Dia calon istriku

Bukan seperti itu yang ia mau. Tak pernah terlintas dipikirannya akan memanfaatkan siapapun termasuk Kendra. Pria itu yang hadir dan menawarkan bahu untuk bersandar saat ia mengalami kehancuran. Pria itu juga yang memaksakan hubungan mereka, dia tidak pernah memintanya. Jadi apa ia salah jika tak bisa menepati janji?

Belum selesai ia bergumul dalam hati dan pikirannya, Harvey menggiringnya mendekati Kendra.

"Hai," sapa Harvey sombong. Lengannya semakin erat melingkar di pinggang Maura.

"Ada apa," sahut Kendra datar. Mata elangnya tak bisa beralih pada jari Harvey yang sesekali mengusap pinggul Maura.

"Hanya ingin menyapa, kita sering mengambil kelas yang sama tapi jarang mengobrol. Kebetulan kami lewat dan lihat kamu di sini, apa salahnya menyapa." Harvey tak peduli dengan senyum sinis Kendra. Ia sangat menikmati reaksi saudara tirinya itu.

"Kalau begitu, hai juga," sahutnya dingin.

"Oh ya, aku mau mengucapkan terima kasih kamu kemarin sudah menemani calon istriku." Harvey memberi penegasan pada kalimatnya, seolah memberi batas pada Kendra akan hak miliknya.

"Calon istri? Maksud kamu wanita berambut coklat sebahu yang sering datang kemari dan menciummu di tempat umum? Aku tidak merasa menemaninya." Kendra tertawa sinis.

Harvey tak terpengaruh dengan sindiran Kendra, ia tetap tersenyum dengan angkuh.

"Tidak perlu dijelaskan siapa wanita yang kamu temani kemarin. Sayang, kamu sudah ucapkan terima kasih sama dia?" Harvey menoleh ke arah gadis yang tampak gugup di sampingnya. Jarinya menyelipkan rambut di belakang telinga Maura.

"Sudahlah, Harvey." Maura menepis tangan Harvey pelan. Ia sudah tidak sanggup berada di bawah tatapan tajam Kendra.

"Kenapa, Sayang. Kamu harus ucapkan terima kasih pada Kendra, dia baik sekali sama kita berdua. Aku sungguh senang punya teman seperti dia." Tangan Harvey menepuk-nepuk pundak Kendra cukup keras.

"Aku masuk kelas dulu." Terlepas dari genggaman Harvey, Maura langsung melarikan diri menjauh dari kedua pria itu.

"Kamu lihat? Dia tidak bisa jauh dariku, Ken. Asal kamu tahu, dia tetap akan menjadi milikku."

"Kamu ingin memilikinya dengan menyakitinya? Aku tidak paham dengan jalan pikiranmu."

"Kamu memang tidak pernah bisa sepaham denganku, karena kita berasal dari strata yang berbeda," Harvey mendekatkan wajahnya ke arah Kendra lalu menambahkan dengan berbisik sinis di depan wajah saudara tirinya itu, "Antara keturunan terhormat dengan anak pelacur."

"Bajingan!" Kendra merangsek maju. Tangannya merenggut kemeja bagian depan Harvey. Ia tidak pernah bisa menahan emosi jika Mamanya yang dihina.

"Kenapa, Ken. Pukul saja, biar semua tahu kamu berasal dari mana. Anak yang lahir dari kubangan lumpur sepertimu, tidak pantas berada di sini. Kamu hanya beruntung Papaku masih menganggapmu ada." Harvey semakin menjadi-jadi memanasi Kendra.

Tujuannya adalah saudara tirinya itu emosi hingga menghajarnya, lalu terkena surat peringatan dari kampus dan memancing kemarahan Papanya yang sudah membiayainya. Meski berasal dari keturunan yang sama, ia tidak pernah suka Papanya mencurahkan perhatian juga pada Kendra. Ia merasa posisinya sebagai anak satu-satunya terancam akan keberadaan saudara tak diinginkannya itu.

Rahang Kendra beradu saling bergemeletuk menahan emosi yang menggelegak dalam dadanya. Dendam serta cemburu beradu menjadi satu. Tangannya sudah mengepal di samping badannya. Otaknya mengatakan ingin segera menghabisi pria yang tersenyum angkuh di hadapannya, tapi hatinya memintanya untuk berpikir dengan kepala dingin.

Kendra menghempaskan tubuh Harvey ke pilar penyangga gedung. Nafasnya tersengal dengan tatapan lurus dan tajam.

"Aku tidak akan mengotori tanganku, karena masih menghargai darah Papa yang mengalir di tubuhmu."

"Jangan sebut dia Papamu! Dia bukan Papamu, ibumu tidak pernah diakui!" Gantian Harvey yang emosi. Rasa ego yang tinggi membuatnya tak suka miliknya diakui oleh orang lain terlebih Kendra saingannya.

"Faktanya Bapak Bramantyo Aditomo adalah Papa kandungku. Darahnya mengalir dalam tubuhku." Kendra tersenyum penuh kemenangan.

"Aku ingatkan kamu anak haram, jangan pernah dekati calon istriku lagi!" ancam Harvey dengan telunjuk mengarah persis di wajah Kendra.

"Kita lihat saja nanti. Aku juga tidak akan membiarkan Maura dikotori oleh tanganmu." Kendra menepis tangan Harvey yang tepat berada di depan wajahnya.

"Cih, sombong!" Harvey medecih dan meludah ke tanah, "Kamu pikir dia dan keluarganya akan mau sama kamu, kalau tahu bagaimana dirimu yang sebenarnya?"

"Aku rasa akan diterima sangat baik, mengingat aku juga keturunan dari Bapak Bramantyo Aditomo yang terhormat." Kendra menyelipkan kedua tangannya di saku celana. Senyumnya mengejek Harvey yang semakin memanas.

"Oh ya, calon istri mana yang kamu maksud? Jangan sampai salah, mungkin yang kamu maksud itu gadis berambut coklat yang sering bergulat bersamamu di dalam apartment. Kalau yang kamu maksud Maura, sepertinya kamu salah karena dia calon istriku." Senyum Kendra semakin lebar melihat Harvey yang tambah belingsatan mendengar perkataannya.

"Aku akan buat perhitungan denganmu kalau berani mendekatinya, Ken." Harvey kembali mengacungkan telunjuknya tepat di depan wajah Kendra.

"Ya, ya, ya, terserah apa kata calon istriku saja nanti." Dengan santainya Kendra menurunkan tangan Harvey lalu beranjak pergi dari sana.

"Mau kemana kamu, aku belum selesai!" hardik Harvey.

Kendra membalikkan badan dan berucap sembari berjalan mundur, "Ada perlu apa lagi? kelasku sebentar lagi mulai dan setelah itu aku harus mengajari calon istriku memasak. Kita lanjutkan nanti ya, kakakku tersayang." Kendra langsung berbalik dan berlari sebelum Harvey menarik dan menghajarnya.

Harvey menggeram dan menendang pilar yang berada di dekatnya. Ia selalu kalah beradu mulut dengan Kendra. Saudara tirinya itu pandai sekali memainkan emosinya.

Walau dapat mengatasi Harvey, hati dan pikiran Kendra masih tak tenang. Ia memilih absen kuliah dan menunggu Maura di depan gedung fakultasnya. Ia tidak ingin langkahnya di dahului oleh Harvey. Ia yakin dan berniat untuk merebut dan menyelamatkan Maura dari cengkraman saudara tirinya.

Kendra berdiri di sela pepohonan sembari mengawasi kalau-kalau ada Harvey yang berniat sama dengannya.

"Hei, sudah selesai. Yuk, pulang." Tanpa aba-aba Kendra langsung menggandeng tangan Maura begitu gadis itu keluar dari kelasnya.

"Kamu?" Maura terbelalak tak menyangka.

"Iya, aku. Kenapa?"

"Ngapain di sini?" Maura mengamati tangannya yang ada dalam genggaman Kendra.

"Jemput pacarku."

Maura mengikuti langkah Kendra dengan langkah diseret. Matanya mencari-cari seseorang di antara banyaknya mahasiswa di antara mereka.

"Cari siapa?"

Maura menggeleng dengan kening berkerut.

"Ayo." Kendra menarik tangan Maura agar gadis itu berjalan lebih cepat lagi.

"Ken, berhenti dulu!" Maura menarik tangannya hingga langkah Kendra terhenti.

"Ada apa? Kamu tunggu siapa? Harvey?" cecar Kendra.

"Aku tadi berangkat sama dia, tadi juga janji pulangnya sama-sama," cicit Maura dengan mata masih mencari-cari seseorang.

"Mola, jika aku melepas tanganmu sekarang, mungkin aku tidak akan bisa menggandengnya lagi." Kendra menatap sedih pada tangan mereka yang saling tergenggam.

...❤️🤍...

Terpopuler

Comments

Red Velvet

Red Velvet

Semangat bang Kendra, jodoh gak bakal kemana. Ku yakin Maura adalah jodohmu.

2023-05-15

0

Nayla Ujji ...

Nayla Ujji ...

Ayo.. maju pantang mundur, kendra.

yakinlah.. Mr. Ray,
papa nya Maura baik. bisa menerima mama nya Maura dengan keadaan apapun.
kamu pasti di Terima keluarga nya dengan baik.

2023-05-14

0

moerni🍉🍉

moerni🍉🍉

mauraa....pinter dikit donk....masak enggak punya prinsipppp....kalah donk sama emak kau....yg kisah hidup nya jelimet ....

2023-05-14

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!