Bab 20. Beban Hidup

Kemarahan Ismawan belum usai. Setelah mengantarkan ibunya masuk ke kamar dan setelah mendapat salep peredanya, Ismawan masuk ke kamarnya sendiri. Dia masih terdiam dalam kemarahannya.

Setelah berulang kali berperang melawan perasaannya, Ismawan segera mengambil sikap. Keputusan ibunya tidak salah karena selalu bersama Hanum. Walaupun Ismawan tidak bisa berpisah dari Hanum, tetapi karena kejadian hari ini dia malah memutuskan sesuatu secara sepihak.

"Num, aku ingin bicara sama kamu serius. Kurasa ada benarnya saran ibu buat aku. Semakin ke sini, kamu mulai mengabaikan urusan rumah. Aku sengaja menempatkan kamu bersama ibu supaya ada yang bantu ibu, bukannya malah membuat ibu celaka."

"Mas, apa maksudmu? Sudah kukatakan sejak awal kalau aku nggak ngapa-ngapain ibu. Dia aja yang nggak hati-hati, Mas."

"Ibu benar kalau Ayu adalah solusi terbaik dari semua masalah kita ini, Num. Aku akan menikahi Ayu. Dengan atau tanpa persetujuanmu."

Hanum tentu saja terkejut. Masalahnya datang bertubi-tubi. Dia berusaha mencegahnya pun tidak bisa. Harus menggunakan cara apalagi sekarang? Tidak ada yang bisa dijadikan tameng lagi. Hanum harus mencoba mencegah pernikahan itu.

"Kamu tega sama aku, Mas. Kamu nggak tahu kan bagaimana ibumu memperlakukan aku selama ini? Kupikir dengan aku diam, kamu bisa membaca situasinya. Kenyataannya kamu malah semakin nggak peduli sama aku, Mas. Mengenai ibu hari ini, jangan jadikan alasan untuk menikah lagi dengan Ayu. Pikirkan lagi kondisi keluarga kita, Mas!"

Justru karena Ismawan sudah memikirkan dengan matang. Makanya dia mengambil keputusan seperti itu. Terlebih kondisi Hanum yang masih belum pulih benar. Ditambah lagi dengan ibunya sedang sakit. Pasti tidak akan mudah melalui hari-hari dengan kaki yang seperti itu. Ismawan membutuhkan Ayu untuk merawat ibunya.

"Justru Ayu adalah solusinya, Num."

Solusi dari mana? Memangnya seperti motto pegadaian yang 'mengatasi masalah tanpa masalah'. Justru Ayu malah menjadi solusi menambah masalah.

Bagi Hanum, Ayu adalah ancaman. Dia juga harus memikirkan nasib pernikahannya di kemudian hari. Walaupun belum ada rencana untuk bercerai dengan Ismawan, cepat atau lambat istri muda akan menguasai segalanya. Terlebih kedekatan Ayu dan Kasmirah akan menjadi ancaman untuk keberlangsungan hubungannya dengan Ismawan.

"Jadi, Mas mau masukkan wanita lain lagi ke dalam rumah ini? Mas ingin jadikan Ayu sebagai perawat ibu dengan dalih pernikahan dan menjadikan Ayu maduku. Kamu semakin hari hebat ya, Mas. Mengatasi masalah sendiri saja masih nggak sanggup, tetapi malah mau nambah beban baru. Apa Mas lupa kalau selama ini pernikahan kita dikendalikan oleh ibu. Kenapa Mas malah terus saja mengikuti saran-saran konyolnya. Kalau Mas butuh orang untuk merawat ibu, Mas tinggal panggil perawat."

Ismawan sedang memikirkan ucapan istrinya. Dia juga bingung. Di sisi lain Hanum adalah wanita yang tidak ingin dilepaskan. Dia juga tidak ingin menyakiti ibunya. Lalu, Ismawan memutuskan jalan tengah. Kenyataannya itu juga bukan solusi yang dimaksud di dalam pernikahannya.

"Num, tapi kebahagiaan ibu juga penting. Lihat bagaimana dia kesakitan menahan kakinya yang kepanasan karena air itu. Tolong berempatilah sedikit saja. Biarkan ibuku berbahagia. Mungkin dengan aku menikah dengan Ayu, ibu mulai bisa menerimamu dengan baik."

"Berempati yang bagaimana lagi, Mas? Jadi, dengan nyakitin pernikahan kita, itu juga namanya empati? Aku udah lama diam. Lama banget, tapi kamu nggak pernah ngerti. Aku udah ngalah sama ibu untuk melakukan semua pekerjaan rumah ini. Apa kamu juga peduli dengan makanku, istirahatku, dan kebahagiaanku, Mas? Apa pernah terpikirkan di benakmu bahwa kita mencari rumah kontrakan itu untuk menjauhi ibu? Tidak, Mas. Justru aku memintamu untuk tinggal terpisah dari ibu ya untuk mengantisipasi masalah ini. Sepanjang hari ibu pasti muak sama aku, tetapi kamu nggak pernah ngerti. Dua wanita di dalam satu rumah dengan pemikiran berbeda itu sudah membuat runyam. Sekarang kamu mau tambah lagi. Silakan, Mas! Silakan!"

Ismawan semakin tersudut. Masalahnya kali ini tidak akan menemukan jalan keluar. Terlebih semua sakit di waktu yang bersamaan. Hanum jelas tidak bisa maksimal mengurus dirinya dan juga ibunya. Mau tidak mau, Ismawan harus menentang ucapan Hanum kali ini. Itu dilakukan demi keberlangsungan kehidupan rumah ini agar tetap berjalan seperti sebelumnya.

"Nggak bisa, Num. Aku akan tetap menikahi Ayu. Itu sudah akhir dari keputusanku. Jangan lagi kamu larang aku. Setuju atau tidak, nggak akan jadi pengaruh."

Hanum menarik napas panjang. Tidak ada gunanya berbicara dengan pria yang sudah mendapatkan pengaruh langsung dari ibu mertuanya.

"Kalau begitu kamu harus memutuskan, Mas. Jadi lakik jangan egois! Kalau kamu memang ingin menikah dengan Ayu, maka lepaskan aku! Cukup adil, bukan? Kamu bisa hidup bahagia dengan ibu dan juga Ayu. Nggak perlu aku yang menjadi batu sandungan, kan? Kamu juga nggak perlu nikah siri juga. Kamu bisa menjadikan Ayu satu-satunya istrimu. Bagaimana?"

Ismawan seketika terdiam. Hanum memang tidak mau dimadu, tetapi Ismawan juga tidak mau dikejar-kejar ibunya untuk menikah lagi. Maka dari itu, Ayu akan dinikahinya dalam waktu dekat ini. Setidaknya untuk meredakan keinginan ibunya yang terlalu menggebu itu.

"Aku nggak bisa kalau harus ceraikan kamu, Num. Kamu adalah wanita yang kupilih. Apa pun keadaannya, jangan pernah katakan pisah."

"Kamu egois, Mas! Kamu bahagiain satu istri saja sudah kayak gitu. Kamu kewalahan, kan? Belum lagi nurutin kemauan ibu. Nanti kamu juga nurutin Ayu. Memangnya gaji kamu banyak, Mas? Kok aku nggak tahu, ya?"

Seketika Ismawan terdiam lagi. Dia seringkali ambil lembur demi ibu dan juga istrinya. Kalau ditambah Ayu, jelas kebutuhan rumah ini semakin bertambah. Belum lagi tentang pernikahannya nanti. Jelas butuh seserahan dan mas kawin. Itu juga tidak murah. Sementara baru beberapa hari lalu, Ismawan membayar biaya rumah sakit istrinya.

"Kalau kamu mau lanjut nikah sama Ayu, silakan Mas. Aku nggak akan menghalanginya lagi, tetapi bukan berarti aku memberikan kamu persetujuan, ya. Kalau mau nambah beban hidup, kira-kira Mas. Kalau kamu nggak kuat, nggak hanya kehilangan pekerjaan, kamu akan semakin setres karena penghuni rumah ini bertambah. Selain itu, mulut tiga wanita akan semakin membuat kamu pusing. Coba saja kalau kamu ingin tahu rasanya," imbuh Hanum.

Sebenarnya alasan Hanum menakuti suaminya supaya Ismawan memikirkan ulang rencana bodohnya itu. Kalau soal Kasmirah, bisa dibawa ke rumah sakit. Biarkan dokter yang melakukan rawat jalan. Lagi pula tidak terlalu parah kalau sampai harus rawat inap segala.

"Satu lagi, Mas. Mungkin kamu perlu dengar kata-kata ini supaya ingatanmu tentang aku semakin kuat. Bahagiain satu istri aja sudah pusing. Memangnya kamu mau nambah beban hidup lagi dengan nambah satu istri?" ujar Hanum kemudian tertawa dalam hati.

Terpopuler

Comments

Martua Raja Siregar

Martua Raja Siregar

keenakan baca nih cerita
. lupa komen maaf thor lanjuutttt

2023-05-03

0

ciptoami

ciptoami

dasar koplak ismawan

2023-04-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!