Boyz Chase: Mystery Of Saranjana City

Boyz Chase: Mystery Of Saranjana City

00. Prolog

Hari ini angin malam sangat dingin menusuk kulit yang membuat Eric Devandra harus berdiam diri dalam kamarnya dengan pemanas ruangan yang dinyalakan oleh saudara kembarnya, Jevan Devandra. Keduanya kini tengah fokus dengan pikiran masing-masing. Sama sekali tak ada yang bersuara, hanya keheningan malam dan juga rintik-rintik hujan yang mulai turun diluar sana.

Eric meraih ponselnya yang ada di atas nakas sebelahnya. Ia mendapati sekitar 10 pesan masuk dari sahabatnya dari kecil, Arashya Pratama. Eric mengernyit melihat beberapa pesan beruntun yang dikirimkan melalui grup mereka berempat, dengan nama 'Boyz!'

Jevan yang menyadari ekspresi sang adik yang berubah akhirnya bertanya. "Eric? Kenapa?" tanyanya sekilas menoleh.

Eric menggeleng pelan, "Ngga, itu si Arashya spam chat di grup. Ada apa ya?" tanyanya balik.

Jevan menaikkan salah satu alisnya dan membaca satu persatu pesan di grup chat tersebut. "Arashya dapat e-mail dari orang ga dikenal." Balas Jevan yang diangguki sang adik.

"Ada baiknya kita langsung telpon dia," sambung Eric yang dengan segera menekan nomor Arashya dan langsung diangkat.

"Halo?"

Setelah terdengar suara di seberang sana, Eric menyalakan loud speaker agar Jevan juga bisa mendengarkannya.

"Halo, Arashya? Kenapa tiba-tiba spam di grup?"

"Gawat, Ric!"

"Apa yang gawat?" sela Jevan.

"Tiba-tiba gue dapat e-mail dari orang yang ga gue kenal."

"Coba lu tenang, dan jangan panik. Ceritain pelan-pelan tentang isi e-mailnya."

Suara helaan nafas terdengar dari arah Arashya. Dia menghela nafasnya perlahan-lahan dan mulai menceritakan pesan apa yang dia dapatkan.

"Malam ini, tepat pukul 8 malam gue dapat e-mail dari orang yang ga gue kenal. Isi e-mailnya juga aneh."

"Semacam ancaman, bukan?" tanya Eric mengira-ngira.

"Bisa jadi iya, bisa jadi ngga. Mungkin sejenis ancaman, tapi dalam versi yang lebih halus."

"Apa isinya?"

"Sebentar.. I'm waiting for you, guys! Please, be patient and we'll play a new game!"

"Itu doang?" tanya Jevan.

"Iya, lumayan aneh menurut gue."

"Bukan lumayan aneh, sih. Tapi memang aneh. Ada lanjutan e-mailnya lagi?" tanya Eric serius.

"Ngga ada, Ric. Cuma itu aja. Terus menurut lu gue harus apa?"

"Kita ga bisa mutusin sekarang, kita perlu diskusi lebih intens tentang hal ini. Tapi sekarang bukan waktu yang tepat."

Jevan merebut ponsel Eric dan mulai berceloteh. "Gue harap itu bukan semacam teror atau lainnya, Shya. Oh ya, Narendra udah tahu tentang ini?" tanyanya.

"Belum, Jev. Tadi sempat gue call orangnya dan calling. Berarti Naren masih off. Kali aja dia lagi nongkrong di kafe." Balas Arashya dari sana dan terkesan acuh.

"Kadang gue heran banget sama Naren. Koneksi sebanyak itu dia dapat dari mana gitu? Gue juga pengen kali punya banyak teman kayak dia," sahut Eric.

"Ya, lagian banyak teman juga buat apa kalau ujung-ujungnya jadi fake friend? Mending sedikit teman tapi berkualitas!" Balas Arashya sambil tertawa kecil di akhirnya.

"Benar, sih. Sekarang gue jadi kepikiran siapa yang kirim e-mail ke lu," celetuk Jevan yang kini kembali lagi beralih pada game yang masih menyala di ponselnya.

"Sama sekali ga ada insial ya? Terus nama e-mailnya apa?" lanjut Eric.

Arashya terdiam sejenak, mungkin dia sedang memeriksa kembali e-mail yang masuk ke laptopnya dan memeriksa username pengirimnya.

"Ngga ada yang jelas, Ric. Cuma huruf depan doang yang jelas. 'hy994012@email.com' gitu," jawab Arashya setelah memeriksanya dengan pasti.

"Gue rasa antara huruf depan dan angka itu berurutan. Gue perlu Jevan dan Narendra buat pecahin identitas pemilik e-mail itu." Eric melirik pada Jevan yang dalam posisi duduk dan melemparkan ponselnya ke sembarang tempat.

"Untuk inisial mungkin gue ga bisa. Tapi kayanya kalau angka-angka ini ga asing di mata gue."

Jevan terdiam sesaat, "angka ini pasti punya arti. Biasanya orang pakai di e-mail itu tanggal lahirnya. Gue bisa pastikan kalau orang itu kelahiran 1999!" Ucap Jevan dengan lantang pada Eric dan juga Arashya di telpon.

"Kata gue mending kita tunggu si Naren. Biasanya dia dengan mudah untuk meretas e-mail atau pesan-pesan yang pengirimnya ga jelas gini," balas Eric.

"Benar juga sih, gue juga takut kalau si Naren malah ngamuk ke kita karena sama sekali ga ngasih tahu ke dia."

"Kita juga perlu bokap dia kalau memang seandainya memang benar ini teror yang ditujukan ke lu ataupun ke kita semua. Itu tindak kriminal yang harus kita pecahkan." Eric menatap meja belajarnya yang dipenuhi dengan berbagai buku.

Dia beranjak dan mengambil salah satu buku catatan yang sengaja dia beli untuk mencatat suatu hal atau suatu kasus yang akan mereka tangani. Dan ini adalah yang pertama kalinya. Eric sangat gembira karenanya.

Ingin sekali rasanya dia melatih otaknya agar bisa seperti detektif kesukaannya, Sherlock Holmes yang selalu dia baca dan dia tonton di televisi. Bahkan anak itu rela begadang semalam suntuk demi membaca kisah-kisah epik dan inspiratif sang detektif.

"Lu ngapain, Ric?" tanya Jevan heran dengan pergerakan adiknya dengan buku dan sebuah pena di masing-masing tangannya.

Eric tak menoleh, "gue bakal catat ini sebagai petunjuk awal untuk kasus pertama kita. Gue harap impian gue bakal sepenuhnya bisa terwujud," balasnya sambil tersenyum.

Jevan hanya bisa merotasikan bola matanya malas. Kelakuan yang tak terduga dari adiknya yang dia rasa sudah melampaui batas. Namun, walaupun begitu dia tetap menyayangi Eric dan selalu mendukungnya dalam kondisi apapun.

"Itu Eric beneran mau cosplay jadi Mr. Holmes, ya?" celetuk Arashya dari telpon diiringi gelak tawa diakhir.

"Biasalah, otaknya lagi jalan nih.. Kayaknya dia selalu latihan berpikir kaya Mr. Holmes deh sejak kena prank libur 2 minggu itu." Balas Jevan yang membuat Eric mendengus mendengarnya.

"Parah sih! Yang katanya libur 2 minggu malah jadi libur 2 tahun," sahut Arashya lagi.

"Lu istirahat sana, Shya. Heran gue sama lu. Udah dapat e-mail aneh gitu malah masih bisa ketawa-ketawa."

"Terus lu berharap gue biar nangis-nangis gitu? Emang harus gue pikirin banget tuh isi e-mail?"

"Sombong banget lu! Pertanyaan gue cuma satu, emang kapan lu pernah mikir?" sewot Jevan yang membuat Arashya berdecak sebal.

"Gue udah catat semuanya, besok kita ketemu di sekolah bahas ini di perpustakaan lantai 2. Jangan lupa ajak Narendra juga." Suruhan Eric disetujui oleh Arashya dan telpon itu diakhiri sepihak.

Terpopuler

Comments

lil'sky

lil'sky

Bener! Awalnya doang seneng tapi akhirnya nyesel juga masa' sekolah aku banyakan dirumah😭

2023-05-17

0

lil'sky

lil'sky

prank 2 minggu? kayaknya aku tahu🤣😌

2023-05-17

0

lil'sky

lil'sky

Bener banget!! Dan lebih nyaman juga kalo cuma sedikit, ga banyak dramaa

2023-05-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!