Bab 8. Permintaan Ibunya

Kasmirah tidak mau kalah dari Hanum. Dia harus memikirkan cara yang tepat untuk membuat Ismawan tunduk padanya. Di lain pihak, Kasmirah harus bisa mencari alasan yang tepat memisahkan keduanya.

Kali ini adalah hari libur. Kasmirah meminta Hanum pergi ke pasar untuk berbelanja banyak barang. Dia memang tahu kalau Hanum sedang tidak memiliki uang. Makanya kali ini Kasmirah memberikannya uang tiga ratus ribu rupiah untuk berbelanja beberapa barang.

Demi bisa berbincang dengan putranya, Kasmirah meminta Hanum pergi ke pasar sendirian. Setelah sarapan pagi, Ismawan bersantai di ruang tengah.

"Is, kamu repot atau enggak? Kalau nggak, ibu mau bicara."

"Nggak, Bu. Ada apa?" tanya Ismawan yang kemudian meletakkan ponselnya.

"Ibu itu sebenarnya iri sama tetangga, Is. Anaknya yang baru beberapa bulan menikah sudah hamil. Bahkan sekarang sudah memiliki anak."

"Hemm, jangan begitu, Bu. Rezeki orang kan beda-beda. Kita nggak bisa mematok kapan bisa menikah, hamil, dan punya anak. Aku dan Hanum sedang berjuang untuk itu, Bu. Doakan kami, ya," ujar Ismawan berniat untuk menenangkan ibunya. Namun, dia tidak menduga kalau Kasmirah akan merespon berbeda.

"Kalian ini udah menikah beberapa bulan loh, Is. Hanum tak kunjung hamil juga. Jangan-jangan istrimu itu mandul. Mungkin saja mantan suaminya dulu menceraikannya gara-gara mandul."

Ismawan melirik ke sana kemari, tetapi sama sekali tidak menemukan keberadaan istrinya. Hanum juga tidak pamit dia akan pergi ke mana? Sejak perseteruannya beberapa hari yang lalu, dia tidak lagi banyak berbicara.

"Ibu ngomong apa, sih? Nanti salah paham lagi sama Hanum. Gara-gara uangnya nggak ibu berikan, Hanum jadi marah sama Is."

"Ibu suruh dia ke pasar. Lagi pula uangnya juga sudah ibu berikan, kok. Kamu jangan khawatir. Dia sekarang pergi berbelanja."

Hanum merasa tidak enak hati. Apalagi Kasmirah yang galak dan spek mertua jahanam itu tiba-tiba baik. Bolehkan negatif thinking sama ibu mertua yang modelnya langka seperti Kasmirah. Kalaupun ada paling cuma Kasmirah saja di dunia ini.

"Hari ini mas Is libur. Ibu tumben kasih uang ke aku tanpa bertengkar. Mungkinkah dia sedang mencuci otak mas Is lagi? Aku harus menyelesaikan belanjaan ini dengan cepat. Kalau tidak, aku pasti akan melewatkan banyak hal di sana," gumam Hanum yang sedang melihat list belanjaannya.

Sementara Kasmirah masih saja melanjutkan rencana untuk membuat Ismawan berubah haluan. Dia harus menghasut putranya sendiri untuk meninggalkan istrinya.

"Kenapa Ibu nggak ngomong sama aku? Tahu gitu aku akan anter Hanum ke pasar."

Memang itu rencana Kasmirah. Dia sudah bicara pada Hanum untuk tidak meminta tolong pada suaminya. Dia ingin berbincang dengan anaknya, tetapi alasan Kasmirah lain. Biarkan putranya beristirahat di rumah karena beberapa hari terakhir ini selalu pulang malam. Ada lembur yang harus dikerjakan Ismawan.

"Udahlah, Is. Biarkan saja dia mandiri. Biar nggak manja. Nanti kalau nggak ada kamu, dia nggak akan mau pergi ke pasar. Oh ya, sebenarnya ada hal lain yang ingin ibu bahas denganmu. Ibu harap kamu mau mendengarkan."

Ismawan kembali mengambil ponselnya. Dia sesekali scroll aplikasi yang membuat orang betah berselancar di sana. Selain menambah pengetahuan, hiburan, dan kata-kata motivasi kehidupan juga banyak.

"Is, kamu mau dengar ibu, nggak?" tanya Kasmirah lagi.

"Hemm, Ibu bicara saja. Nanti Is dengar."

Kasmirah mengatur napasnya. Dia berharap setelah kalimat itu terlontar, Ismawan tidak semakin kesal padanya. Justru dia akan berterima kasih kepada ibunya karena mengusulkan sesuatu yang akan menguntungkan dalam kehidupan Ismawan.

"Setelah ibu pikir-pikir, ada baiknya kamu menikah lagi."

Terkejut? Tentu saja. Ide gila apalagi yang terlintas di benak ibunya sehingga bisa mengatakan hal yang membuat Ismawan terlonjak kaget.

"Ibu itu bicara apa? Aku nggak bisa, Bu. Apalagi harus poligami. Cukup Hanum saja."

Kasmirah tidak percaya kalau Ismawan bisa bertahan dengan sikap Hanum yang semakin hari menyebalkan. Terlebih Ismawan memang belum pernah bertemu dengan orang yang akan dijodohkan dengannya. Gadis itu pasti tidak akan menolak dijadikan yang kedua oleh Ismawan.

"Dengarkan ibu dulu, Is. Kamu nggak tahu kan, kenapa ibu menyarankan begitu? Hanum belum tahu kan kapan bisa hamil? Apakah kalian sudah yakin dan memeriksakan kondisi masing-masing? Bila Hanum benar-benar tidak mandul, kenapa sampai saat ini kalian tidak kunjung diberikan momongan?"

Memang tidak bisa diprediksi. Andaikan semua itu bisa diatur manusia itu sendiri, maka di dunia ini tidak akan adanya pembenci atau orang-orang yang terus saja menayangkan perihal kehamilan seseorang. Terkadang mereka tidak tahu bagaimana perasaan wanita yang ditanyai seperti itu. Cobalah sekali waktu berempati untuk tidak bertanya hal-hal sakral yang menyayat hati seperti itu. Coba posisikan diri kita pada si obyek penderita. Mungkin kita juga belum tentu kuat.

"Udahlah, Bu. Aku nikah sama Hanum itu udah niat. Apa pun kondisi istriku, tidak akan menjadi masalah."

Kasmirah semakin kesal. Dia tidak akan menyerah begitu saja. Harus bisa masuk lagi untuk memengaruhi putranya.

"Ck, bohong kamu, Is! Mana mungkin ada pria yang mau menerima begitu saja kepada istrinya. Menikah juga untuk melanjutkan keturunan. Kalau istrimu nggak bisa hamil, apa kamu akan bertahan terus? Sampai kapan? Sampai ibu kembali pada Yang Maha Kuasa?"

Mendengar kata itu, Ismawan semakin sedih. Dia tidak bisa menyakiti istrinya, tetapi juga tidak mungkin menyetujui ide gila ibunya. Beristrikan satu orang saja sudah rumit seperti ini. Bagaimana kalau Ismawan poligami?

"Udahlah, Bu. Jangan pengaruhi aku untuk memikirkan hal lain. Lebih baik Ismawan bekerja dan berusaha supaya Hanum segera bisa hamil. Makanya Ibu doakan, ya?"

"Enggak! Ibu udah capek dan nggak ada hasil. Kalau kamu mau, nanti ibu kenalin sama gadis yang dulu rencananya ibu kenalin sama kamu, tapi kamu keburu menikahi janda itu."

"Entahlah, Bu. Tolong jangan bahas itu lagi. Nanti Hanum akan salah paham lagi padaku. Oh ya, apa dia belum pulang juga?"

"Nggak tahu, Is. Nggak pulang pun tidak apa-apa. Lagian dia juga belum bisa kasih ibu cucu. Seandainya dia bisa langsung hamil, ibu pasti akan baik-baikin dia. Kalau dalam waktu ini Hanum juga nggak hamil, tepaksa ibu akan jodohin kamu dengan gadis lain. Ibu gak peduli kalian menikah secara siri atau apa pun itu. Nanti kalau kamu udah lelah, kamu bisa ceraikan Hanum dan menjadikan istri sirimu itu satu-satunya. Gampang, kan?"

Seandainya Hanum mendengar semua pembicaraan ini, bagaimana rasanya? Dia pasti akan sedih berlarut-larut karena merasa tidak diharapkan menjadi menantu di keluarga suaminya.

Padahal Hanum sendiri sudah mendengar pembicaraan itu sejak tadi. Dia sudah tiba di rumah lebih awal, tetapi sengaja tidak menampakkan diri.

"Ternyata sakit sekali mendengar ibu mertua meminta mas Is untuk menikah lagi. Seburuk itukah aku di matanya karena tidak kunjung hamil?" gumam Hanum di balik tembok.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!