15. Lembaran Kertas

Selang beberapa waktu, akhirnya Yohan dan Jean kembali dengan Abhidata. Mereka bertiga merasa panik tapi juga antusias ketika mendengar teriakan Jevan yang mengatakan kalau Eric sudah sadar.

Setelah sampai diruangan rawat Eric, Abhidata dengan segera memeriksa keadaannya. Dia mendapati detak jantung Eric yang berangsur-angsur mulai normal. Namun, nafasnya masih sedikit tersengal-sengal, mungkin karena masih ada sisa air dalam paru-parunya.

“Gimana keadaan Eric, Kak?” tanya Jevan takut pada Abhidata saat pemuda dokter itu selesai memeriksa kondisi Eric dan mengalungkan kembali stetoskop di lehernya.

Tangan dokter itu terulur untuk memegang bahu Jevan yang berdiri tepat disebelahnya. “Ga usah khawatir, Eric baik-baik aja. Gue yakin setelah ini dia bakal beneran sadar. Tapi, dia harus tetap pakai masker oksigen karena nafasnya belum benar-benar baik. Kayanya masih ada beberapa sisa air yang masuk ke paru-parunya,” jelas Abhidata lembut, kemudian berlalu meninggalkan ruangan.

Jevan, Arashya, dan Narendra hanya bisa mengangguk pasrah serta setia menunggu kesadaran Eric kembali sepenuhnya. Yohan dan Jean makin menjadi khawatir dengan keadaan mereka sekarang.

Dalam keheningan yang melanda itu, kedua kelopak mata Eric mulai bergerak. Perlahan-lahan tapi pasti dia sedang mencoba untuk membuka matanya. Bibirnya kembali terbuka, hendak mengucapkan satu nama.

“Ha—Harris!” Satu kata yang terlontar dari mulut Eric. Semua orang disana mulai menatap ke arahnya dengan perasaan sulit diartikan. Tapi mereka semua senang karena Eric sudah tersadar sekarang.

Jevan yang disebelahnya tersenyum melihat pergerakan sang adik. Namun, sedetik kemudian dia merubah ekspresinya menjadi datar san membuang wajahnya.

“Jevan..” panggil Eric lirih sambil menggenggam tangan sang kakak. Merasa aneh karena Jevan sama sekali tidak melihat ke arahnya.

“Gue marah ya! Lu baru aja sadar, tapi lu cuma nyebut nama Harris. Itupun 2 kali ya,” ucap Jevan masih dengan wajah datarnya.

Jean yang berdiri disudut ruangan menyikut lengan Yohan disebelahnya. “Jevan baperan banget ya, kayanya bucin banget sama Eric,” ujarnya pelan yang membuat Yohan memutar bola matanya malas.

“Iya, ga kayak lu! Bucinnya sama cewe sampai jadi tolol, tapi setelahnya malah diputusin gitu aja,” ketus Yohan.

Kembali lagi pada 4 pemuda yang kini saling menatap satu sama lain. Eric hanya tersenyum kecut ketika mendengar pernyataan Jevan tadi. Dia ingin mencoba menjawab, tapi tenaganya untuk bicara panjang lebar belum ada. Jadi dia hanya memutuskan untuk diam, hanya sesekali memberikan anggukan jika dia mengiyakan sesuatu.

“Ada apa sih sama Harris? Dari tadi lu sebut namanya. Apa jangan-jangan dia yang buat lu kaya gini?” tanya Arashya dengan nada marahnya. Sementara Eric hanya mengangguk.

Melihat itu, Narendra jadi terkejut. “Lu serius, kalau Harris yang ngelakuin ini semua ke lu? Atas dasar apa coba?” tanyanya tidak santai.

“Biarin Eric istirahat sebentar, setelah itu baru ajak dia ngomong lagi. Dia belum ada tenaga buat ngomong itu,” sela Yohan menengahi.

Mereka semua kembali duduk ke tempat semula, memilih untuk melanjutkan perbincangan tadi yang sempat terhenti. Jevan juga sudah membantu Eric agar duduk bersandar di bangsalnya.

“Kasusnya udah sampai mana?” tanya Eric dengan tubuh bergetar memaksa untuk bicara.

Yang lainnya hanya bisa menghela nafas dan memijat pangkal hidung. Sedikit tak habis pikir dengan Eric yang dalam keadaan seperti ini masih bisa menanyakan tentang perkembangan kasus mereka.

Arashya menghela nafasnya kasar, “intinya lu benar tentang racun itu berasal dari Polandia. Gue sama Jevan udah bobol ruang arsip dan ga ada yang terlalu berguna disana,” balas Arashya dengan nada terpaksa.

“Iya, tapi syukurnya Arashya ingat beberapa orang yang pernah pergi dan datang dari Polandia itu. Dia sempat lihat daftar keberangkatan dan informasi tentang orang-orang itu di kantor kedutaan,” lanjut Jevan.

“Siapa?” tanya Eric singkat.

“Ada Kak Yohan, Om Jonathan, sama Kak Harshaya. Gue yakin sih kalau Om Jo itu bersih, karena setelah kita bobol ruang arsip Jevan langsung hubungi Om Jo dan katanya ada urusan kerja.” Sela Arashya cepat.

Eric mengangguk menatap Narendra. Yang ditatap langsung paham dengan maksud Eric. “Well. Om Jo ga mungkin ada hubungannya sama pembunuhan ini. Ngapain juga? Mending ngurusin bisnis, kan? Dapat cuan,” ucapnya sambil tertawa kecil.

“Jadi sekarang tinggal 2 orang sih, Kak Yohan san Kak Harshaya itu. Mungkin Kak Yohan bisa ngasih pembelaan sekarang,” lanjut Narendra yang membuat mata semua orang memperhatikan Yohan dan Jean.

“Siapa?” tanya Eric pada Jean karena mata mereka tak sengaja bertemu.

“Oh ya, Eric. Kenalin gue Jeandra Samudra. Just call me Jean, and well gue sepupunya Yohan. Baru balik dari Polandia.” Jawabnya dan membuat Eric kembali mengernyit bingung.

Jean tertawa gemas melihatnya. “Oke, gue bakal jelasin biar lu pada ga salah paham. Jadi, gue ini sepupu Yohan yang besar dan ngabisin masa kecil gue dengan sekolah di Polandia. Setelah 10 tahun disana, gue mutusin buat balik lagi ke Indonesia dan bakal pindah ke sekolah kalian.” Jelasnya yang membuat semua orang mengangguk paham.

“Yang lu bilang, Shya.. Tentang Yohan ke Polandia itu benar. 2 minggu lalu, dia datang ke rumah gue disana. Itu semua karena gue yang hubungi dia buat omongin masalah ini baik-baik. Jadi gue bisa pantulan kalau Yohan itu benar-benar ke Polandia itu cuma buat ketemu gue,” lanjutnya.

Yohan hanya menatap sinis pada sepupunya itu. Merasa agak mual ketika mendengar kalimat terakhir, ‘cuma buat ketemu gue’. Tapi dia tidak masalah karena memang itu faktanya.

“Oke, berarti sisa si Harshaya ini. Bukannya dia satu sekolah sama kita? Tapi kok gue ga pernah lihat dia belakangan ini di sekolah?” tanya Arashya penasaran dan menatap Yohan meminta jawaban.

“Dia itu teman sekelasnya Brian sama Denandra. Sehari sebelum kematian Brian, dia udah ga kelihatan lagi di sekolah. Gue ga tahu sih alasan dia apa,” jawab Yohan sekenanya.

“Kinda sus,” gumam Eric pelan yang hanya bisa di dengar Jevan.

“Naren?” tanya Eric pelan, karena dia melihat temannya itu gelisah tak menentu.

Narendra mendongak melihatnya. Lalu dia menepuk keningnya pelan. Dia sadar kalau dia melupakan sesuatu sebab kegelisahannya itu.

Dengan segera dia mengambil beberapa lembar kertas yang tadi sempat dia lipat di saku kemejanya dan menunjukkan pada Eric.

“Gue tadi ke kantor polisi, Puji Tuhan ayah gue ga ada disana dan lihat gue bolos. Om Shaka selaku sahabatnya ayah ngasih ini ke gue.” Narendra menunjuk pada kertas-kertas yang sekarang sudah dipegang Eric.

“Agak ilegal sih karena ini bisa jadi bukti. Soalnya kertasnya ditemuin di saku 2 korban itu,” lanjutnya yang kembali duduk di tempat semula.

Eric membaca lembaran kertas itu dengan seksama dalam diam. Sesekali dia melihat detail tulisannya. Antara tulisan yang satu dengan tulisan lainnya sama, bentuk hurufnya juga sama. Tapi ada satu yang agak bergelombang. Mengikuti itu karena permukaan tempat menulis isi di kertas itu yang tidak rata, begitu pikirnya.

“Oh ya, Marka hilang, Ric,” kata Yohan pelan yang lagi-lagi membuat Eric terkejut.

“Serius?!” tanya Eric tak percaya.

“Gue udah cari ke tiap gedung, tiap kelas dan ruangan lainnya, tapi Marka ga ada dimana-mana. Terus gue ketemu lu dan lu nyaranin biar gue periksa tas sekolah ga karena benda itu masih ada di kelas. Pas gue cek, gue cuma nemu ini,” balas Yohan yang juga menyodorkan selembar kertas pada Eric.

Eric segera menerima dan melihatnya. Kemudian dia berdecak kesal karena merasa dipermainkan.

“Tulisannya sama, medianya sama, yang nulis juga sama. Yang beda cuma permukaan tempat dia nulis doang.”

Eric menunjukkan salah satu kertas, “ini ditulis di tanah dekat gudang dan ditaruh di saku celana Kak Brian. Kenapa? Dibalik kertasnya ada beberapa debu tanah, dan yang meninggal tergeletak di tanah itu Kak Brian,” jelas Eric yang sepertinya sudah memiliki tenaga untuk bicara banyak.

“Terus Harris pengkhianat apa maksudnya? Dari tadi lu tadi bilang itu sebelum benar-benar sadar,” celetuk Jean yang mengalihkan atensi semua orang dalam ruangan itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!