Agaknya perbincangan terakhir Hanum dan ibu mertuanya bukan akhir yang sebenarnya. Itu merupakan babak baru untuk rumah tangga Hanum dan Ismawan.
"Num, hari ini tugasmu mengurus rumah. Mulai dari memasak, beberes, dan semuanya. Karena kamu hidup numpang, jadi tolong sadar diri," ujar Kasmirah tanpa peduli lagi bahwa Hanum adalah menantunya.
Ismawan sudah pergi ke pabrik sejak pagi. Seusai sarapan tentunya. Yang memasak pun bukan lagi Kasmirah, melainkan Hanum sendiri.
"Bu, tapi Hanum sudah masak sedari pagi. Hanum cuma tinggal melanjutkan cuci piring saja. Sudah tidak ada lagi pekerjaan, bukan?" ujar Hanum alih-alih untuk menolak secara halus.
"Ck, kamu pikir hanya urusan masak dan cuci piring saja? Kamu juga harus nyapu, ngepel, nyuci baju seluruh anggota keluarga di rumah ini. Jangan lupa cuci semua gorden. Sudah waktunya diturunkan. Selain itu, jangan lupa ganti sprei di semua kamar. Itu juga sudah waktunya. Jangan lupa kamu cuci juga," ujar Kasmirah menjelaskan semua tugas menantunya.
Hanum tercengang. Ingin menolak, tetapi sebagai menantu sulit sekali menerima perintah yang list-nya sepanjang jalan kenangan dan selebar kebencian ibu mertuanya.
Sementara Hanum menyelesaikan pekerjaan rumah yang menurutnya tidak masuk akal, ibu mertuanya malah pergi ke tetangga. Lebih tepatnya untuk berkumpul dengan tetangga. Apalagi kegiatannya kalau bukan bergunjing ria dan ketik obrol tiada akhir.
"Loh, tumben Bu Kasmirah. Kok bisa jalan dan sesantai ini? Biasanya juga begitu sibuk jika mbak Hanum nggak sedang di rumah," ujar tetangganya.
"Oh, ya jelas, Bu-Ibu. Aku harus ngajarin mantu cara berbakti pada mertuanya. Itu juga udah diajarkan sejak dari keluargaku dulu. Jadi, Hanum harus mengikuti aturan mainnya," ujar Kasmirah bangga.
"Ya, Allah, Bu. Itu mantu, apa spek pembantu?" sindir tetangganya yang lain.
Kasmirah tidak peduli. Mau dikata pembantu atau apa pun, salah siapa jadi pengangguran. Harusnya Hanum mencari pekerjaan lain dan memberikan Kasmirah pundi-pundi rupiah saat seperti dia bekerja di perusahaan sebelum PHK waktu itu. Intensitas bertemu juga tidak terlalu sering sehingga meminimalkan rasa benci dan penolakan darinya.
"Bukan seperti itu, Bu. Anggep aja karena udah jadi mantuku dan dapat anakku adalah sebuah anugerah. Jadi, untuk menunjukkan rasa syukurnya, ya jelas harus membantu pekerjaan ibu mertuanya. Lah wong saya ini ibu mertua yang baik, kok. Tiap pagi juga aku yang masak buat sarapan. Belum lagi siang, sore, dan malam. Menantuku itu mengerjakan pekerjaan lainnya. Cukup adil, kan? Masak iya aku yang harus mencuci baju anakku yang sekarang udah jadi suaminya. Jelas itu nggak mungkin banget. Udah, deh. Kayak Ibu-Ibu yang ada di sini. Dulunya mertua kalian sangat sayang, kan? Kalau enggak, mana mungkin kalian sekarang bisa menjadi lebih baik," ujar Kasmirah mengarang cerita.
Sepertinya untuk menikmati leha-leha bersama tetangga sudah cukup. Kasmirah harus memastikan bahwa Hanum melakukan pekerjaan itu dengan baik. Dia juga harus memberikan peringatan karena menurut pengalaman dari beberapa ibu-ibu yang diajak mengobrol hari ini, bahwa mereka seringkali mengadukan ulah mertuanya pada sang anak, sehingga anaknya sendiri memusuhi ibunya.
"Aku harus pastikan kalau Hanum tidak ngomong sama Ismawan. Bisa-bisa anakku itu percaya padanya dan mulai membelot dariku. Enak saja. Yang lahirin dan biayai semua kehidupan putraku adalah jerih payah almarhum suamiku. Enak aja sekarang mau dikalahin sama mantu," gumam Kasmirah di sepanjang jalan pulang dari mengghibah.
Sampai di rumah, Kasmirah melihat Hanum sedang menjemur beberapa sprei. Dia juga mengeluarkan beberapa gorden yang tinggal memerasnya saja lalu dijemur.
"Sudah semuanya? Baju-baju ibu dan suamimu, apa sudah kamu cuci juga? Ingat ya, masih banyak pekerjaan lainnya lagi," ujar Kasmirah mengingatkan.
Kasmirah pun lantas pergi ke dapur. Dia berniat untuk membuat teh untuk dirinya sendiri, tetapi melihat gula di toples sudah habis sehingga dia berteriak memanggil menantunya.
"Hanum! Hanum! Ke sini kamu!" teriak Kasmirah.
Hanum yang masih fokus untuk menjemur beberapa gorden. Terpaksa dia pun meninggalkan jemurannya yang belum selesai lalu menuju ke sumber suara.
"Ya, Bu. Ada apa? Aku masih jemur gorden dan belum selesai."
"Ini gula habis. Kamu jadi mantu itu gimana, sih? Gak peka banget. Tahu gula habis mbok ya beli. Ibu mau buat teh dan gak ada gula. Ayo, belikan gula di warung dulu," perintah Kasmirah.
"Mana Bu uangnya?" tanya Hanum.
Kasmirah yang semula pura-pura sibuk menata beberapa toples bumbu yang kosong, kini beralih menatap ke arah menantunya.
"Kamu tanya ibu? Ya pakai uangmu lah. Kan kamu yang hidup menumpang di sini, bukan ibu. Oh ya, mulai detik ini, ibu nggak mau tahu. Semua kebutuhan dapur kamu yang harus beli. Nggak hanya itu, sih. Belanja harian, listrik, LPG, dan seluruh kebutuhan rumah ini kamu yang harus bayar. Kalau kamu gak mau, gampang saja. Ibu tinggal ngomong sama Ismawan kalau istrinya tidak patuh sama ibu mertuanya," ancam Kasmirah. Ini memang rencana Kasmirah untuk mengantisipasi anaknya yang akan mendukung menantunya. Itu tidak boleh terjadi. Kasmirah harus menjadi ratu di rumahnya sendiri.
Anggun pun bergegas pergi meninggalkan Kasmirah dan jemurannya yang belum selesai. Dia pun mengambil uangnya digunakan untuk berbelanja. Beruntung masih memiliki sisa dari pesangon pabrik yang sebagian uangnya sudah diberikan pada ibu mertuanya.
Setelah kembali, Hanum menyerahkan gula yang sudah dibelinya dari warung sebelah. Dia kemudian menyerahkannya pada ibu mertuanya. Apa yang terjadi selanjutnya membuat Hanum semakin harus menebalkan kesabarannya.
"Bu, ini gulanya," ucap Hanum menyerahkan satu kilogram gula putih.
"Kamu ini menantu macam apa? Sudah tahu mertuanya ingin minum teh, eh mbok ya dibuatkan sekalian. Jangan perhitungan banget kamu. Lagian bikin teh juga gak lama. Tinggal rebus air lalu tuang. Tolong buatkan. Ibu mau nonton televisi," ujar Kasmirah.
Jika bukan karena itu ibu mertuanya, entah Hanum akan melakukan apa. Padahal sudah dari pagi Hanum memasak, menyiapkan suaminya, lalu mengurus semua pekerjaan rumah. Itu pun masih belum mendapatkan ampunan dari ibu mertuanya.
Setelah mengantarkan secangkir teh, Hanum berniat untuk kembali ke luar rumah dan melanjutkan menjemur gorden. Apalagi beberapa pakaian suami dan mertuanya belum selesai dicuci.
"Tunggu! Kamu mau ke mana?" tanya Kasmirah mencegah kepergian menantunya.
"Mau menjemur gorden dan urus baju Ibu dan mas Is," ujar Hanum.
"Oh ya, jangan sampai kamu berani mengadukan ibu pada Ismawan. Sekali saja kamu bicara dengannya, ibu tidak akan segan untuk mendepakmu dari rumah ini dan meminta Ismawan untuk menceraikanmu. Mau kamu jadi janda untuk yang kedua kalinya? Awas saja kalau sampai mengadu," ancam Kasmirah.
Bagi Kasmirah, inilah permulaan kejahatan untuk menantunya. Masih ada episode selanjutnya yang akan membuat Hanum memilih dua jalan di dalam hidupnya, yaitu bertahan atau lepaskan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Sri Puryani
dl msh kerja, hrsnya uang ditabung num jgn dikshkan mertua byk" ...skrg repot sdr
2025-01-11
0
Anonymous
Ternyata ada lagi mantu bodoh
2023-06-09
0
Isna Anm Wijaya
lihat dl sikap suami nanti gmn, klo buta tuli gak mau tau penderitaan istri lbh baik pisah. sebenarnya dr sekarang pun hrs pisah rumah sixh, sebaik²nya rt ya mandiri, soal berbakti ke ortu beda ceritanya.
2023-04-12
1