Menjadi seorang wanita yang memilih ikut ke mana pun suaminya akan tinggal. Itu sudah menjadi nilai plus untuk Hanum yang ingin menjadi istri bertanggung jawab pada suaminya. Namun, bagaimana kalau kesehariannya selalu berseberangan dengan ibu mertuanya? Mampukah dia menahan diri untuk tidak melakukan apa pun. Tentunya tidak!
Bila berbicara dengan Kasmirah tidak menemukan titik terang, maka solusinya adalah berbicara dengan Ismawan dari hati ke hati. Itu pun harus menunggu suaminya berada di kamar. Jika tidak, maka Hanum tidak tahu lagi akan menjadi seperti apa.
"Mas, aku mau minta maaf soal semalam," ujar Hanum mengawali pembicaraan.
Kalau suaminya tidak mau meminta maaf, biarkan saja. Asalkan Hanum sudah memulainya duluan. Setidaknya pembicaraan malam ini akan berlangsung dengan mudah bila suaminya merespon.
"Hemm, iya. Aku juga minta maaf. Aku mungkin sedang lelah sehingga tidak bisa berpikir secara rasional."
Hanum manggut-manggut. Dia memilin ujung dasternya untuk memikirkan cara yang tepat memulai pembicaraan agar tidak menyinggung suaminya. Beberapa hari terakhir ini dia memang sangat sensitif. Sehingga apa pun yang masuk ke telinganya seolah menjadi lawan utama bagi Ismawan.
"Mas, aku boleh bicara sama kamu? Kalau kamu nggak nanggepin pun gak apa-apa. Setidaknya udah jadi pendengar yang baik. Bagaimana? Boleh, ya?"
Ismawan mengusap wajahnya. Semoga Hanum tidak menambah lagi hal-hal yang membuatnya pusing. Cukup semalam bertengkar gara-gara uang belanja.
"Hemm, bicara saja."
"Mas, maaf kalau ini akan nyinggung kamu. Cuma masalahnya aku udah ngomong sama ibu. Kamu emang nggak ngasih uang ke aku, tapi kamu kasih ke ibu, kan? Selama ini ibu nggak pernah kasih amanah yang kamu titipkan padanya untuk aku. Jadi, aku tadi nanyain ke ibu. Dia malah maki-maki aku, Mas. Menurutmu bagaimana?"
Ini pembicaraan mode sabar yang Hanum lakukan di tengah perihnya otak memikirkan hari esok. Semoga saja suaminya mau mendengarkan dan tidak kabur-kaburan seperti sebelumnya.
"Kenapa sih masih bahas itu lagi?"
Astaghfirullah, Bambang! Suami macam apa ini? Haruskah Hanum mengirimkannya ke luar angkasa? Susah payah Hanum mengatur ucapan supaya tidak salah paham, tetapi tetap saja Ismawan seperti itu. Hanum lelah kalau berjuang sendirian.
"Aku emang udah kasih uang itu ke ibu. Aku juga udah minta ibu kasih ke kamu," imbuhnya.
Hanum sudah sedikit tenang lantaran suaminya paham arah pembicaraannya kali ini. Semoga di tengahnya nanti tidak ada lagi kata oleng atau kesalahpahaman.
"Ibu nggak kasih uang itu ke aku, Mas," ujar Hanum pelan, tetapi penuh arti.
"Kenapa kamu baru bilang sekarang? Kalau gini kan aku yang susah. Jadinya aku kan yang akn ribut sama ibu. Kamu gimana, sih? Jangan mentang-mentang kemarin kamu ada uang, terus sekarang nyalahin aku sama ibu."
Jantung Hanum rasanya seperti naik roller coaster. Dia cuma tahu naiknya, tetapi tidak tahu caranya turun. Suaminya ini sebenarnya terbuat dari apa, sih? Hanum pikir semuanya akan berjalan mudah, ternyata sama saja.
"Mas, mana aku tahu kalau kamu kasih uang ke ibu? Selama ini aku nggak minta, kupikir kamu yang akan ngasih ke aku. Nyatanya saat aku diam saja, kamu bahkan nggak bahas masalah uang sama sekali ke aku. Lalu, aku harus bagaimana? Aku harus nanya terus, gitu? Nanti kamu marah sama aku lagi. Bisa nggak sih uang yang seharusnya untuk aku tidak dititipkan sama ibu? Aku ini udah pusing banget loh, Mas. Gak ada lagi uang yang bisa kupake. Mau minta sama ibu pun nggak dikasih sama dia," ujar Hanum dengan wajah kesal.
"Ya udah. Gitu aja dibikin ribut. Kalau uangnya udah di ibu, tinggal minta saja. Apa susahnya?"
"Mas, aku udah bicara baik-baik sama ibu, tapi tetap saja beliau gak mau bahas apa pun soal uang itu. Aku bisa apa? Kamu punya uang kan untuk aku?" Daripada pusing dan tidak mendapatkan apa pun, terpaksa Hanum melakukan hal seperti itu.
Ismawan menarik napas panjang. Dia sebenarnya mau keluar kamar karena kesal, tetapi Hanum buru-buru mengunci pintunya.
"Kamu mau ke mana, Mas? Kita belum selesai bicara, loh. Tolong jangan jadi pria pengecut yang setiap ada masalah selalu kabur. Aku udah sabar banget ngadepin kamu. Sampai kapan kamu akan bertingkah seperti anak kecil, Mas? Kita ini udah dewasa dan berumah tangga. Bukan main-main lagi."
"Mana kuncinya? Ini tumben loh kamu selalu bikin kepalaku pusing terus. Kemarin soal uang dan sekarang bahas ibu. Besok apalagi? Kan aku udah kasih solusi. Apalagi yang harus dibicarakan?"
"Mas, kamu kok kesannya gak belain aku sama sekali, ya? Oke aku tahu kalau dia itu ibumu, ibu mertua bagi aku. Aku udah ngomong sama dia buat minta uang yang seharusnya buat aku. Mas gak tahu kan kalau dia udah maki-maki aku? Aku cuma minta apa yang seharusnya buat aku. Itu pun nantinya akan balik lagi ke rumah ini. Kalau emang Mas gak mau aku ribut terus sama ibu, ya udah kita ngontrak!"
Nah, pembahasan ini yang paling tidak disukai Ismawan dari istrinya. Sudah ditegaskan berulang kali kalau Ismawan akan tetap tinggal di rumahnya sendiri. Ini juga rumah orang tuanya yang sudah menjadi hak milik Ismawan.
"Nggak! Jangan mulai lagi, ya! Aku bisa aja bersikap kasar sama kamu kalau terus saja memaksa."
Hanum terkejut. Ismawan yang merupakan sosok pria tenang, tiba-tiba berubah dalam beberapa waktu.
"Mas, kamu bicara apa, sih? Aku kan ngomong kenyataannya seperti itu."
"Pantes saja ya kamu dicerai sama mantan suamimu. Gak tahunya sikapmu seperti itu. Mungkin saja dulu kamu yang mulai duluan hingga mantanmu muak."
"Mas, tolong jangan ungkit masa lalu aku. Kalau kamu tidak tahu cerita yang sebenarnya, lebih baik kamu diam. Urusan kita sekarang bukan tentang masa lalu, tetapi rumah tangga kita yang masih dicampuri oleh ibu mertua. Ibumu, Mas, ibumu!"
Ismawan mengepalkan tangannya. Dia kesal lantaran setiap malam harus bertengkar seperti ini. Dia butuh ketenangan karena seharian dituntut untuk bekerja dengan target.
"Itu juga yang bikin mantan suami kamu nggak betah. Kalau dikasih tahu, bukannya usaha memperbaiki diri. Malah melawan suami. Sebenarnya malam ini aku malas berdebat, tapi kamu terus saja mancing aku. Maumu sebenarnya apa, sih?"
"Aku cuma mau kamu kasih uang ke aku, bukan ke ibu. Kalau kamu emang mau kasih ibu, silakan saja. Namun, bukan berarti kamu titipkan uangku sama ibu."
"Ck, perhitungan sekali sama ibuku," gerutu Ismawan. "Makanya jadi mantu jangan suka ngajak ribut mertua. Diminta baik-baik pasti dikasih, kok. Kamu mintanya pasti maksa sampe ibu kesal."
Sumpah demi apa pun, Ismawan benar-benar duplikat ibunya. Suka sekali memojokkan dan menuduh. Perubahan sikapnya benar-benar di luar dugaan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Sri Puryani
cr kerja lg aja num
2025-01-11
0
ciptoami
aduh punya suami. model begituan enaknya di apain thor...
yang sabar ya buat hanum
2023-04-14
1