Eric dan Narendra berlarian di koridor untuk bisa segera sampai di klinik kesehatan sekolah. Dari jauh mereka sudah mendapati wajah cemas dan khawatir dari Renan. Karena melihat itu, Narendra makin mempercepat langkahnya.
“Renan! Lu gapapa?” tanya Narendra panik karena wajah Renan tampak pucat sekarang. Sedangkan yang ditanya hanya menggeleng lemas.
“Lu kenapa pucat, Ren?” tanya Eric yang tengah mengatur nafasnya.
Renan tidak menjawab, tapi dia langsung menunjuk ke dalam ruang klinik. Eric yang bingung karena tidak mendapat jawaban secara langsung pun akhirnya masuk dengan kasar ke ruangan tersebut.
Disana dia mendapati tubuh lemah yang terlihat pucat dan terkapar begitu saja di atas ranjang yang ada dalam ruangan itu. Eric diam sejenak memperhatikan tubuh yang dia yakini sudah tidak bernyawa itu.
Dia merogoh sakunya dan kembali menggunakan sarung tangan sterilnya. Pertama, dia memeriksa denyut nadi dari pergelangan tangan Kak Denandra itu, tapi nihil dan dia tidak menemukannya. Maka dari itu bisa disimpulkan bahwa orang dihadapannya ini telah meninggal.
Narendra yang mengikuti Eric terkejut melihatnya. Reflek dia menutup mulut tak percaya. “Apa yang terjadi sama Kak Denan, Ren?” tanya Narendra menatap Renan menuntut jawaban.
“Dia udah meninggal, Na. Denyut nadinya udah ga ada dan nafasnya juga gitu,” sela Eric.
Renan yang ditanya hanya diam awalnya, sampai dia mau untuk membuka mulutnya. “Lu berdua percaya kalau bukan gue pelakunya, kan?” tanya Renan dengan tubuh bergetar.
“Kita ga akan ambil kesimpulan sebelum ada bukti yang akurat dan kesaksian apapun. Kita ga sebodoh itu untuk nuduh orang yang bersih dan jadiin dia sebagai tersangka,” jawab Eric tegas yang diangguki oleh Narendra.
Tubuh Renan kini terlihat bergetar hebat. Ketakutan terpancar dari matanya. Eric dan Narendra menjadi tidak sabaran untuk mendengar pernyataan keluar dari mulut Renan.
“Gue ga tahu kenapa Kak Denan bisa meninggal gini, tapi yang pasti bukan gue yang bunuh dia,” ucap Renan lirih dan gemetar ketakutan.
“Lu bisa jelasin secara lengkap, Ren. Buang semua rasa takut lu, lu ada dalam perlindungan gue. Gue jamin lu aman.” Narendra berusaha menenangkan Renan yang mulai menangis.
“Gue cuma tinggal sebentar. Tadi Kak Denan sempat sadar, dan lu berdua pasti tahu kalau orang setelah sadar dari pingsan, kita dari PMR bakal kasih teh hangat..” balas Renan agak terbata-bata.
Eric yang mendengar perkataan Renan kembali memeriksa kondisi jasad Kak Denan. Dia mengamati setiap detail yang ada. Dan pada akhirnya dia melihat area leher sang mayat yang membiru dan muncul busa dari mulutnya.
“Oke, gue simpulkan kalau dia keracunan. Dan sebab keracunan itu adalah tehnya,” ucap Eric berbalik setelah memeriksa mayatnya kembali.
Narendra dan Renan tertegun mendengarnya. “Siapa yang ngasih dan buat teh ini?” tanya Narendra sambil mendekat dan mengambil gelas berisi teh dalam keadaan setengah itu.
Renan menunduk, “tadi gue minta tolong sama Harris. Karena kebetulan juga sebenarnya hari ini dia yang piket untuk jaga klinik kesehatan dan gue yang jadi pengawasnya. Tapi, apa mungkin dia pelakunya?” tanya Renan kembali mendongak menatap Narendra dan Eric bergantian.
“Masalah itu lu ga usah khawatir dan jangan terlalu dipikir, kita bakal selidiki dan tanyain lebih lanjut. Sekarang mending lu pergi dari sini dan tenangkan diri lu. Pasti sulit buat lu ngelupain ini semua karena kejadiannya ada tepat di depan mata lu.” Eric meminta agar Renan meninggalkan klinik kesehatan.
Sementara dia mengeluarkan ponselnya untuk mengabari Arashya dan kakak kembarnya, yaitu Jevan tentang kasus kematian ini. Setelah itu, dia segera menghubungi ayah Narendra untuk melaporkan kasusnya.
“Ayah gue bakal kesini?” tanya Narendra pada Eric.
Yang ditanya mengangguk pelan, “mereka masih dalam perjalanan. Ini lu yang mau ngasih kesaksian atau gimana, Na?” tanya Eric yang memandang jasad Kak Denandra dan Narendra secara bergantian.
Tampak Narendra berpikir sejenak sambil terus melihat teh yang ada dalam gelas itu.
“Mungkin lebih baik kali ini lu aja yang kasih kesaksian, Ric,” ucapnya yang hendak beranjak pergi dari sana.
“Terus lu ngapain?”
Narendra mengambil gelas berisi teh tadi, “gue bakal balik ke lab untuk pastiin racun apa yang dicampur dalam teh ini. Karena kematiannya jadi mencurigakan,” balasnya.
“Oke, Na. Good luck! Gue juga ngerasa sedikit janggal karena bagian lehernya berubah jadi biru, dan sekuat apa pengaruh racun itu?” ucap Eric yang membuat Narendra mengangguk lalu meninggalkannya disana sendirian bersama mayat yang baru saja mereka temukan.
Sepeninggalan Narendra, Eric yang menunggu kedatangan para polisi sambil mengelilingi ruangan dengan tetap mengamati apa saja yang bisa dia gunakan sebagai informasi yang akan diberikan sebagai wujud kesaksiannya. Eric terus mengamati kasus kematian yang janggal ini, kemudian mencoba untuk kembali memperhatikannya lebih dekat.
“Racun apa yang bisa bunuh dia dalam hitungan sekitar 1 jam?” tanya Eric pada dirinya sendiri.
Dia mengernyit ketika tidak sengaja memegang rambut Denandra. Beberapa diantaranya malah menempel pada sarung tangan yang digunakan.
“Dia punya masalah rambut rontok?” Eric terkejut mengetahui fakta itu, lalu dia mulai fokus pada wajah pucat itu. Eric membuka mulut Denandra dan memperhatikannya lagi.
“Gue rasa dia meninggal karena dosis racunnya ditingkatkan secara berkelanjutan. Dan ya, gue yakin dia ga meninggal hanya karena teh beracun itu,” ujar Eric dengan keyakinan penuh.
Tak lama kemudian, ponselnya berdering disela-sela kegiatannya untuk menebak jenis racun yang digunakan. Setelah diperiksa, ternyata sebuah e-mail telah diterimanya.
Bagaimana kejutanku untukmu hari ini, Eric Devandra? Apa kau menyukainya? Aku harap jawabannya iya…
“Sayangnya gue ga terlalu suka permainan ini,” kata Eric sambil menghela nafasnya kasar karena lagi-lagi dia menerima e-mail tidak jelas seperti itu.
Aku kira kau akan menyukainya, tapi ternyata tidak ya?
Hahaha, tunggu saja kelanjutannya!
“Dia bisa tahu apa yang gue lakukan dan apa yang gue ucapkan? Apa iya selama ini kalau gue, Jevan, Arashya, sana Narendra itu diawasi?” gumamnya pelan.
Akhirnya, para polisi itu segera tiba dan ayah Narendra berjalan mendekati Eric untuk meminta kesaksiannya tentang kasus ini.
“Bagaimana kronologinya, Eric?” tanya ayah Narendra yang baru sampai dengan diikuti oleh beberapa polisi lainnya dibelakang.
Eric menatap ayah Narendra dan jasad itu secara bergantian, “entahlah, Om. Eric juga ga terlalu tahu pasti. Tapi, bisa Eric simpulkan kalau Kak Denandra Prahita ini meninggal karena racun. Terakhir dia minum teh yang ada racunnya itu. Eric mikir kalau dia ga meninggal hanya karena dengan minum teh beracun itu,” balas Eric yang diangguki oleh ayah Narendra.
“Oke, kesaksian kamu akan Om catat. Oh ya, Naren dimana?” tanya sang kepala polisi itu.
“Tadi Naren bilang mau ke lab untuk cek kandungan racun apa yang ada dalam teh itu. Ya, Om tahulah kalau kita cuma ngandelin hasil otopsi dari jasadnya ini bakal memakan waktu sekitar 2 sampai 3 hari. Apalagi ada bagian tubuh yang jadinya terkesan janggal,” jawab Eric lagi yang membuat ayah Narendra mengernyit bingung.
“Apa yang janggal?”
“Lehernya berubah jadi biru, dan rambutnya rontok. Eric tahu kalau masalah rambut rontok itu biasa terjadi untuk sebagian besar orang, tapi untuk kasus ini terkesan janggal karena disusul kasus kematian.”
Eric kembali menatap mayat yang kini telah dimasukkan ke dalam sebuah kantong mayat. “Dia terlihat pucat beberapa hari ini, Om. Kemungkinan besar racunnya yang bikin dia kaya gitu,” lanjutnya.
“Pelakunya?”
“Eric masih pastiin tentang itu, dan Eric juga minta kesempatan untuk hal ini, Om. Eric bakal tunggu dulu hasil cek lab-nya Naren, setelah itu baru kita bakal cari pelakunya dan selesaikan kasus ini,” jawab Eric tegas.
Ayah Narendra mengangguk mengiyakan, “selesaikan dengan segera, Ric. Oh ya, menurut kamu apakah kasus kematian Denandra ini berhubungan dengan kematian Brian beberapa hari lalu?” tanyanya.
Eric mengangguk yakin, “Eric yakin ini berhubungan.Sisanya Eric belum bisa ceritain ke Om, tapi Eric janji bakal selesaikan kasus ini bareng sama yang lain.”
“Oke, Om percaya sama kalian.” Akhirnya ayah Narendra dan beberapa petugas kepolisian lainnya membersihkan TKP, lalu segera meninggalkan areal sekolah dengan menggotong sebuah kantong mayat untuk kedua kalinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Ayano
Ini tuh kek lagi berurusan sama organisasi yang kek di conan deh
Mereka rapi banget kerjanya dah gitu cara ngebunuhnya juga kek gak mau ngotorin tangan sendiri
2023-05-17
0
Ayano
Sianida. Gak beraroma dan gampang larut
2023-05-17
0
Ayano
Bener. Tapi di saat seperti ini, amankan terduga pelaku dulu biar dia gak kena emosi massa
2023-05-17
0