Keadaan sekolah hari Kamis ini sangat kacau. Berita tentang Eric yang tenggelam dan sempat dirawat di rumah sakit sudah menyebar di seluruh penjuru sekolah. Namun, sayangnya keempat pemuda yang sering disebut ‘Boyz’ itu bahkan sama sekali tidak masuk ke sekolah hari ini.
Kejadian beruntun itu tentu menghebohkan semua siswa SMA 8 Puncak. Mulai dari kasus kematian Brian Jefferson yang mendadak, lalu beberapa hari kemudian disusul dengan kasus kematian sahabat dekatnya, yaitu Denandra Prahita. Belum lagi kemarin dihebohkan dengan kabar kalau Eric tenggelam di kolam renang sekolah dan harus dirawat di rumah sakit.
Kabar itu menyebar begitu cepat. Begitu pula dengan kabar jika hendak dibicarakan dan dipertimbangkan kembali mengenai penutupan SMA 8 Puncak karena beberapa kasus dan kejadian aneh itu. Hasilnya memang belum keluar, tapi orang-orang sangat khawatir. Sejak kejadian Eric kemarin juga, pihak sekolah menutup areal kolam renang untuk sementara waktu.
Mungkin 4 pemuda itu beruntung karena mereka memilih untuk meliburkan diri hari ini. Tidak terbayang kalau mereka ada di sekolah, akan sebanyak apa pertanyaan yang dilontarkan oleh anak-anak lainnya. Dan syukur saja tidak ada yang tahu kalau Yohan juga ikut terlibat di dalamnya dan hanya dia yang masuk hari ini. Itupun karena terpaksa sebab dia bertanggung jawab untuk mengurus perpindahan sekolah Jeandra Samudra, selaku saudara sepupunya.
Sedari tadi Yohan hanya berkeliling koridor sambil menunggu kedatangan Jean. Dia bilang akan dayang setelah jam istirahat pertama, sekitar jam 10 pagi. Ini sudah pukul 10.10, tapi Jean belum datang ke sekolah dan tidak mengirimkan pesan apapun pada Yohan. Dia jadi sedikit frustasi karenanya.
“Syukur ga ada yang tahu sih kalau gue juga terlibat dalam kasus itu. Ya maksudnya tentang Eric kemarin sih. Itu juga karena gue harus cari Marka,” gumamnya pelan sambil berjalan menuju sebuah kursi panjang di gedung khusus yang isinya ruangan penting, seperti ruang arsip di lantai 3, ruang guru di lantai 1, dan ruang kepala sekolah di lantai 2.
Yohan sesekali melirik jam tangannya lalu mencebik kesal. “Si Jean niat sekolah disini ga sih? Kenapa juga dia harus pindah ke Indonesia? Nyusahin banget,” gumamnya kesal karena Jean tak kunjung datang.
Yohan melihat ponselnya berkali-kali untuk melihat jam dan berharap ada sebuah pesan masuk yang dikirim oleh Jean. “Beban banget sumpah! Gue harus cari Marka, terus segala ngurusin ni anak lagi. Duh, stress,” ucapnya berkali-kali sambil merutuki Jean dalam hati.
“Nunggu lama ga lu, Yo?” tanya seseorang yang tiba-tiba sudah berdiri di depan Yohan.
Yohan yang tadinya menunduk, lalu mendongak karena terkejut. Disana dia mendapati orang yang dari tadi dia tunggu.
“Ya menurut lu aja, gimana?! Ditungguin dari tadi lama banget,” balas Yohan makin kesal.
Yang dimarahi hanya cengengesan, “ya biar lu tahu aja sih gimana rasanya nunggu,” sahutnya.
“Lu bukan doi yang harus gue tunggu-tunggu. 10 menit berharga gue terbuang sia-sia nungguin lu!” seru Yohan yang kini memicingkan matanya menatap Jean.
Jean yang ditatap seperti itu menjadi risih, “biasa aja kali lihatnya. Gue juga tahu kalau gue ganteng,” kata Jean pelan.
“10 menit gue terbuang sia-sia karena nungguin lu ngerokok dulu. Pasti lu habis ngerokok di parkiran sekolah, kan?” tanya Yohan memelankan nada bicaranya tapi tetap mengintimidasi.
Jean hanya tersenyum konyol dan menggaruk tengkuknya yang tak gatal. “Hehe, kebiasaan gue sekali gitu dari kelas X di Polandia. Semua teman gue juga gitu, jadi keterusan,” balasnya sambil mengeluarkan botol parfum kecil yang selalu dia bawa dan menyemprotkannya ke seluruh tubuh agar bau asap rokoknya hilang. Tak lupa juga dengan penyegar mulutnya.
“Mungkin nanti disini gue bisa kurangin rokok. Sekarang tolong antar gue ke ruang kepala sekolah, gue buru-buru mau rebahan di rumah,” ajak Jean yang membuat Yohan merotasikan bola matanya malas. Kemudian berjalan mendahului Jean.
Mereka melakukan apa yang memang harus mereka lakukan di ruang kepala sekolah. Jean juga sempat diinterview oleh sang kepala sekolah yang hasil akhirnya dia ditempatkan sekelas dengan Yohan. Setelah selesai dengan semuanya, mereka berdua berpamitan dan keluar dari ruangan itu.
“Kenapa sih gue harus sekelas sama lu?” tanya Jean yang melangkah bersama Yohan disebelahnya sedang menuruni anak tangga.
“Lu kira gue mau sekelas sama lu? Ogah banget,” ketus Yohan.
“Idih, bilang aja lu senang kalau gue bisa sekelas sama lu. Karena dengan hal itu, lu bisa terus pantau gue dan bakal ngelaporin gue ke mami kalau gue aneh-aneh, iya kan?” tanya Jean pada Yohan lalu dia berbelok ke kanan saat sampai di lantai 1, sementara Yohan berbelok ke kiri.
Yohan yang menyadari hal itu menghentikan langkahnya dan menoleh. “Woy! Lu ngapain ke situ? Jalan balik lewat sini,” kata Yohan menyusul Jean.
“Jawab dulu, iya atau ga?”
Yohan menghela nafasnya kasar, “untuk sekarang iya, ga tahu nanti.” Jawabnya dengan nada terpaksa.
Jean hanya mengulas senyum diwajahnya lalu melanjutkan langkahnya, tapi segera dihentikan Yohan. “Lu mau ngapain ke situ? Dipojok sana ruang guru, lu ga ada kepentingan ke sana!” kata Yohan memberikan peringatan.
Jean balik menatap Yohan, “selain ruang guru, di lantai dasar ini ada ruangan apa aja?” tanyanya.
“Adanya ruang guru sama ruang kontrol aja, sih. Kenapa?” tanya Yohan sedikit tak suka.
“Gapapa, gue cuma mau main ke ruang kontrol. Kalau lu mau ikut, cukup diam dan ikuti gue, jangan banyak omong,” cerocos Jean yang membuat Yohan menggerutu dibelakangnya dan mengikuti pergerakan Jean.
Sesampainya di depan pintu ruang kontrol, Jean mengintip sebentar ke arah jendela dan melihat seorang pria patuh baya sedang menjaga serta memantau segala pergerakan melalui monitor yang terhubung dengan CCTV sekolah.
TOK.. TOK.. TOK..
Jean mengetuk pintu dan segera diizinkan masuk, sedangkan Yohan menunggu diluar sebentar sesuai perjanjian mereka.
“Iya, nak. Ada apa?” tanya pra penjaga CCTV itu dengan bingung menatap Jean.
Jean yang ditanya menggaruk kembali tengkuknya yang tak gatal itu. “Hehe, saya murid baru disini, can you help me, Sir? I need your help, please..” kata Jean dengan kebiasaannya yang belum hilang.
Pria itu menatap Jean bingung. Tidak mengerti dengan apa yang Jean katakan karena menggunakan bahasa Inggris. Keheningan lumayan lama meliputi mereka berdua, sampai Yohan menghela nafasnya kasar dan masuk secara tiba-tiba.
“Gini pak, ini saudara saya dan murid baru disini, dia pindahan dari luar negeri. Terus dia nanya ke bapak, bapak bisa ga bantuin dia? Dia perlu bantuan bapak, tolong.. Begitu pak maksudnya,” jelas Yohan berusaha sabar.
Penjaga CCTV itu hanya ber-oh-ria dan mengangguk cepat. “Yang perlu saya bantu apa ya, Nak?” tanyanya pelan.
“Tadi saya lihat ada siswa yang kelihatannya kinda sus. Dia sempat mondar-mandir di halaman belakang sekolah dan dia katanya pergi ke swimming pool area,” ucap Jean agak terbata-bata karena memang ada beberapa kosa kata yang sulit dia ucapkan sebab terlalu lama tinggal di luar negeri.
Bapak itu mengernyit lagi. Yohan yang paham serta menjelaskan. “Tadi dia liat ada orang aneh yang bolak-balik ga jelas di halaman belakang sekolah pak, terus kayanya dia mau pergi ke area kolam renang gitu. Bisa tolong bapak periksa, mungkin?” tanya Yohan setelah menjelaskan.
“Waduh, kalau itu tugas pak satpam, Nak.”
“Tapi pak satpam tadi saya lihat lagi di toilet. Samperin aja kali pak orang itu, siapa tahu dia aneh-aneh. Apalagi kan area kolam renang lagi ditutup untuk akses masuknya.” Yohan berusaha mengompori si bapak penjaga itu sesuai dengan permintaan Jean melalui kode-kode yang syukurnya langsung dia pahami.
Si bapak penjaga itu akhirnya buru-buru pergi memeriksa tempat yang kedua orang ini katakan. Sementara Jean dan Yohan saing pandang sesaat setelah bapak itu pergi. Jean langsung duduk di kursi itu dan memeriksa semua CCTV.
“Lu mau ngapain sih? Segala harus bohong sama tu bapak,” tanya Yohan sambil berjaga agar tidak ada orang yang masuk ke sana.
“Gue ga bohong sepenuhnya. Orang gue sempat lihat kalau ada beberapa anak yang pergi ke swimming pool area itu untuk fotoin TKP. Mungkin dibuat biar viral,” balas Jean acuh dan fokus pada kegiatannya.
Jean mulai mengambil alih komputer dihadapannya dan memeriksa tiap video yang ada. “CCTV error semua gini, kenapa ya?” tanya Jean kesal ketika dia mencari rekaman CCTV saat Marka hilang dan Eric yang tenggelam.
“Lu mau cari apa sebenarnya?!” tanya Yohan sedikit nyolot.
Jean menegakkan posisi duduknya dan bersiap untuk mengeluarkan semua kemampuannya. “Gue bakal cari rekaman CCTV tentang kejadian Eric kemarin di swimming pool area dan hilangnya Marka si bestie lu itu. Tapi sekarang gue harus hack dan perbaiki sistem dulu biar rekamannya ga error gini. Sebelumnya benar-benar ada yang ngehack lagi terus di delete dan bisa jadi itu perbuatan pelakunya,” jelas Jean yang jari-jari tangannya bergerak lincah untuk mencari serta mengetik sesuatu yang tidak Yohan pahami.
Selang 5 menit, akhirnya Jean berhasil. “Berhasil, bro. Ga sia-sia ikutan les IT sampai nyuri uang mami buat bayar les, haha,” ucapnya bangga.
“Kita harus pergi dari sini sebelum bapak itu balik,” ajak Yohan dan mereka berdua berjalan keluar ruangan setelah Jean mengembalikan semuanya seperti semula.
Mereka berdua berjalan menuju parkiran dimana mobil Jean terparkir rapi disana.
“Lu mau pulang sekarang, kan?” tanya Yohan basa-basi.
“Ogah! Malas banget, mending sekalian main. Lu juga ikut sini,” ajak Jean yang hendak melangkah masuk ke dalam mobil.
“Lu gila? Gue masih sekolah!” Teriak Yohan tidak terima.
“Santai aja kali. Bolos sehari juga ga bikin lu bakal mendekam terus di sekolah ini dengan embel-embel ga lulus,” balas Jean tak peduli dan masuk ke dalam mobilnya.
Namun, alangkah terkejutnya Jean karena pintu mobil sebelahnya terbuka dan Yohan masuk lewat sana.
“Ngapain lu ikutan?” tanya Jean heran.
“Tadi kan lu yang ngajakin! Giliran gue nolak salah, pas gue terima lu malah heran. Kenapa sih?!” pelik Yohan yang membuat sepupunya itu tertawa keras.
“Yaudah, sekarang kasih tahu gue rumahnya si kembar Jevan-Eric. Kita harus ke sana dan lihatin rekaman CCTV ini. Mungkin mereka bakal dapat sesuatu,” ucap Jean yang mulai melajukan mobilnya keluar parkiran dengan Yohan sebagai maps berjalan.
“Oh ya, tadi ngapain lu taruh amplop di bawah keyboard PC-nya?” tanya Yohan penasaran.
“Bukan apa-apa sih, cuma sedikit uang yang bisa gue kasih karena bapak itu udah mau bantu gue dan nurut,” balas Jean santai.
“WHAT? That’s money? Emang berapa yang lu kasih?” tanya Yohan terkejut.
“Ga banyak sih, cuma 250 ribu.”
“Lu mau pamer atau nyogok sebenarnya?”
“Ga keduanya. Pikiran lu negatif banget tentang gue, Yo. Gue anak baik-baik kali,” ucap Jean sebal.
Yohan membuang wajahnya dan menatap keluar jendela sembari berdecak. “Cih, anak baik-baik juga ga bakal ngerokok di parkiran sekolah kali. Syukur tadi kepala sekolah ngizinin lu masuk karena kemampuan. Kalau gue jadi kepala sekolah udah gue usir kali lu pas pertama kali masuk ruangan,” gumam Yohan yang masih bisa didengar jelas oleh Jean.
“Lu kenapa sih? Dendam banget kayanya sama gue.” Jean yang kesal menoleh pada Yohan yang duduk disampingnya.
“Lu pikir sendiri, woy! Pertanyaannya gini, siapa yang menghadap kepala sekolah pakai baju kaos dilapis kemeja kotak-kotak terus pakai jeans robek-robek?!” tanya Yohan yang kesabarannya habis.
“Kesabaran lu kaya tisu dibagi 2 terus kena air, Yo,” balas Jean sambil tertawa dan tidak digubris lagi oleh Yohan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments