Narendra baru saja sampai dan hendak memarkirkan motornya di tempat semula. Kemudian dia menatap aneh ke arah gedung kelas XII yang memang letaknya tak jauh dari parkiran.
Narendra bisa lihat dengan jelas kalau ada seorang pemuda yang tengah berlari menuruni anak tangga lantai 2 untuk turun ke lantai 1. Segera dia mendekat ke sana dan menemukan Yohan dengan sebuah tas sekolah ditangannya dan raut wajahnya panik.
“Mau kemana, Kak? Bolos lu?” gurau Narendra yang kini ada tepat dihadapan Yohan.
Yang ditanya menjadi semakin panik dan kesal. “Bolos kepala lu segitiga?! Ini bukan tas sekolah gue,” jawabnya ngegas.
“Terus kalau bukan punya Kak Yohan, punya siapa dong? Lu nyolong dimana, Kak?” tanya Narendra lagi dengan wajah konyolnya.
“Lu ngomong sekali lagi, beneran gue tendang lu, Narendra!” Balas Yohan dengan ancang-ancang untuk menendang Narendra didepannya.
Narendra yang takut hanya bisa tersenyum konyol dan meminta ampun. “Hehe, ampun, Kak. Anak taekwondo emang ga bisa diajak bercanda ya..” kata Narendra yang memelan di akhir.
“Sumpah, Na! Ini bukan waktunya bercanda. Ini tuh lagi urgent. Tadi dia berangkat bareng gue, tapi pas gue tinggal ke toilet di jam istirahat pertama dan balik ke kelas, dia udah ga ada!” Yohan memekik panik yang membuat Narendra menutup telinganya sebelah. Sialnya, Yohan tadi berteriak tepat disamping telinganya itu.
“Sebentar deh, maksud lu ga ada itu gimana? Hilang gitu?” tanya Narendra berusaha mencerna ucapan Yohan.
Yang ditanya mengangguk ragu, “kayanya sih hilang. Tapi ga tahu juga. Barusan gue ketemu Eric dan dia saranin gue buat coba periksa tas sekolahnya Marka,” balasnya sambil menunjukkan tas ditangannya.
“Terus udah diperiksa? Ada sesuatu yang mencurigakan?” tanya Narendra lagi. Kini tangannya terulur untuk mengambil tas yang dipegang Yohan dan memeriksanya juga.
“Ga ada yang terlalu mencurigakan, selain ini…” Yohan merogoh saku kemejanya dan mengeluarkan sebuah kertas yang dilipat menjadi kecil.
Narendra beralih pada kertas itu dan merebutnya dari tangan Yohan. Dia membacanya sekilas dan merasa cukup heran.
“Kertas ini sama kaya yang gue temuin di kantor polisi dan itu semua dari 2 korban kemarin. Gue harus bilang ini ke Eric.” Ucap Narendra yang hendak beranjak dari sana bersama Yohan.
Tapi, tiba-tiba langkah mereka terhenti ketika mendapati Arashya dan Jevan yang melangkahkan kakinya di gedung kelas XII, tepatnya di koridor lantai 1 tempat Narendra dan Yohan berada.
Melihat hal itu, Narendra reflek berteriak memanggil keduanya dan membuat Yohan harus menutup telinganya karena pengang mendengar suara melengking Narendra.
“Jevan! Arashya! Sini lu berdua!” teriak Narendra sambil melambaikan tangannya.
Kedua orang yang dipanggil namanya itu segera berjalan mendekat ke arab Yohan dan Narendra dengan ekspresi wajah yang tidak bisa didefinisikan secara langsung.
“Lu berdua kenapa? Pucat gitu kelihatannya,” ujar Yohan yang menatap aneh pada kedua anak yang baru datang itu.
“Gue sama Jevan udah jalanin rencananya Eric dan kita mau laporan ke dia,” balas Arashya seadanya yang diangguki oleh Yohan dan Narendra.
“Terus lu ngapain ke sini nyari Eric?” tanya Yohan bingung.
“Justru itu, Kak. Kita udah keliling semua gedung disini tapi belum juga nemuin Eric. Firasat gue ga enak tentang dia,” jawab Jevan sambil menunduk dan khawatir tentang kembarannya itu.
Narendra menepuk pundak Jevan pelan berkali-kali untuk menenangkannya. “Tenang, Jev. Kita pasti bakal temuin Eric dengan segera,” ucapnya yang dibalas anggukan lesu dari Jevan Devandra.
“Kita harus cari Eric dulu, setelah itu cari Marka!” Ajak Yohan pada ketiga pemuda itu. Tapi mereka malah memandang Yohan dengan tatapan tak bisa diartikan.
Yohan menghela nafas dan mengusap wajahnya kasar. “Marka hilang juga dan gue nemuin lipatan kertas di ranselnya sesuai saran Eric yang nyuruh gue buat periksa tas sekolahnya ini,” jelas Yohan sambil menunjuk tas serta kertas yang sudah ada di tangan Narendra.
“Kata Narendra, isi kertas yang ada di tas Marka dan yang dia dapat di kantor polisi itu sama, jadi sekarang kita harus cari Eric,” lanjutnya.
Arashya memiringkan kepalanya bertanya, “lu tahu Eric dimana, Kak?”
Yohan mengangguk, “terakhir dia bilang kalau mau cari Harris dan gue lihat Harris sempat masuk ke areal kolam renang. Lu pada belum periksa ke sana, kan?” tanyanya pada 2 anak yang terlihat linglung itu dan mereka menggeleng.
“Yaudah, tunggu apa lagi? Kita harus cepat ke sana dan semoga Eric juga masih disana. Gue harap ga akan terjadi sesuatu yang buruk!” Kata Yohan final dan berlari menuju areal kolam renang, diikuti oleh ketiga pemuda yang merupakan adik kelasnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sekarang mereka sudah berada di depan pintu masuk ke dalam kolam renang. Suasananya sangat sepi disana. Biasanya tempat itu akan ramai ketika ada mata pelajaran renang atau diadakannya ekstrakurikuler renang.
Mereka menatap sekitar dengan bingung dan bertanya-tanya. Sampai akhirnya firasat buruk Jevan semakin menguat. Tanpa basa-basi lagi, Jevan segera menendang pintu masuk itu dan mereka semua masuk dengan brutal.
“Eric!!” teriak Arashya yang melangkah masuk terlebih dahulu.
Mereka semua makin dibuat bingung ketika melangkah makin masuk ke dalam areal kolam renang. Sangat sepi. Tidak ada siapapun disana.
“Lu yakin kalau Eric tadi ke sini, Kak?” tanya Jevan memandang Yohan dengan tatapan sendunya.
Yohan menatap Jevan iba, “serius, Van. Gue sendiri tadi lihat Harris ke sini dan gue bilang itu ke Eric. Gue yakin kalau Eric pasti ke sini buat nyamperin dia,” balasnya sambil mengedarkan pandangan.
Jevan mengacak-acak rambutnya frustasi. “Kalau memang dia ke sini harusnya ada, kan? Tapi mana buktinya?! Eric ga ada disini, Kak!” rancau Jevan dengan menaikkan nada bicaranya dan membuat ketiga lainnya menatapnya ngeri.
“Sabar, Jev. Gue yakin pasti Eric bakal segera ketemu.” Ucap Narendra menenangkan. Dia berjalan mengelilingi kolam dan menemukan sebuah botol kaca kecil tergeletak di salah satu sudut ruangan.
Merasa aneh dengan penemuannya itu, lantas Narendra mendekat dan segera mengambilnya. Ditatapnya botol kecil itu secara intens. Saat dia membalikkan botol kaca itu, dia bisa lihat dengan jelas kalau itu adalah miliknya. Disana tertera inisial ‘NN’ yang berarti singkatan dari Narendra Nasution.
“Gue nemu ini!” Seru Narendra sambil mengangkat tinggi-tinggi benda yang dia temukan, “ini botol kaca punya gue. Isinya adalah bius yang gue ciptain yang mana bisa bikin orang mati rasa dan lumpuh selama 6 jam. Kok bisa ada disini ya? Perasaan waktu itu masih ada di lab karena gue lupa masukin ke kantong yang lagi satu,” kata Narendra yang membuat Arashya mendekat ke arahnya.
Pemuda itu lalu memperhatikan botol kaca tersebut dan menjentikkan jarinya. “Gue yakin kalau bius lu udah ada yang pakai. Kemungkinan bius ini dicuri dari lab dan baru aja di pakai.” Ujar Arashya yang membuat semuanya membelalakkan matanya karena terkejut.
“Gue harap bius itu ga dipakaikan ke Eric, sih. Rasa sakitnya luar bisa soalnya,” gumam Narendra pelan tapi masih bisa di dengar Arashya.
Arashya yang menatap ke lantai di tepi kolam renang, menemukan sebuah arloji yang tergeletak dan memungutnya. Dia memperlihatkan itu pada Jevan.
“Jev, lu tahu arloji ini? Kayaknya ga asing di mata gue.”
Setelah Arashya berucap, Jevan yang sedari tadi menunduk karena merasa putus asa pun mendongak. Matanya berbinar dan dengan cepat tangannya menyambar arloji itu lalu memeluknya.
“Ini arloji punya Eric! Berarti dia masih disini!” pekiknya girang dan bangkit dari duduknya.
Yohan yang memperhatikan air di dalam kolam renang merasakan sesuatu yang aneh dan menepuk lengan Jevan yang berdiri disebelahnya.
“Lu lihat deh itu!” Yohan panik, “gue rasa Eric tenggelam, karena airnya berbuih!”
Jevan yang menyadari itu langsung panik. Samar-samar dia melihat rambut pirang adik kembarnya di dalam air itu. Dengan segera dia mengoper arloji Eric kepada Arashya dan tanpa pikir panjang dia langsung masuk ke air untuk menyelamatkan adiknya.
“ERIC!!”
BYUR!!
Selang beberapa waktu, Jevan akhirnya muncul dengan Eric yang pingsan di gendongannya. Narendra, Arashya, dan Yohan membantu untuk membaringkan Eric dipinggir kolam. Dengan sigap Narendra memeriksa denyut nadi Eric, dan syukur menemukannya.
“Denyutnya masih ada! Puji Tuhan, Eric selamat!” seru Narendra girang dan membuat yang lainnya bisa menghela nafas lega, terutama Jevan.
Arashya segera bangkit dari posisi berjongkoknya untuk menelpon ambulans agar Eric mendapatkan pertolongan dengan cepat karena tubuhnya yang pucat dan jari-jari tangannya mulai membiru.
“Kemungkinan berapa lama Eric di dalam air kolam yang dingin itu, Na?” tanya Jevan yang kini naik ke atas.
“Gue kurang yakin tentang perhitungan waktu gitu. Biasanya Eric yang lebih tahu.” Jawab Narendra sambil menatap sedih melihat kondisi Eric seperti itu.
Yohan yang mengamati perubahan pas tubuh Eric itupun akhirnya membuat kesimpulan. “Tenang, Van. Gue tahu kalau Eric anak yang kuat. Bahkan setelah dia disuntik pakai bius yang Narendra buat itu, dia sempat melawan, ya walaupun pada akhirnya dia ngerasain sakit yang luar biasa, kemudian dia dilempar gitu aja ke dalam kolam. Perkiraan waktu lama Eric di air itu hampir 1 jam kalau dilihat dari keriput di jari tangannya,” jelas Yohan yang lagi-lagi membuat Jevan sedih.
“Maafin gue, Ric! Gue ga bisa jadi kakak yang baik, bahkan saat gue tahu fakta kalau lu punya hipotermia, gue biarin ku ada di dalam suhu dingin gitu dalam waktu yang lama,” ucap Jevan semakin lirih dan suaranya berubah menjadi parau.
“Eric punya sakit hipotermia?” tanya Yohan dan Jevan mengangguk. “Pantas ujung jarinya sekarang membiru. Jadi dia harus cepat ditangani medis,” lanjut Yohan.
Narendra menatap tubuh Eric yang terbaring didepannya. Tangannya terulur untuk mengudap rambut pirang Eric yang basah itu sambil merutuki dirinya sendiri.
“Lu ga salah, Jev. Kalau ada yang salah disini berarti itu gue. Ga seharusnya gue seceroboh itu harus bius ciptaan gue di lab dan akhirnya dipakai untuk kejahatan sama orang lain,” ucap Narendra gemetar.
Jevan dan Yohan tahu kalau pemuda itu mati-matian tengah menahan tangisnya agar tidak pecah. Tak lama kemudian, Arashya datang setelah menelpon ambulans.
“5 menit lagi ambulans sampai dan gue udah booking kamar VIP buat Eric di rumah sakit,” ucap Arashya sambil menepuk pelan bahu Jevan yang berjongkok tak jauh dari posisi dia berdiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Cessy
Lanjuttt
2023-04-29
2