Usaha Harvey

Maura cukup terkejut ketika kembali dari dapur dan mendapati Harvey sudah masuk dan duduk di sofa miliknya depan televisi.

"Katanya mau jalan?" Maura menaruh gelas di atas meja lalu duduk di sofa seberang Harvey. Ia sengaja menjaga jarak dengan pria itu.

Entah mengapa sejak kekasihnya itu ketahuan berselingkuh, ia merasa tak nyaman berada dekat dengan Harvey.

"Nanti dulu, di luar panas." Harvey mengibaskan tangannya dan membuka kancing teratas kemejanya. Maura mengambil remote pendingin ruangan lalu menurunkan suhunya.

Maura bergidik saat mata Harvey memandangnya seperti menembus ke balik bajunya.

"Ayo kita jalan sekarang, katanya mau nonton." Maura mencoba mengalihkan perhatian Harvey. Mata pria itu sudah turun mengamati kaki bagian atasnya yang terbuka.

Maura menarik celana pendeknya lebih ke bawah. Ia menyesal mengenakan pakaian yang bisa terbilang minim. Dulu Harvey tidak pernah mempermasalahkan pakaian apapun yang ia gunakan, mata serta tangannya pun juga tidak pernah melewati batas kurangajar menurutnya. Namun sekarang terasa beda, ia merasa tak aman berada di dalam ruangan hanya berdua dengan Harvey. Pria yang dulu membuatnya nyaman berubah menjadi tak aman bila berdekatan.

"Aku sudah beli tiket, jangan khawatir kita tidak perlu mengantri." Harvey berdiri dari duduknya dan berpindah ke sisi Maura. Tangannya melingkar di bahu gadis itu.

"Aku kangen," ucapnya setengah berbisik. Harvey meraih tangan Maura dan mengecup lembut punggung tangan gadis itu.

Terbiasa bercinta dengan Reva yang berpengalaman, membuat Harvey tak sabar dan tak suka berlama-lama. Ia langsung menarik dagu Maura, dan berusaha meraih bibir gadis itu dengan bibirnya.

"Harveeeyy." Maura mendorong dada pria itu sebelum bibir keduanya berhasil bertemu.

"Kenapa, Sayang? Kamu tak rindu padaku?"

"Aku rindu, tapi jangan begini. Kita tak biasa seperti ini, Harvey. Aku tak nyaman." Maura menggigit bibir bawahnya.

Ia merasa malu telah berbohong, tak nyaman dengan Harvey mengapa dengan Kendra ia malah mengharapkan yang lebih dari hanya sekedar beradu bibir?

"Kamu berubah, Maura." Harvey melepas rangkulannya. Ia belagak marah akan penolakan kekasihnya.

"Aku masih sama seperti dulu, kamu yang berubah," sahut Maura, 'Tapi aku juga berubah karena dia,' sangkal Maura dalam hati.

"Bisakah kita kembali seperti dulu?" Harvey menatapnya penuh harap.

"Sulit jika masih ada dia disampingmu."

"Dia bisa diatur, Maura. Kita masih bisa bersama kok, buktinya aku sekarang berada di sini bersamamu."

"Kita lihat saja nanti." Maura melengos malas. Mengingat perlakuan jahat Harvey yang dilakukan di depan wanita itu, membuatnya kembali meradang.

"Jangan marah, Sayang. Ehm, boleh minta es batu? Cuaca panas sekali sekarang." Harvey kembali mengibaskan tangan di depan wajahnya, "Tinggalkan saja gelasnya, kamu bawa es batunya kemari." Harvey menahan gelas miliknya saat Maura akan mengambil dan membawanya ke dapur.

Tanpa curiga sedikitpun, Maura masuk ke dalam dapur meninggalkan Harvey dengan gelas berisi air di atas meja. Secepat kilat Harvey menuangkan serbuk yang sudah dipersiapkannya dan menggoyang gelas itu agar tercampur seluruhnya, lalu ia menempelkan gelas itu di bibirnya seolah sedang meminumnya.

Harvey membiarkan Maura menuangkan beberapa es batu ke dalam gelas yang sudah ia campur dengan serbuk putih yang ia bawa.

"Sudah." Maura memberikan gelas itu kembali pada Harvey.

"Kamu lama, aku sudah minum," tolak Harvey.

"Gimana sih," keluh Maura kesal.

"Ya udah kita berangkat sekarang. Di luar panas sekali, kamu saja yang habiskan." Harvey menunjuk gelas di atas meja.

"Aku ga haus."

"Di luar lagi panas sekali, Sayang, kita harus banyak minum air putih biar tidak dehidrasi." Tak hilang akal akan penolakan Maura, Harvey mengambil gelas dari atas meja lalu menyodorkan langsung ke bibir Maura.

"Aku ga haus, Harvey. Nanti di beli saja di luar," tolak Maura.

"Kamu kalau beli di luar pasti minuman yang ada rasa, itu tidak baik kalau kebanyakan, Maura," paksa Harvey. Bahkan pria itu berusaha mendorong agar isi gelas itu segera berpindah masuk ke dalam mulut Maura.

"Mmm, Harvey!" Maura tetap mengatupkan bibirnya. Ia mengambil gelas dari tangan Harvey, lalu menaruhnya kembali di atas meja. Kemeja bagian atas Harvey basah terkena tumpahan dari gelas yang tadi tak sengaja ditepisnya.

"Kamu kenapa sih?" seru Harvey tak suka dengan penolakan Maura.

"Kamu yang kenapa? Kok sekarang jadi pemaksa sekali," cetus Maura tak mau kalah.

"Aku hanya minta kamu minum, susah sekali sih! coba lihat, baju aku basah kalau seperti ini kita ga jadi pergi nonton." Harvey memandang kesal pada Maura.

"Maaf, aku tunggu kamu ganti baju deh."

"Aku kalau kembali ke kamarku, malas keluar lagi. Kamu ini maunya apa sih? Aku hanya ingin berusaha bersikap baik, Maura. Kamu yang sekarang mengecewakan aku." Harvey terus menanamkan rasa bersalah pada Maura.

"Aku punya kaos ukuran besar, kamu mau coba pakai?"

"Terpaksa," sahut Harvey ketus.

"Tunggu sebentar aku ambilkan." Maura masuk ke dalam kamar, tentu hal ini tidak bakal disia-siakan oleh Harvey.

Tak perlu menggiring Maura masuk ke dalam kamar, gadis itu yang sedang berjalan sendiri masuk ke perangkapnya. Harvey diam-diam mengikuti Maura dari arah belakang.

Saat ia sudah menemukan kaos yang dimaksud, Maura berbalik. Namun ia terjingkat saat Harvey sudah ada di dalam kamar bersamanya dan berdiri tepat di belakangnya.

"Kamu kok masuk?" protes Maura tak suka.

"Sekalian ganti baju," sahut Harvey ringan seraya jarinya membuka satu persatu kancing kemejanya.

"Aku keluar dulu." Maura berusaha mendorong tubuh Harvey yang menghimpitnya di antara lemari dan dada bidang pria itu.

"Kenapa? Di sini aja, temani aku." Suara Harvey sudah semakin berat.

"Jangan begini, aku ga suka!"

"Kenapa ga suka? apa kamu lebih suka melakukannya dengan pria sialan itu?" Harvey semakin merapatkan tubuhnya.

"Maksudmu apa sih? Aku ga ngerti apa yang kamu bicarakan, Harvey. Minggir, ah!"

"Jangan pura-pura polos, Sayang. Aku tahu dia sering masuk ke dalam apartement ini. Dia sendiri juga yang bilang kalian berdua sering melakukannya."

"Melakukan apa? hentikan, Harvey!" Maura mulai panik ketika tangan Harvey menyentuh bagian belakang tubuhnya yang menonjol.

"Aku ingin tahu, menurutmu mana yang lebih hebat di atas ranjang, aku atau dia?"

"Gila kamu!"

"Aku jadi gila setiap melihat laki-laki itu keluar masuk apartment ini, Maura! Kamu milikku!"

"Sekarang tidak lagi. Kita putus!"

Harvey semakin geram mendengar permintaan Maura. Ia semakin beringas berusah memagut bibir gadis itu.

"Molaaa, kamu di dalam?"

Keduanya serempak menoleh ke arah pintu kamar saat terdengar ketukan di pintu depan. Lamat-lamat terdengar suara Kendra memanggil nama Maura.

"Kendra."

Harvey tersenyum sinis melihat mata gadis di hadapannya berbinar, saat menyebut nama saudara menyebalkannya itu.

...❤️🤍...

Terpopuler

Comments

Dhinok Farrel

Dhinok Farrel

ntar Kendra salah paham....???

2023-06-05

1

moerni🍉🍉

moerni🍉🍉

jangan...sampai kelewat batassss....bikin esmosiiiiii bneran Harvey niii

2023-05-15

0

Red Velvet

Red Velvet

Semoga usaha Harvey gagal, ini Harvey selain bakalan mengulang sejarah Ayahnya yg berlaku ke ibunya Kendra dia juga mengingatkan aku akan sejarah hadirnya Maura yaitu Pak Beni yg berlaku curang juga sama Lea😓😓😓 cara licik boleh kau pakai, tp sejarah takkan terulang karena ada sosok malaikat pelindung buat Maura yaitu Kendra🥰

2023-05-15

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!