Sehari-hari Hanum masih biasa saja menurut Kasmirah. Dia memang menuruti semua permintaan ibu mertuanya, tetapi itu tidak membuat Kasmirah segera puas dengan apa yang diinginkan. Tujuannya bukan hanya menyiksa menantunya lagi, tetapi untuk memisahkan menantunya dan anaknya sendiri.
"Mumpung Hanum belum hamil, aku harus segera mengambil sikap. Jangan sampai aku punya cucu dari janda yang gak jelas itu. Gak suka aku," gumam Kasmirah.
Saat memiliki kesempatan untuk berbincang dengan Ismawan karena Hanum sedang pergi ke pasar, Kasmirah segera menyampaikan kegundahannya.
"Ibu, ada apa?" tanya Ismawan yang sedang duduk di ruang tamu sambil memainkan ponselnya. Hari ini dia memang masuk shift sore sehingga ada kesempatan untuk berada di rumah pagi harinya.
"Ibu itu capek ngadepin istrimu, Is. Kamu gak tahu kan kalau dia itu malas sekali. Ibu sampe capek harus nyuruh ini dan itu," ucap Kasmirah memulai rencananya.
Awalnya Ismawan tidak percaya. Pasalnya Hanum adalah sosok yang tanggung jawab terhadap pekerjaannya. Seperti yang diketahui Ismawan bahwa di tempat kerjanya sebelum PHK, Hanum menempati jabatan di perusahaan yang bukan main-main. Dia bagian penting yang selalu menjadi penghubung antara bagian produksi dan bagian staf. Intinya, keberadaan Hanum merupakan bagian penting perusahaan.
"Masak sih, Bu. Is agak ragu kalau Hanum saat di rumah seperti itu," ujar Ismawan mengutarakan keraguannya.
"Nah, kan. Kamu pasti nggak akan percaya. Yang sering di rumah itu kan ibu, bukan kamu. Jadi, ibu tahu betul apa saja kegiatan Hanum di rumah."
Kasmirah mencoba mencari bukti-bukti yang akan memberatkan menantunya. Apalagi berbicara dengan Ismawan harus membawa bukti, bukan sekadar omong kosong saja.
Niat jahat dibarengi dengan ide-ide brilian membuat Kasmirah menemukan benda di hadapannya yang akan membuat Ismawan percaya. Apalagi kalau ini dilakukan untuk melawan menantu yang sama sekali tidak pernah diinginkan oleh Kasmirah. Bukan karena dia itu tidak cantik, tetapi karena dia dulunya adalah seorang janda.
"Tuh, liat asbak di depanmu. Isinya penuh, kan? Harusnya sebagai istri yang baik dan peka dengan urusan rumah, ya nyapu sama buang isi asbak itu. Apa dia lupa kalau suaminya perokok. Kalau ibu gak buang kan gak masalah. Suami ibu udah nggak ada lagi."
"Ya, Bu. Nanti Is tegur Hanum."
Kasmirah mana bisa langsung percaya dengan ucapan putranya. Mungkin gara-gara hal sepele mengenai asbak itu, masih belum mampu mendongkrak pikiran Ismawan untuk pro terhadap ibunya sendiri. Jangan sampai penyerangannya berbalik pada Kasmirah nantinya.
"Itu masih belum seberapa, Is. Kamu nggak tahu kan kalau tiap hari itu ibu mengomel. Masa itu bajumu cuma diletakkan di tumpukan pakaian kotor aja. Padahal ibu sudah ngomong berulang kali untuk segera mengurus pakaian suaminya. Jangan sampai numpuk biar kering. Apalagi kalau pas ngga ada panas," ujar Kasmirah membuat Ismawan mulai percaya ucapan ibunya.
"Iya, Bu. Nanti deh aku tegur Hanum. Sekarang kan masih ke pasar karena Ibu yang suruh belanja, kan? Apa ada lagi keluhan yang ingin Ibu sampaikan?" tanya Ismawan seperti memberikan keluasan Kasmirah untuk menjatuhkan Hanum di hadapan suaminya.
Kasmirah sedang memikirkan kata-kata yang pas dan cocok untuk mewakili semuanya. Setidaknya gara-gara hal itu, Ismawan pasti akan ribut dengan istrinya.
"Tunggu! Ibu ingat-ingat dulu."
Beberapa menit berpikir, akhirnya Kasmirah menemukan ucapan yang pas dan cocok untuk anaknya agar lebih membenci lagi Hanum, istrinya.
"Jadi, pas ibu mau minum teh, gulanya kan abis, tuh. Ibu minta tolong dong belikan ke warung. Eh, malah dia minta ibu uang. Kan kamu juga udah kasih uang belanja ke Hanum, kan? Ibu jadi kesel sendiri kalau ingat. Apa dia lupa kalau anakku sudah menjadi suaminya sekarang?" imbuh Kasmirah.
"Oh, baiklah, Bu. Nanti Is akan bicara sama Hanum."
"Eh, ada lagi, Is. Kadang dia itu males-malesan gitu. Ibu maunya negur, takut serba salah. Kamu juga tahu sendiri kan selama ini ibu hidup berdua saja denganmu. Mana pernah ibu bermalas-malasan kalau bukan pas capek atau sedang sakit."
Kasmirah benar. Ismawan adalah saksi hidup bagaimana ibunya berjuang seorang diri untuk menghidupi anaknya sampai bisa bekerja lalu menikah. Sekarang, tugas Ismawan adalah membimbing istrinya agar tidak berseberangan dengan sang ibu.
Menjelang sore hari di kamar, Hanum menyiapkan seragam kerja suaminya. Seragam biru telor asin yang menjadi seragam yang harus dipakai suaminya.
"Num, sebelum aku pergi kerja, aku mau ngobrol sebentar. Kamu gak sibuk, kan?"
"Nggak, Mas. Kenapa memangnya?" tanya Hanum.
"Kalau aku lagi nggak di rumah, mbok ya kamu bantu ibu. Jangan malas-malasan. Aku malu kalau ditegur ibu. Sementara kita mau pindah ke mana? Aku kan anak tunggal. Nggak mungkin ninggalin ibu sendirian. Tolong mengertilah posisiku," sesal Ismawan.
"Apa, Mas? Malas-malasan?"
"Iya. Coba kamu pikirkan perasaan ibu yang sudah menerimamu di sini. Setidaknya saat ini tolong bantu ibu atau apa pun yang ibu minta padamu. Jangan tolak, ya. Kumohon."
Hanum terkejut. Kalau suaminya bisa bicara seperti ini, otomatis telah terjadi pembicaraan antara ibu mertua dan suaminya.
"Ibu memangnya ngomong kalau aku malas-malasan, Mas? Itu nggak bener," ujar Hanum membela diri.
"Num, mana bisa aku melawan ibu. Selama ini yang di rumah kan kamu sama ibu. Jadi, itu benar atau enggaknya, mana aku tahu. Tolong kerjasamanya yang baik, ya. Jangan permalukan suamimu."
Sesakit inikah hati dan perasaannya saat suaminya juga ikut mendukung kelakuan ibunya. Kurang menurut yang seperti apa Hanum? Dia sudah melakukan segalanya permintaan ibu mertua. Namun, sepertinya dia tidak memiliki harga di mata suaminya saat ini. Entah, apa saja yang diutarakan ibu mertua pada suaminya sehingga membuat Ismawan pun turut menyerang Hanum.
"Mas, kamu hanya dengar dari sisi ibu, kan? Kenapa kamu nggak coba tanya dari sisi aku? Aku juga butuh kamu dengarkan. Bukan ibu saja," ujar Hanum melayangkan protes pada suaminya.
"Num, aku sudah mengenal ibu jauh lebih lama ketimbang kamu. Kalau aku bisa percaya padamu 10 persen saja, maka aku bisa mempercayai ibuku 50 persen. Bahkan bisa lebih dari itu," ujar Ismawan.
"Mas, kalau aku bilang apa yang diucapkan ibu itu tidak benar, kamu pasti gak percaya sama aku, kan? Jadi, percuma saja kita bicara seperti ini yang akhirnya kamu nggak akan bisa mengerti istrimu sendiri." Hanum sedih.
"Tentu. Bagiku semua ucapan ibu adalah benar. Mana mungkin ibuku berani berbohong dengan bukti-bukti yang ditunjukkan padaku. Aku cuma minta sama kamu buat nurut. Udah itu aja. Ingat, orang tua kita juga penting, kan? Kalau kamu mau patuh sama orang tua, semuanya pasti akan baik-baik saja."
Mana bisa dengan konsep seperti itu, Bambang? Hanum sudah menjelaskan posisinya, tetapi Ismawan tidak mau mendengarkan sama sekali sehingga menyebabkan posisi Hanum lah yang paling tersudut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Sri Puryani
rekam kelakuan mertuamu hanum
2025-01-11
0
djohano chen
salah satu penyebab cekcok rumah tangga adalah mertua perempuan
2023-10-23
3
Isna Anm Wijaya
ya ampun, bisa²nya suami bilang apalagi Bu, apalagi keluhan ttg istrinya jd mau direkap ntar ditegur skalian. parrah mn ngomong gt lg,lbh percaya kata² ibunya drpd istri, kacau sixh ini alemong Hanum 💔💔💔 klo bertahan
2023-04-12
2