Penyesalan

Dengan beringas, Harvey membungkam mulut Maura dengan bibirnya saat gadis itu menoleh ingin memastikan pendengarannya.

Saudara tirinya itu masih memanggil nama Maura di depan sana. Masih dengan bibir menempel di bibir Maura, ia sengaja menjatuhkan lampu meja untuk menarik perhatian Kendra.

"Mmppfhh." Maura hampir saja terhanyut akan ciuman Harvey, tapi karena tak ada kelembutan dan cinta di dalamnya, ia merasa tersiksa dengan pagutan kasar Harvey.

"Mola?"

Suara Kendra semakin terdengar dekat. Rupanya pemuda itu sudah masuk ke dalam apartment yang memang tidak terkunci.

Harvey menambah lagi bunyi-bunyian di kamar Maura. Ia menendang pintu lemari sehingga menimbulkan suara yang cukup berisik. Tangannya menutup kedua telinga Maura agar gadis itu tak menyadari jika Kendra telah masuk ke dalam.

Begitu pintu kamar mulai terbuka, Harvey dengan cepat memutar tubuh Maura hingga membelakangi pintu kamar.

"Mol---" Suara Kendra tercekat di tenggorokan. Pemandangan di hadapannya menghancurkan mimpi dan harapannya.

Gadis pujaannya yang siang tadi berjanji untuk menjaga hati serta tubuh hanya untuknya, sekarang berada di pelukan pria lain. Parahnya, pria itu masa lalu yang telah menyakiti gadis miliknya. Hal apa yang bisa menguatkan perasaannya sekarang?

Di dalam kamar yang bercahaya remang-remang itu, Kendra dapat melihat mata Harvey menyiratkan kemenangan. Tangan saudaranya itu melingkar sempurna di tubuh Maura. Bisa ia bayangkan dada kenyal yang tadi bersentuhan dengan punggungnya, sekarang melekat sempurna di dada Harvey dan Maura tampak pasrah di pelukan pria itu.

"Maaf," cicit Kendra hampir tak terdengar. Ia mundur teratur lalu menutup pintu kamar kembali. Sebelum keluar dari apartement Maura, ia menaruh kantong plastik berisi sebungkus mie ayam di atas meja makan.

Kendra berjalan dengan kepala tertunduk. Ia menyesali sempat percaya dengan ucapan Maura. Gadis yang cinta mati pada Harvey dan rela disakiti, bisa dengan mudah memindahkan rasa cinta padanya? Jelas tidak mungkin!

'Benar kata, Harvey. Aku tak pantas dicintai oleh Maura,' Kendra berjongkok di dalam lift yang membawanya turun ke lantai dasar. Ia menangkup wajahnya dengan tangan dan meneteskan air mata yang sudah tak sanggup ia bendung.

"Kendra?" Seperti mendengar suara Kendra di belakang tubuhnya, Maura mendorong Harvey dengan sangat keras hingga pelukannya terlepas.

"Dia sudah pergi, lancang benar masuk ke dalam tanpa permisi. Kamu harus lebih berhati-hati, Sayang dia bisa mencelakaimu." Bak seorang penyelamat, Harvey memperingatkan Maura.

"Keluar, Harvey," ucap Maura geram.

"Kenapa? Kamu mau mengejar dia? Kamu pacarku, Maura. Milikku!"

"KELUAR! atau aku akan berteriak lebih kencang agar petugas keamanan datang dan menyeretmu ke kantor polisi sekarang!" Maura menjerit histeris.

Harvey tertawa pelan. Tak masalah baginya pergi sekarang, karena sebagian tujuannya telah tercapai. Walaupun keinginannya membawa Maura bergulung di atas ranjang gagal, setidaknya ia telah memukul mundur pria menyebalkan itu.

"Maaf, Sayang aku terlalu senang kamu mau menerimaku kembali."

"Kita putus, Harvey," ucap Maura dengan suara terbata menahan tangis dan emosi.

"Istirahatlah dulu, kamu mungkin lelah. Kita nonton lain kali ya." Tangan Harvey terulur ingin mengusap pipi gadis itu, tapi dengan cepat dan keras Maura menepis tangannya.

Harvey tak marah, ia tetap tersenyum lalu berjalan keluar meninggalkan Maura di dalam kamar sendirian. Meskipun begitu, ia masih sangat mencintai gadis itu. Maura tetaplah menjadi tujuan akhir hidupnya.

Begitu terdengar pintu menutup, Maura segera keluar dari kamar dan mencari ponselnya. Banyaknya panggilan tak terjawab dan pesan dari Kendra, terhenti setelah pesan yang terkirim seolah darinya.

'Maaf ya, aku sedang bersama pacarku,'

Pesan lain masuk dari Hera yang menimpali statusnya, 'Cieee, yang CLBK.'

Lutut Maura lemas seketika melihat statusnya di aplikasi berwarna hijau. Foto Harvey dengan tulisan 'lagi melepas rindu, jangan ganggu ya.'

"Aku tidak pernah mengirimkan ini semua!" Maura merutuki kebodohannya.

Ia segera menghapus foto Harvey dari statusnya lalu berlari keluar kamar sembari mencoba menghubungi Kendra, tapi tak satupun panggilannya terjawab. Pria itu juga tak nampak di sekitar apartmentnya.

'Ken, tadi kamu datang ke apartmentku?'

'Ken, kamu di mana?'

'Ken, please balas,'

'Ken, kamu lagi sibuk?'

'Segera balas pesanku ya, kalau sudah tidak sibuk. Aku tunggu,'

Maura menghujani ponsel Kendra dengan pesan dan panggilan masuk. Pria itu tidak jauh, ia masih ada di sekitarnya. Duduk diam di pojok warung pangsit mie ayam mengamatinya dari kejauhan.

Kendra mengamati layar ponselnya, nama Mola memanggilnya. Gadis yang menghubunginya ada di seberang sana, berjalan hilir mudik dan sesekali menggigit kukunya.

'Aku kerja.' Tak tega melihat wanita yang dicintainya kedinginan di halaman apartment, Kendra mengiriminya pesan singkat.

'Setelah pulang kerja, bisakah mampir sebentar?' Maura membalas pesan itu dengan cepat dan penuh harap.

'Maaf, aku tidak bisa.'

Maura tertunduk lemas membaca balasan pesan dari Kendra. Ia merasa ada yang aneh dengan jawaban pesan Kendra. Pemuda itu selalu hangat dan penuh canda, jika mereka saling mengirimkan pesan.

Dengan langkah gontai, ia masuk kembali ke apartment miliknya. Ia malas masuk ke dalam karena pasti terasa sepi dan sunyi. Sudah tak ada alasan untuknya tinggal di apartement ini lagi.

Ia sudah hampir masuk ke dalam kamar saat ujung matanya menangkap sebungkus plastik di atas meja makan.

"Apa ini?" Maura membuka kantong plastik dan mengeluarkan isinya.

Ia langsung terduduk lemas di kursi saat mengetahui isi di dalam kantong palstik itu, terlebih isinya masih panas. Itu berarti orang yang menaruhnya di atas meja belum lama pergi.

"Berarti tadi benar Kendra datang dan masuk ke dalam? Tapi kapan?" Maura mencoba merunut ingatannya sejak kedatangan Harvey.

"Jangan-jangan ...." Maura ingin berteriak sekuat tenaga, saat menyadari kalau suara yang ia dengar sangat dekat tadi besar kemungkinan Kendra yang membuka pintu kamarnya. Itu berarti, Kendra melihatnya berpelukan serta berciuman dengan Harvey.

Sekarang ia tahu, mengapa jawaban pesan pria itu terdengar tak seperti biasanya.

"Keeen ...." Maura kembali menekan nomer ponsel Kendra. Ia berkali-kali menghubungi lelaki itu, tanpa henti sampai akhirnya Kendra sendiri yang mematikan daya ponselnya.

Maura menangis, entah kenapa, entah untuk apa. Ia merasa ada yang hilang.

Dengan air mata yang terus mengalir, ia memaksa mie ayam yang Kendra belikan masuk ke dalam mulutnya. Bahkan ceker ayam yang menurutnya menjijikan, ia berusaha menghabiskannya hingga tak tersisa.

'Terima kasih, Ken. Mie ayamnya habis, aku suka. Boleh minta belikan lagi?'

Masih dengan terisak, Maura mengirimkan pesan beserta foto mangkuk yang telah kosong beserta sisa tulang ceker ayam kepada Kendra.

Tangisnya bertambah kencang saat pesan yang ia kirimkan tidak mendapatkan respon dari Kendra.

"Kendraaa, maafkan aku"

...❤️🤍...

Terpopuler

Comments

blecky

blecky

mnyesal skrng tu lbh Baek sblm trlmbat

2023-05-17

0

Nayla Ujji ...

Nayla Ujji ...

Harvey licik sekali....
Harvey kalo kamu memang seorang pria.
bersaing lah dengan ksatria..

Mola... lebih baik kamu pulang ke rumah.

2023-05-16

0

Ummu Shafira

Ummu Shafira

ikut mewek 😢😢

2023-05-15

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!