Kita Pacaran?

Ingatan Maura kembali saat ia mendengar adegan panas yang terjadi di apartment Harvey. Lalu ia mengangkat kepalanya dan menantang mata kekasihnya itu, "Iya," ucapnya lugas.

"Maura, kita sudah saling berjanji. Kamu ingat?" Harvey berupaya meraih tangan Maura.

"Aku ingat. Aku juga ingat cara kamu memandangnya dan caramu menciumnya."

"Maura, kamu tahu itu hanya sandiwara."

Maura menggeleng, ia ingin percaya tapi sekaligus tak mau percaya.

"Kita sudah selesai, Harvey. Aku sekarang sudah bersama Kendra." Maura menggamit tangan Kendra agar Harvey tak berusaha lagi memegang tangannya. Maura meringis ketika merasakan tangannya diremas Kendra erat.

"Maura, please kenapa jadi begini. Tidak bisakah kamu menungguku sebentar saja?" Harvey mengusap kasar wajah serta menyugar rambutnya.

"Sampai kapan? Sampai kamu menikah dengannya? Atau sampai dia hamil?"

"Itu tidak akan terjadi, Sayang. Percaya sama aku."

"Begini saja, kita buat perjanjian. Sementara kita jalan masing-masing seperti ini, kamu sama dia dan aku dengan Kendra. Jika sampai suatu saat semua omonganmu terbukti, kita kembali bersama. Dengan begini, tidak akan ada yang merasa sakit hati," tantang Maura.

"Hei, hei, heeii! Adakah yang melihat keberadaanku di sini? Tidakkah kamu harus meminta pendapatku terlebih dulu?" Kendra melotot tak terima. Namun sejurus ia terdiam setelah Maura melotot padanya.

"Mana bisa seperti itu, Sayang. Aku tentu tidak rela kamu bersama dengan pria lain."

"Kamu kira aku rela dan ikhlas kamu bersamanya tiap hari?!"

"Kita sudah sepakat, Maura. Kenapa jadi seperti ini sih?" Tak merasa bersalah sama sekali, Harvey memutar balikan semua kesalahan pada kekasihnya. Itu semua ia lakukan karena masih menginginkan Maura menjadi pendampingnya, sekaligus Reva sebagai penghangat tempat tidurnya.

"Terserahlah, Harvey kamu mau terima atau tidak. Aku sudah lelah." Maura berbalik meninggalkan Harvey dan Kendra yang saling menatap dengan tajam.

"Maura, aku terima tawaranmu!" seru Harvey dengan tatapan ingin meremukan Kendra, "Jaga tanganmu, jangan sampai kamu menyentuh calon istriku seujung rambutnya," ancam Harvey.

"Bah! Macam mana pacaran tidak berbuat apapun. Kamu lupa kalau kita sudah berciuman dan di kamar hanya berduaan? kamu kira kita main petak umpet? Oh ya, benar kita main petak umpet di bawah selimut." Kendra menyeringai puas.

"Baji---"

Maura berteriak sebelum kepalan tangan Harvey menyentuh rahang Kendra, "Stop! ayo cepat Ken, aku sudah telat masuk kelas."

Kendra melayangkan sebuah lambaian kemenangan sebelum berbalik dan mengikuti langkah Maura. Hatinya berkibar senang, saat Maura mengatakan bahwa mereka akan menjalin hubungan. Apakah itu sama dengan menembaknya untuk dijadikan pacar?

"Jadi kita jadian nih?" Kendra berbisik senang.

"Mimpi!"

"Memang seperti mimpi sih, tapi ini benar 'kan?"

"Males banget punya pacar seperti kamu."

"Loh, kamu sendiri yang bilang di depan Harvey tadi. Aku dan kamu lalu dia sama tunangannya, seperti itu yang aku dengar tadi."

"Dengar ya, itu tadi hanya pura-pura. Bisa bedain ga sih?"

"Ow, pura-pura. Ya sudah, kamu hadapin aja si Harvey sendirian. Ingat, jangan bawa-bawa namaku, karena nanti kalau Harvey tanya aku akan bilang kalau tidak ada hubungan apapun dengan yang namanya Maura. Semua hanya pura-pura." Kendra mempercepat langkahnya dan berhitung dalam hati.

'satu ... dua ... ti---'

"Kendra!" Maura berteriak sembari menghentakkan kaki kesal.

'Uhuuyy' Kendra bersorak dalam hati lalu berbalik dengan wajah datar.

"Apa lagi?"

"Ya sudah."

"Ya sudah apa?"

"Kita pacaran." Maura memalingkan wajahnya yang memerah.

"Ini beneran atau pura-pura?"

"Beneran."

"Oke, panggil Sayang dulu dong."

"Males!"

"Males juga aku jadi pacar kamu, galak!" Kendra kembali berbalik memunggungi Maura.

"Sayang!"

"Yang mesra dong, aku gak punya cita-cita punya pacar macan."

Maura menghentakkan kakinya sekali lagi, kesabarannya sudah memuncak menghadapi musuhnya sejak SMU itu.

"Kendra, Sayang kita sekarang pacaran ya ... sementara doang!" Maura menambahkan dalam hati.

"Oke, Sayang kalau begitu maumu. Kita pacaran mulai sekarang." Rasanya ingin salto mengelilingi lapangan kampus saat Maura menyebut namanya dengan akhiran kata sayang.

"Issh, turunin gak tanganmu!" Maura menggerakan bahunya risih, saat tangan Kendra merangkul pundaknya.

"Kita pacaran loh sekarang."

Maura memutar bola matanya kesal.

"Dah, Sayang. Nanti kalau sudah habis jam kuliahnya, kabarin ya." Kendra berseru kencang sebelum ia pergi ke gedung fakultasnya sendiri.

"Sayang? Kamu jadian sama dia? Bukannya kamu baru aja putus ya sama Harvey, cepat amat move on-nya." Hera nyengir menggoda.

"Buat apa kebanyakan galau," sahut Maura asal. Ia sudah kehabisan kata-kata untuk menjelaskan kebodohannya.

Menggunakan Kendra sebagai tameng untuk menjaga harga dirinya, memang terdengar sangat kejam. Apalagi ia sangat tahu, Kendra menaruh hati padanya sejak SMU. Pria itu selalu menjengkelkan dan selalu membuatnya marah, tapi akhirnya ia tahu kalau sikap Kendra selama ini karena ingin mencari perhatiannya.

Kaki Kendra melangkah ringan menyusuri lorong yang mengarah ke fakultasnya. Tiba-tiba seseorang melemparnya dengan sesuatu. Batu sekepalan tangan orang dewasa mengenai punggungnya.

"Mau apa sih kamu!" Kendra menatap geram pada Harvey yang bersandar di sebuah pohon.

"Batu itu hanya sebagai pengingat, agar kau selalu tahu kalau Maura tak akan sepenuhnya kamu miliki. Aku dan dia sudah punya perjanjian. Dia bersikap seperti itu hanya karena emosi dan salah paham, kamu tahulah wanita yang cemburu seperti apa." Harvey menimang sebuah batu lagi di tangannya.

"Lalu maumu apa? kalian sudah putus dan kamu sendiri juga sudah punya tunangan. Jangan serakah kamu." Kendra malas menanggapi, ia kembali melanjutkan langkahnya.

"Hei, anak haram! Jangan terlalu tinggi menaruh harapan. Tempatmu bukan di sini apalagi di samping Maura."

Kendra menghentikan langkahnya. Harvey selalu menyentil kelemahannya jika merasa dirinya akan melampaui langkahnya. Pemuda itu tahu betul sisi gelap dirinya dan itu membuatnya tak dapat lebih menonjol dibanding Harvey yang sempurna.

Kendra dan Harvey bagai dua sisi mata uang logam jika disandingkan. Sama-sama mempunyai paras yang menarik, cerdas dengan gayanya masing-masing. Harvey yang tampil sebagai pria santun dan sempurna sedangkan Kendra yang usil dan sulit diatur.

Berasal dari ayah yang sama, tapi sayangnya beda rahim. Ayah mereka harus menikah karena untuk kepentingan bisnis kala itu, dalam keadaan masih belum memutuskan hubungan dengan kekasihnya.

Hati yang hancur dan remuk, membuat dua kekasih yang dipaksa berpisah itu gelap mata. Keduanya melakukan hubungan terlarang walaupun sang pria sudah terikat pernikahan.

Hubungan terlarang itu menghasilkan Kendra. Ia terpaut hanya satu bulan dengan Harvey yang sudah terlebih dulu lahir. Meski tak dinikahi, Ibu Kendra tetap bersikukuh melahirkan dan membesarkan bayinya. Keduanya sejak dalam kandungan ditakdirkan untuk selalu bersaing.

...❤️🤍...

Terpopuler

Comments

Widi Widurai

Widi Widurai

brt klakuan bejat bapaknya nurun ke harvey. sama sama pengecut dan serakah. kasiha maura, nanti kaya ibunya kendra kl sampe masih mau sama harvey

2024-02-12

0

TikaPermata

TikaPermata

astagaaa😅😅😅

2023-06-02

0

Red Velvet

Red Velvet

Kendra mau pacaran kok terkesan maksa ya😅 eh ternyata Harvey dan Kendra satu ayah toh, gimana ya kalau Harvey tau asal usul Maura🤭

2023-05-09

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!