sudahlah, kita pulang." Reva berjalan cepat ke arah parkiran Mall.

Di dalam mobil, sikap Harvey masih tetap sama. Diam dan mengerutkan kening.

"Kamu kenapa sih? Ada masalah?" kejar Reva.

"Kamu benar mencintaiku, Reva?"

Reva tertawa kecil mendengar pertanyaan Harvey yang tiba-tiba, tapi tawanya memudar melihat raut wajah tunangannya yang tampak serius.

"Kamu meragukan aku? aku sudah suka sama kamu sejak kita bertetangga, cuman kamu dulu kaku banget. Ketemu lagi setelah dewasa, perasaan ini ternyata tidak berubah malah aku semakin terpesona." Tangan Reva terulur mengusap lengan Harvey yang sedang memegang kemudi.

"Sebesar apa cintamu padaku?"

"Besar banget dong. Kenapa sih, harusnya aku yang tanya loh ini."

"Bagaimana kalau kita akhirnya tidak jadi menikah?"

"Mana bisa seperti itu, kita sudah berkali-kali tidur bersama Harvey. Jangan gila kamu!"

...❤️🤍...

Terpopuler

Comments

Red Velvet

Red Velvet

Obrolan tentang papa menjadi hal sensitif bagi keduanya sebenarnya. Andaikan mereka saling mengetahui asal usul masing2, mungkin saja nasib yg sama akhirnya membawa ikatan jodoh antara mereka.

2023-05-11

2

Edelweiss🍀

Edelweiss🍀

Andai Maura tau siapa papa Kendra kira2 apa yg bakal terjadi ya🤔

2023-05-11

2

Nayla Ujji ...

Nayla Ujji ...

Mola punya 3 papa..
Mr. Raymond, pa beni....
satu nya siapa lagi ya... Thor. saya lupa.
yang sempet menikah sama mama nya, tapi tergoda wanita lain.

2023-05-11

8

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!