Mertua Durjana

Mertua Durjana

Bab 1. Perubahan Sikap

Hanum Hanjani, janda cerai berusia 28 tahun baru saja menikah dengan perjaka, Ismawan yang berusia 33 tahun. Walaupun dari segi umur, Ismawan termasuk tidak muda lagi, tetapi itu merupakan pernikahan pertamanya.

Pernikahan mereka bukan karena unsur perjodohan, melainkan Hanum adalah pilihan Ismawan sendiri. Dia mengenal Hanum tanpa sengaja dan pada akhirnya Ismawan mau menikah dengannya.

"Terima kasih sudah mau menikah denganku, Num. Semoga kita bisa hidup bahagia selamanya," ujar Ismawan yang mencoba memberikan janji manis dalam indahnya pernikahan yang akan mereka jalani selanjutnya.

"Aamiin. Terima kasih, Mas. Aku pun berharap seperti itu," ujar Hanum.

Setelah pernikahan, Ismawan memboyong Hanum ke rumahnya. Rumah yang ditinggali bersama ibunya, Kasmirah. Hanum pun tidak menolak ke mana pun suaminya akan membawanya. Namun, Hanum tidak tahu jika pernikahan yang terjadi saat ini sama sekali tidak diinginkan oleh ibu mertuanya.

"Is, sudah ibu bilang kan, kalau Hanum itu tidak pantas menikah denganmu. Mana dia dulunya janda lagi. Ibu maunya kamu nikah sama orang lain, eh milihnya dia. Ibu nggak bisa nolak karena kamu sudah terlanjur melamarnya. Kalau tahu begitu kan masih bisa dibatalkan," ujar Kasmirah yang tanpa sengaja didengar oleh menantunya, Hanum.

"Udahlah, Bu. Namanya jodoh kan aku juga nggak tahu. Yang penting aku udah nikah kan beres, Bu. Hanum itu pilihanku. Aku mohon Ibu bisa menerimanya."

Ismawan memang dianggap perjaka telat nikah bila berada di kampungnya. Padahal di usianya seperti itu, Ismawan belum menikah karena belum menemukan orang yang tepat. Lagi pula Ismawan juga bukanlah pengangguran, tetapi sosok pekerja keras.

"Kamu ini, ya. Baru juga sekali nikah udah gak mau dengerin ucapan ibu lagi. Kamu nggak malu dapat janda begitu? Lagian dia kan janda cerai yang nggak bisa punya anak. Kenapa kamu bisa sama dia, sih? Pelet apa yang digunakan sehingga kamu mau." Kasmirah terlihat dongkol sekali.

"Udahlah, Bu. Is menikah yang penting bukan sama anak kecil. Kalau janda kan lumayan udah ada pengalaman. Lagian Hanum juga bekerja. Ibu gak akan dibuatnya pusing karena dia merupakan wanita yang bertanggung jawab," jelas Ismawan.

Sebaik apa pun Ismawan menjelaskan tentang siapa Hanum di hadapan ibunya, tetap saja tidak akan mengubah pandangan wanita itu. Terlebih Hanum bukan spek menantu idamannya.

Hanum merasa tidak nyaman mendengar penuturan ibu mertuanya. Namun, dia tidak kehilangan akal. Apalagi saat ini Hanum bekerja di kota. Tidak sulit untuk meluluhkan hati mertuanya. Biasanya ibu mertua seperti itu akan luluh dengan uang.

"Sabar, Hanum. Nanti juga ibu mertuamu akan luluh seiring perjalanan waktu. Ini baru permulaan. Jangan menyerah. Kamu harus semangat dan membuktikan bahwa apa pun ucapan ibu mertuamu adalah salah," gumam Hanum menyemangati dirinya sendiri.

Hanya ibu mertuanya yang berkata demikian. Tidak dengan suaminya yang sangat pengertian padanya. Hanum tidak salah memilih suami. Walaupun ibu mertuanya seperti itu, tetapi dia yakin kalau rumah tangganya akan berjalan baik-baik saja.

Setelah menikah, Hanum kembali bekerja ke kota. Sesekali dia pulang ke rumah mertuanya untuk sekadar menikmati hari liburnya. Saat itu adalah kesempatan bagus untuk melakukan pendekatan pada ibu mertuanya.

"Bu, maaf Hanum hanya bisa pulang ke rumah kadang seminggu atau dua minggu sekali. Jadi, Hanum nggak bisa bantu Ibu. Sebagai gantinya, Hanum mau kasih ini ke Ibu," ujar Hanum menyerahkan satu amplop putih berisi uang. Isinya jangan ditanya, asal itu untuk membahagiakan ibu mertuanya sudah lebih dari cukup.

Pertama kalinya Kasmirah menerima amplop yang diperkirakan berisi uang. Pandangannya kepada Hanum pun berubah. Dia merasa menjadikan menantunya itu aset yang sangat berharga. Setelah sekian lama menebarkan hawa negatif untuk menantunya, setelah menerima uang pada akhirnya Kasmirah bisa juga bersikap baik.

"Terima kasih, Num."

Tidak hanya sekali atau dua kali, seringkali Hanum mengirimkan uang untuk ibu mertuanya walaupun dia tidak pulang. Namun, Hanum harus mengalami hal pahit. Perusahaan tempat Hanum bekerja selama ini mendadak mengalami kebangkrutan sehingga membuat Hanum dan seluruh karyawan lainnya syok. Apalagi mereka akan mengalami PHK massal dan dengan pesangon yang jumlahnya sedikit.

Hanum pun akhirnya mengabarkan hal itu pada suaminya melalui sambungan telepon. Apalagi pernikahannya belum dikaruniai seorang anak. Mungkin ini kesempatan bagus untuk Hanum bisa kembali ke rumah dan mencoba menjalani program kehamilan bersama suaminya dan Ismawan pun setuju.

Mereka memang belum memiliki rumah sendiri sehingga Ismawan pun membawa Hanum untuk tinggal bersama ibunya. Hanum tidak bisa menolaknya karena semenjak menikah keputusan untuk tinggal di rumah keluarga Ismawan sudah disepakati sejak awal.

"Kamu nggak apa-apa kan tinggal di sini?" tanya Ismawan.

Ya, suami Hanum hanyalah buruh pabrik triplek yang bekerja di sebuah pabrik tidak jauh dari rumahnya. Namun, soal gaji, sebenarnya lebih tinggi gaji Hanum sebelum dia di PHK. Hanya saja Ismawan tidak pernah mempedulikan hal itu. Yang penting hubungannya tetap baik dengan Hanum.

"Nggak papa, Mas. Lagian kamu kan cuma bekerja 3 shift aja, sih. Sesekali kamu akan berada di rumah juga, kan. Maksudku, kamu juga akan punya waktu libur sehingga aku nggak bosan di rumah. Oh ya, mengenai pekerjaanku, bagaimana? Aku nggak apa-apa kan kalau nggak kerja? Kita kan juga udah sepakat mau promil juga, kan?"

"He em. Udah jangan khawatir. Kamu lebih baik fokus pada dirimu sendiri. Sesekali bantu ibu di rumah. Temani ibu saja ke mana pun dia minta pergi."

"Baik, Mas."

Ternyata itu tidaklah mudah. Hanum pikir karena jarang sekali tinggal bersama mertuanya hubungan mereka pasti baik-baik saja. Sayang, itu hanya bertahan saat suaminya berada di rumah. Setelah Ismawan pergi bekerja, Kasmirah mulai berubah sikap.

"Bu, mau dibantu?" tanya Hanum saat berdua saja dengan ibu mertuanya.

"Nggak perlu. Ibu alergi sama pengangguran," ujar Kasmirah membuat Hanum terperanjat.

"Bu, Hanum kan pengangguran karena perusahaan tempat kerja Hanum bangkrut. Lagi pula aku dan mas Ismawan sudah berniat untuk melakukan program kehamilan. Katanya Ibu pingin punya cucu." Hanum berusaha keras untuk meluluhkan hati ibu mertuanya.

"Ck, pasti dulunya mandul. Pantes diceraikan sama suaminya," gerutu Kasmirah yang masih bisa didengar oleh telinga Hanum.

"Bu, tolong jangan rendahkan aku seperti itu. Aku sehat dan nggak mandul, kok," ujar Hanum membela diri.

"Kalau begitu, buktikan! Jangan cuma bisa omong doang!" ujar Kasmirah.

Hanum cuma bisa mengelus dada melihat perubahan sikap ibu mertuanya. Apakah sebagai menantu, Hanum hanya dinilai dengan uangnya saja? Bagaimana kalau Hanum tidak bisa memenuhi keinginan Kasmirah nantinya? Apakah wanita paruh baya itu akan semakin menjadi-jadi?

Terpopuler

Comments

ciptoami

ciptoami

assalamua'laikum kk aku mampir...
semoga cerita nya bagus

2023-04-13

0

Isna Anm Wijaya

Isna Anm Wijaya

bagus, ceritanya jelas alurnya. semoga Hanum kuat, bukan wanita lemah yg bisanya nangis bae.

2023-04-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!