Keinginan Harvey

"Karena itu aku tanya padamu. Apapun bisa terjadi, Reva." Harvey menoleh sekilas pada tunangannya yang tampak resah.

Sejujurnya ia sama sekali tak ada rasa apapun pada wanita yang duduk di sampingnya ini. Hati dan cintanya masih tertinggal di Maura. Sejak mereka menjalin hubungan, ia sudah menetapkan Maura yang akan menjadi pendampingnya dan ibu dari anak-anaknya.

Ia bahkan sudah merancangnya dengan detail, tapi semua berubah karena ambisi orangtua. Ia sebagai anak tunggal, mau tidak mau harus menuruti permintaan Papanya dan menyusun siasat agar keinginan Papanya terwujud tanpa harus melepaskan Maura.

Namun semua hancur berantakan gara-gara saudara pembawa sialnya itu harus hadir di tengah hubungannya dengan Maura. Menyarankan Papanya agar menumbalkan Kendra sebagai pasangan Reva juga sangat beresiko dengan warisan Papanya. Sungguh pilihan yang sulit.

'Mengapa harus dengan dia, Maura. Aku tidak **r**ela!'

Reva terkesiap ketika Harvey memukul kemudinya.

"Kamu kenapa sih?" tanyanya sedikit bergetar.

"Kamu mungkin tahu kalau awalnya aku menolak hubungan ini." Harvey menoleh ke arah Reva lalu kembali memusatkan pandangannya ke jalanan.

"Kamu mau bilang kalau sudah punya pacar sebelumnya? Basi!" Gadis itu melengos, tak suka dengan topik pembicaraan ini.

"Kenyataannya seperti itu."

"Lalu mengapa kamu setuju dengan pertunangan kita? mengapa juga kita berulangkali tidur bersama? Kamu mau menjebakku?" Reva kembali meninggikan nada suaranya.

"Tidak. Aku mulai menyukaimu, Reva." Harvey memberikan senyuman tipisnya yang diyakininya akan membuat tunangannya itu meleleh. Usahanya berhasil, Reva kembali melunak.

"Lalu apa maksudmu sekarang mengatakan hal ini? Kalau kamu ingin membatalkan pertunangan kita, aku tidak mau. Kalau itu sampai terjadi kamu tahu apa yang akan aku lakukan."

"Tidak, kamu tahu aku sulit jauh darimu." Tangan kiri Harvey yang bebas meraih tangan Reva dan meremasnya lembut, "Aku hanya minta pengertian kecil dari kamu." Harvey mengecup punggung tangan tunangannya.

Reva menyipitkan matanya waspada, tapi sekaligus luluh atas perlakuan manis dari Harvey.

"Sementara ini biarkan aku bertemu dengan mantan kekasihku. Aku belum sempat memutuskan hubungan kami, karena semua terjadi begitu cepat. Kamu sebagai wanita, pasti tahu rasanya jika tiba-tiba ditinggal tanpa penjelasan?" Harvey menatapnya sendu.

Reva mulai gelisah, "Katakan saja apa maumu, jangan berbelit-belit."

"Aku meminta ijinmu, jika aku dekat dengannya tolong maklumi dan jangan marah."

"Bagaimana bisa aku membiarkan tunanganku dekat dengan gadis lain, terlebih kalian pernah ada hubungan. Aku tidak bisa, Harvey."

"Wanita yang akan aku nikahi tetap kamu, Sayang." Harvey berusaha menabur janji manisnya agar semua rencananya dapat berjalan sesuai yang dia inginkan.

"Coba aku tebak, mantan kekasihmu itu gadis yang mendatangimu di kampus kemarin?"

Harvey mengangguk.

"Sudah kuduga." Reva tertawa miris, "Jangan-jangan kamu tadi berbohong kembali ke kamar karena kunci mobil ketinggalan, padahal kamu ingin bertemu dengannya."

"Tidak seperti itu, Sayang. Kunci mobilku tadi memang tertinggal. Aku terpaksa satu lift dengannya, tapi dia juga bersama kekasihnya yang baru, kamu juga lihat sendiri tadi. Aku sedikit lama tadi karena dia menangis dan tak mau melepaskan pelukannya. Maafkan aku tidak langsung cerita padamu. Aku tak tega, Reva. Maka itu aku meminta waktu untuk pelan-pelan melepaskannya. Dia pasti akan mengerti kondisi kita."

"Aku tidak mengerti Harvey, bukankah dia sudah punya kekasih?"

Harvey menghela nafas panjang, "Dia kecewa padaku dan menggandeng pria yang kurang baik."

"Ya biar saja, dia sudah bukan urusanmu lagi."

"Ya benar, tapi dia akan terus menghantui hubungan kita. Kamu tidak mau 'kan kalau dia mengganggu kita lagi seperti di kampus. Dia juga tinggal di dekat apartmentku, jika belum ikhlas dan menemukan penggantiku sewaktu-waktu dia akan mengacaukan hubungan kita. Kamu tentu tidak mau kalau rencana pernikahan kita batal?"

Harvey terus berusaha meyakinkan Reva dengan memutar balikan dan membuat cerita baru, agar tunangannya itu mau mengikuti semua permintaannya.

"Jadi kamu mau kembali berhubungan dengannya?" Reva semakin gelisah.

"Secara resmi tidak, Sayang. Aku hanya minta ijin, kamu tidak marah jika melihat aku dekat dengannya. Yaah, mungkin hanya dua bulan." Harvey memicing seolah sedang menimbang sesuatu.

"Itu terlalu lama, Harvey. Kalau kalian kembali bersama bagaimana? Kamu akan meninggalkan aku?"

"Itu jelas tidak mungkin. Hubungan kita selangkah lebih maju, Sayang. Aku calon suamimu." Harvey mengedipkan sebelah matanya.

"Jadi, aku harus merelakanmu kembali dengannya?"

"Bukan kembali, tapi hanya dekat saja. Dia juga sudah tahu kalau kita bertunangan dan akan menikah. Aku hanya menenangkannya agar kedepannya dia tidak akan mengganggu hubungan kita lagi." Harvey mengecup punggung tangan Reva.

"Kamu yakin setelah ini dia tidak akan mengganggu kita lagi?" Reva tampak terpukul, tapi karena besar cintanya pada Harvey dia akan melakukan apapun asal pria itu menikah dengannya.

"Percaya padaku."'Memilikimu dan Maura sekaligus itu tujuanku, bagaimana caranya nanti kupikirkan lagii' Harvey menggenggam tangan tunangannya erat dan memberikan senyum agar wanita itu semakin yakin padanya.

Di kamar apartement, Maura dan Kendra duduk menghadap sepiring lauk yang masih belum tersentuh karena menunggu nasi yang belum matang. Keduanya diam saling melirik canggung.

Gerah dipandang sedemikian rupa oleh Kendra, Maura memilih duduk di sofa sembari mengutak-atik ponselnya. Ia membuka foto dan video kenangannya bersama Harvey. Wajahnya kembali sendu, tanpa ia sadari Kendra menatapnya sangat lekat.

'Kapan aku bisa kamu pandangi penuh cinta seperti itu?'

"Sudah matang." Maura terjingkat dari duduknya begitu suara penanak nasi berbunyi. Tanpa diminta, Kendra mengambil piring dan mengisinya dengan nasi yang masih mengebulkan uap panas.

"Buat aku? Kamu ga makan?" tanya Maura saat Kendra memberikan piring itu untuknya.

"Sudah malam, aku harus kerja." Kendra mengenakan jaket dan menyampirkan tas punggungnya.

"Kurir?"

Kendra mengangguk mengiyakan.

"Aku makan sendiri?" Terdengar nada kecewa dari suara Maura.

"Minta disuapin?"

"Ogah! Dah, pergi sana."

"Aku pulang dulu ya, kamu makan yang kenyang. Besok aku ajari kamu masak." Kendra mencium kening Maura dengan cepat sebelum gadis itu mengelak.

Begitu pintu apartment tertutup keheningan langsung terasa. Rasa lapar yang mengganggunya tadi tiba-tiba menghilang entah kemana. Maura mengambil satu sendok lauk lalu mencicipinya. Ia hanya sanggup memasukan dua sendok makan ke dalam mulutnya, selebihnya ia masukan semua lauk ke dalam lemari pendingin.

Begitu matanya jatuh ke tempat pencucian piring, mulutnya kembali menggerutu, "Kendra sialan, ninggalin cucian piring banyak banget."

'Sudah selesai makan?'

satu pesan masuk saat ia sudah berada di atas ranjang.

'Sudah. Lain kali ga usah masak, kamu tinggalin cucian piring banyak banget. Sudah tahu aku ga suka cuci piring.'

'Bagus itu, habis makan jangan tidur, cuci piring dulu biar tidak tambah gendut,'

Selanjutnya keduanya perang gambar saling menggoda dan mengejek satu sama lain. Maura tergelak tiap Kendra mengiriminya pesan suara dan video lucu. Sejenak ia lupa akan masalahnya, sebelum satu pesan lain masuk dari Harvey.

'Sayang, aku di depan. Tolong buka pintunya, mari kita bicara.'

...❤️🤍...

Terpopuler

Comments

Retno Palupi

Retno Palupi

jangan dibuka Maura, nanti kamu luluh lagi sama Harvey lhooo

2023-05-12

0

Red Velvet

Red Velvet

Semoga Maura tidak membuka pintunya🥺

2023-05-12

0

Red Velvet

Red Velvet

Aku takut Maura kenapa2, jgn sampai terjadi hal2 yg tdk diingainkan😥😥😥

2023-05-12

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!