Undangan

"Harvey," panggil Maura ketika pemuda gagah itu baru saja turun dari mobilnya, tapi pria itu hanya melirik sekilas lalu melanjutkan langkahnya seperti tak melihatnya ada di sana.

"Kalian bertengkar?" Hera sahabatnya, ikut memandang heran punggung Harvey yang semakin jauh.

"Tidak, kemarin kita masih becandaan." Maura masih tak percaya jika pria yang ia panggil tadi itu, kekasihnya yang selalu tersenyum hangat.

Maura mengambil ponselnya dari dalam tas, lalu mengirimkan pesan pada kekasihnya itu. Barulah terlihat pesan terakhirnya semalam sama sekali belum dibaca apalagi di balas oleh Harvey.

"Mungkin lagi ada tugas atau makalahnya ditolak sama dosen pembimbing. Nanti coba kamu temui dia." Hera merangkul pundak dan menghiburnya. Ia masih diam terpaku melihat pesan yang baru ia kirimkan juga bernasib sama dengan pesan sebelumnya.

Sore harinya di tempat biasa dan jam yang sama, Maura menanti Harvey di tempat biasa mereka bertemu. Bukit belakang kampus, di bawah pohon besar dan rindang. Namun sampai hampir matahari terbenam, batang hidung Harvey sama sekali tak nampak. Pesan yang ia kirimkan semalam pun masih belum terbaca. Di puncak rasa kesal dan penasaran, Maura memutuskan langsung menghubungi kekasihnya itu.

"Sayang, kamu kenapa tidak balas pesanku?" Sembur Maura begitu Harvey menjawab panggilannya.

"Maaf, aku sibuk." Suara Harvey terdengar datar dan tak bersemangat.

"Kamu kenapa sih, Yang? Ada masalah? Ke bukit harapan yuk, aku nungguin kamu dari tadi loh. Buruan sudah hampir gelap," rengek Maura.

"Maaf, aku sudah di rumah sejak siang."

"Hah, kamu kok kamu tinggalin aku? Kamu kenapa sih hari ini?" Maura terlonjak berdiri. Baru kali ini Harvey pulang tanpa menunggunya.

"Maaf, aku tutup dulu ya, Mama memanggilku." Tak menjawab pertanyaan kekasihnya, Harvey memutus sambungan telepon begitu saja.

"Harvey?" Maura menatap nanar layar ponselnya yang telah mati. Sepanjang perkenalannya dengan Harvey, tak pernah pria itu memutus sambungan telepon secara sepihak.

Berapa kali kata maaf diucapkan kekasihnya, ada apa dengan Harvey? Apa telinganya tadi salah mendengar, seperti ada suara wanita memanggil nama kekasihnya?

Harvey selingkuh? atau ia yang terlalu jauh berpikiran buruk karena sikap kekasihnya yang tiba-tiba berubah?

Maura pulang ke rumah dengan banyak pertanyaan berputar dikepalanya. Ia masuk ke dalam kamar lalu naik ke atas ranjang tanpa melepas bajunya sama sekali. Pikirannya terlalu berat hanya untuk sekedar berganti pakaian.

Tepat tengah malam saat ia sudah terlelap, alarm ponselnya berdering. Hari ini tepat Harvey mengungkapkan perasaanya saat pengumuman kelulusan SMU di depan teman-teman dan gurunya.

"Aah, pasti dia lagi ngerjain aku. Mau buat sandiwara cuekin aku, terus mau kasih kejutan." Senyum Maura mengembang lebar.

Di benaknya sudah tergambar bagaimana besok Harvey memberinya kejutan yang romantis. Apalagi beberapa hari yang lalu, mereka sempat membicarakan hal yang mengarah ke masa depan. Larut dengan khayalannya, Maura berguling-guling di atas ranjang kegirangan.

"Senang banget kelihatannya, Sudah baikan?" Hera menggoda Maura yang sedang mengamati layar ponsel, menantikan pesan atau telepon dari Harvey di hari jadi mereka.

"Hari ini ternyata, hari jadi kami yang kelima," bisik Maura senang.

"Lalu?"

"Sepertinya aksi diamnya kemarin, mau kasih kejutan. Mau berusaha bikin aku marah ceritanya," ujar Maura yakin.

"Masuk akal." Hera menganggukan kepala setuju.

"Kalau Harvey nanti ngelamar, aku jawab apa ya?"

"Emang dia mau ngelamar kamu?"

"Maunya sih seperti itu." Maura terkikik senang, "Harvey bilang, setelah dia lulus kita segera menikah tidak peduli aku sudah selesai kuliah atau belum." Maura tersipu mengingat pembicaraan mereka di atas bukit harapan.

"Kalau dilamar ya tinggal bilang aku terima, Sayang."

"Nah, nah tuh bener aku bilang." Mata Maura berbinar melihat nama Harvey memanggil di layar ponselnya.

"Ya, Har." Lama tak mendengar suara kekasihnya, dada Maura berdegub kencang seperti saat Harvey masih melakukan pendekatan di bangku SMU.

"Besok malam ulangtahun pernikahan Mama dan Papa."

"Kamu mengundangku, Harvey?" Maura tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya.

"Aku hanya memberitahu saja, kamu tak harus datang. Ini hanya acara keluarga sederhana saja."

"Bisa. Aku pasti hadir." sahut Maura cepat. Ia menahan laju suaranya agar tak terdengar terlalu bersemangat.

"Tapi maaf, aku tidak bisa menjemputmu karena ada yang harus aku siapkan. Kalau kamu kesulitan, tak perlu datang." Harvey masih berusaha melarangnya untuk hadir.

"Tidak apa-apa, nanti aku bisa naik taxi online."

Maura menahan senyumnya mendengar Harvey sedang mempersiapkan sesuatu. Dalam benaknya, pria itu akan berlutut melamarnya dan menyematkan cincin di jari manisnya.

"Kamu yakin? tempatnya jauh, tidak masalah kalau kamu tidak datang."

"Aku yakin, Har. Kirimkan saja alamatnya."

"Baiklah, nanti aku kirim lewat pesan." Terdengar helaan nafas berat di seberang sana.

"Oke, Sayang. Sampai ketemu besok I Love you."

" ... Sampai ketemu besok, Maura. "

Ada denyut tak nyaman dengan ucapan Harvey sebelum memutus percakapan. Tak ada balasan ungkapan cinta yang ia lontarkan sebelum mengakhiri pembicaraan.

Maura menimang-nimang ponsel di tangannya. Sejak kemarin Harvey mengundangnya lalu mengirimkan alamat diadakan acara keluarga mereka, kekasihnya itu tak lagi menghubunginya.

"Molaaa, itu taxi online mu sudah dataang." Mamanya berteriak dari lantai satu.

"Ya, Maaa." Setelah memastikan penampilannya tidak ada yang kurang, ia bergegas keluar dari kamar.

"Duuh, cantiknya anak gadis Mama. Kamu yakin tidak mau diantar Papi atau kakakmu?" Mama menangkup pipi Maura.

"Kak Willi 'kan lagi pergi sama ceweknya. Mama tahu sendiri kalau Papi tidak terlalu suka sama Papanya Harvey."

"Ya, Mama tahu mereka memang selalu bersebrangan dalam bisnis. Lagipula ini memang acaramu dengan keluarga Harvey. Hati-hati, ya. Ingat, jangan pulang sendiri. Tunggu Harvey mengantarmu pulang!" Mama mengacungkan jari telunjuk sebelum putrinya menutup pintu mobil.

Taxi online yang ditumpangi Maura membawanya ke hotel berbintang, di mana ballroom terbesarnya sudah di sewa oleh orangtua Harvey.

'Bilangnya pesta keluarga sederhana, tapi tempatnya mewah yang diundang juga para pejabat.' Maura mengedarkan pandangannya. Ia berdiri di antara pria dan wanita dewasa yang terlihat terhormat.

Tak ada yang menyambutnya. Harvey dan keluarganya pun sama sekali tak terlihat. Persiapan di ruang acara semua ditangani oleh event organizer. Maura mengambil posisi di sudut kanan dekat pemain musik. Setidaknya ia tidak merasa kesepian di sana.

Hingga pembawa acara naik ke atas panggung membawakan sepatah dua patah kata penyambutan, Maura masih tak mengenal seorangpun di antara undangan yang masuk ke dalam ruangan bersamanya.

"Apa aku salah tempat?" Maura kembali melihat pesan yang dikirimkan Harvey padanya semalam. Tepat saat itu pembawa acara mempersilahkan para undangan berdiri, untuk menyambut tuan rumah yang akan segera memasuki ruangan.

...❤️🤍...

Terpopuler

Comments

Mutia Kim🍑

Mutia Kim🍑

Jangan terlalu berharap banyak Maura, nanti nyesek....😭

2023-06-16

0

Mutia Kim🍑

Mutia Kim🍑

Bohong banget si Harvey🙃

2023-06-16

0

Ra2_Zel

Ra2_Zel

kayaknya tunangan nih. sabar ya Maura

2023-06-06

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!