Bab 12. Bercerai Saja

Hari-hari Hanum bukannya semakin santai, malah semakin tertekan. Ibu mertuanya sampai mempermasalahkan kepergian Hanum ke rumah sakit yang menghabiskan waktu seharian penuh. Sampai di rumah, tidak ada ampun bagi Hanum. Kasmirah sudah menyiapkan cucian menggunung yang harus disetrika saat itu juga.

"Bu, ini banyak sekali? Bukannya kemarin Hanum cuma nyuci sedikit saja? Kenapa banyak yang harus disetrika?" tanya Hanum heran.

"Ini hukuman buat kamu karena lalai dengan pekerjaan rumah. Kamu sudah pergi berjam-jam lamanya. Jelas saja ibu marah sama kamu. Sebagai gantinya, ibu udah keluarin semua baju lama di lemari. Selain baju ibu, ada juga baju suamimu. Kalau kamu mau lekas selesai, maka kerjakan sekarang juga!" jelas Kasmirah melemparkan beberapa baju ke wajah Hanum.

Sebagai menantu jelas Hanum sangat terhina. Namun, sebagai istri yang masih bertahan dengan rumah tangganya, Hanum mencoba berdamai dengan keadaan. Walaupun dirinya harus hancur, setidaknya pernikahan ini akan tetap berlangsung. Walaupun banyak yang mengatai Hanum bodoh karena masih bertahan dengan pernikahan toxic dan ibu mertua kejam seperti Kasmirah.

Selama masih bernapas di udara yang sama, Hanum belum menyerah. Dia masih memerlukan waktu lagi untuk meyakinkan dirinya untuk lanjut atau mengakhiri.

"Kalau seperti ini, bagaimana aku bisa bertemu dengan Wardani?" gumam Hanum sambil memulai menyetrika satu per satu baju itu.

Akhirnya, setelah menghabiskan waktu berjam-jam, Hanum memiliki kesempatan untuk bisa pergi bertemu dengan Wardani. Cumas satu caranya, yaitu saat Kasmirah memintanya untuk pergi ke pasar.

"Num, kebutuhan rumah banyak yang habis. Kamu pergi ke pasar sana! Ini ibu kasih uang tiga ratus ribu. Kalau kurang, kamu tambahin, ya? Lagian kamu kan juga udah dapat uang dari Is. Jadi, jangan pelit-pelit sama ibu mertua. Apalagi untuk kebutuhan rumah ini. Itu juga nanti balik ke kamu lagi."

Hanum tercengang melihat list belanjaan yang ditunjukkan Kasmirah padanya. List paling atas sendiri tertera daging 2 kilogram. Itu sudah menghabiskan hampir dua per tiga dari uang tiga ratus ribu itu. Semakin ke bawah, Hanum yakin kalau uang tiga ratus ribu itu akan nombok lebih banyak lagi.

"Bu, ini dagingnya nggak kebanyakan?" tanya Hanum. Siapa tahu Kasmirah memang salah tulis atau bagaimana.

"Lah kamu pikir mau beli berapa? Sekilo saja? Hanum, inget ya kalau suamimu itu doyan sekali daging dimasak rawon. Kalau kamu, makan rawon bligo duet sama tahu saja cukup. Ibu juga mesti bahagiakan Ismawan yang udah kerja keras untuk keluarga ini. Lalu, kenapa kamu masih mempertanyakan daging dua kilo itu kebanyakan apa tidak? Ya jelas enggaklah!" balas Kasmirah dengan ketus.

Daripada berdebat hingga menyita waktu, Hanum memutuskan untuk segera pergi ke pasar. Sebelum itu, dia juga mengirimkan pesan pada Wardani untuk menemuinya di warung yang tidak jauh dari pasar. Itu pun baru bisa bertemu setelah Hanum menyelesaikan belanjaannya.

Uang tiga ratus ribu yang diberikan ibu mertuanya harus habis dalam waktu beberapa menit saja. Hanum pun harus merogoh kocek pribadinya sebanyak dua ratus ribu untuk membayar kebutuhan lainnya.

Bisa dibayangkan betapa kesulitannya Hanum membawa barang belanjaan itu. Di sisi kiri dia membawa karung beras berisi 10 kilogram beras. Sementara di tangan kanannya satu tas penuh berisi belanjaan dan bumbu dapur.

"Num, kamu baik-baik saja? Sini aku bantu letakkan dulu. Kamu mau minum apa? Es teh? Es jeruk?" tanya Wardani yang melihat keringat mengucur deras di wajah Hanum.

"Teh hangat saja, War. Aku kecapekan banget hari ini."

"Ya iyalah kamu capek. Lihat barang belanjaannya ini! Harus dibawa laki-laki, bukan kamu sendirian. Ini pasti ulah ibu mertuamu yang gak ada akhlak itu, ya? Coba saja dia punya anak perempuan diperlakukan kek kamu gini. Ngamuk gak dia? Jujur aku jadi pengen cubit ginjal ibu mertuamu itu. Heran deh!" Omelan Wardani sudah seperti orang tua yang anaknya disakiti oleh ibu mertuanya sendiri.

"War, nanti aku nggak akan lama. Jadi, tolong dengarkan aku baik-baik, ya. Sebelumnya makasih karena kamu udah mau datang ke sini. Masih nggak percaya juga kalau kamu peduli sama aku," ujar Hanum.

"Lebih baik kamu makan dan minum dulu. Aku yang bayar. Ayolah, Num jangan tolak permintaanku ini," pinta Wardani.

Tetap saja temannya itu menolak. Rasa capek membuat Hanum enggan untuk makan. Dia malah lebih banyak minum ketimbang mengisi perutnya dengan makanan yang bergizi.

"Baiklah, kalau kamu nggak mau terima, aku minta bungkus saja buatmu. Kamu harus makan, Num! Ingat, ya berperang melawan kezaliman itu butuh tenaga. Kalau kamu biarkan dirimu kurus kek gini, keenakan ibu mertuamu!" oceh Wardani, tetapi dengan suara yang tidak begitu keras. Banyak orang yang berkunjung ke warung sehingga dia juga harus menjaga privasi temannya.

"Terima kasih, War. Kamu memang teman yang baik. Oh ya, aku ingin bertemu denganmu untuk meminta saran. Bagaimana cara untuk menghadapi ibu mertua dan suamiku? Aku sudah benar-benar lelah, War."

Kalau sudah seperti ini, Wardani malah ingin mencubit ginjal Hanum. Kalau Wardani jadi Hanum, dari pertama mertuanya berbuat jahat, Wardani pasti sudah kabur sejak awal. Biarkan saja dia bercerai lagi, tetapi dirinya masih tetap waras. Sementara melihat Hanum yang bertahan sejauh ini rasanya membuat Wardani ingin berdiri memberikan tepukan pada temannya dan mengucapkan bahwa kamulah manusia super itu.

"Lepaskan mereka, Num! Kamu akan jauh lebih terhormat hidup sendiri tanpa suami dan mertua. Daripada punya mertua toxic dan tidak tahu di untung begitu. Suamimu juga bego, sih! Kenapa nggak tinggal terpisah saja? Ingat, Num di dalam satu rumah tidak bisa diisi dua ratu. Masing-masing pasti akan kalah. Salah satunya seperti kamu itu, Num. Suamimu pasti akan selalu mendukung ibunya. Buktinya kamu diabaikan. Aku benar, bukan?"

Sudah pernah Hanum mengajukan minta tinggal sendiri, tetapi Ismawan menolak. Alasan pertama karena ibunya sendirian. Alasan kedua, rumah yang saat ini ditempati sudah pasti akan menjadi milik Ismawan karena dia anak tunggal. Alasan ketiga, Ismawan tidak mau mengeluarkan uang untuk membayar kontrak yang tidak murah.

"Sebenarnya aku ingin, War. Cuma masalahnya aku udah nggak kerja. Kalaupun mau pergi, aku tidak punya cukup bekal untuk itu," ujar Hanum tertunduk.

"Helo, Hanum. Bener-bener kucubit ginjalmu nanti. Di dunia ini kamu nggak sendirian. Apakah kamu tidak memiliki keluarga lagi yang bisa dijadikan tempat pelarian? Kamu bisa bercerai dengan suamimu jika semua yang kamu alami ini sudah tidak sepantasnya disandang oleh seorang istri. Lagian aku pun ikut kesal kalau kamu masih mau bertahan dengan pernikahan yang justru menambah penderitaan untukmu. Saranku bercerai saja, Num. Aku dengar saja udah gak kuat. Apalagi melihat keseharian hidup kamu," jelas Wardani.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!