Aku Laras
Bab 1. Kesal
Mayra 20 tahun, anak tunggal dari pasangan Rusli dan Lidia, orang tua yang terkenal mapan dan memiliki beberapa aset yang bisa di katakan wah. Namun, tidak dengan Mayra gadis ini merasa terkurung dan terkungkung oleh kemewahan yang sang ayah miliki. Mayra juga merasa heran kenapa di rumah sebesar ini memiliki japa mantra yang di pasang di setiap sudut rumah, belum lagi benda-benda klenik yang ada hampir di setiap ruangan. Penolak balak, itu yang sang ayah jawab saat Mayra bertanya tentang hal yang tak pernah di pahaminya.
Pagi ini, Mayra sedikit kesal saat sang ayah mengikat gelang dari benang berwarna merah dan mengucapkan mantra aneh, belum lagi sang ayah meminta untuk membawa bumbu dapur delingu bawang yang di taruh di dalam tasnya. "Hash! Ayah untuk apa ini? Mayra sudah bosan, sejak SD Ayah selalu meminta Mayra membawa benda ini." protes Mayra tak suka dengan wajah cemberut.
Namun, sang Ayah tak bergeming malah memberikan perintah pada orang kepercayaannya. "Awasi Mayra dan pastikan dia tidak membuang ajimat itu!" titah sang ayah.
Mayra yang mendengar ucapan sang ayah kembali memprotes. "Ayah, Mayra akan kuliah bukan wisata ke hutan atau pun gunung, heran! Lagipula kenapa harus memakai gelang ini juga." Mayra menggerutu kesal.
"Mayra!" teriak sang ibu marah saat mendengar dirinya menggerutu dan menatap tajam. "Jangan membantah, kerjakan saja apa yang Ayah kamu bilang!" tegas sang ibu.
Mayra akhirnya hanya bisa diam perasaan kesalnya kian menjadi saat sang Ayah membaca mantra, mantra aneh yang kadang membuatnya pusing sembari mengitari dirinya. Setelah sang ayah selesai membaca mantra Mayra baru boleh berangkat dengan wajah cemberut dan tatapan mata yang tajam menandakan pagi ini dia begitu marah. Mayra berjalan keluar rumah tanpa berpamitan pada kedua orang tuanya.
Sepanjang jalan Mayra menggerutu sembari berusaha melepas gelang dari benang yang kini melilit tangannya. "Argh .... sulit sekali, lagi pula apa gunanya semua ini!" geram Mayra kesal dan kemudian berhenti dan menatap ke arah pengawalnya yang sudah mengekor sejak tadi.
"Om, kemari," panggil Mayra pelan.
"Ya, Non. Ada yang bisa saya bantu?" tanya sang pengawal.
Mayra berhenti sejenak dan menatap pengawalnya. "Husstt ... jangan keras-keras nanti Ayah dengar," bisik Mayra semakin pelan.
"Om. Om tahu untuk apa gelang ini? Kenapa juga Ayah terus memaksa Mayra untuk memakainya. Apa ada sesuatu yang Ayah tutup-tutupi?" tanya Mayra kesal.
"Om, bantu saya untuk melepas gelang ini," pinta Mayra sembari berbisik.
Sang pengawal langsung menunduk, tak ada jawaban yang keluar dari bibirnya, hingga membuat Mayra makin kesal. Amarahnya yang tadi sedikit mereda kini makin menjadi, netranya menatap tajam ke arah sang pengawal dan dengan mendengus kesal. "Tolol, kenapa harus meminta tolong pada Om, Marya lupa kalau Om itu antek-antek Ayah!" seru Mayra marah.
Mayra yang merasa kesal karena pertanyaannya tak memperoleh jawaban akhirnya memilih untuk diam dan masuk dalam mobil. Beberapa menit kemudian setelah mobil melaju, masih dalam diamnya netra Marya seketika membola saat terbersit ide dalam pikirannya, senyum Mayra tersungging sesaat seakan menemukan jawab akan kekesalan hatinya. Hingga mobil yang mengantarnya berhenti di depan kampus tempat yang paling Mayra suka, kebebasan dan jiwa merdeka yang Mayra rasakan terlepas dari segala klenik yang membuatnya kesal.
"Om, pulang saja tidak perlu menunggu nanti Mayra pulang dengan Panca!" usir Mayra sembari tersenyum.
"Tapi ... Non, nanti Tuan marah," jawab sang pengawal takut.
"Agh! Sudah Om, Om bilang saja jika saya pulang dengan Panca. Ayah pasti percaya, janji nanti saya telfon," ucap Mayra memastikan.
Pengawal ini diam untuk sesaat seakan ingin mempercayai semua ucapan sang Nona yang terkadang memberinya masalah. Pengawal ini akhirnya mengiyakan saja semua keinginan Mayra dengan tersenyum sang pengawal berlalu pergi. Namun, belum juga jauh sang pengawal melangkah, dia berbalik badan untuk memastikan.
"Hus-hus, pulang!" usir Mayra sembari mendorong tubuh sang pengawal.
"Non, ingat telfon Tuan, saya enggak mau jika kejadian tiga hari lalu terulang lagi!" tegas sang pengawal.
Mendengar ucapan sang pengawal Mayra langsung menatap tak suka netranya seketika melotot tetapi tak lama tersenyum sembari membuka tas dan mencari dompet miliknya.
"Om, ini untuk beli kopi dan bakso." Mayra mengulurkan uang seratus ribu.
"Non, bukan begini maksud saya," jawab sang pengawal.
"Aghhh ... sudah. Ambil saja!" seru Mayra sembari mengulurkan uang yang di pegangnya, "mau atau tidak, kalau begitu saya masukkan dompet lho Om," ancam Mayra.
"Em ... Non, apa Non bersungguh-sungguh," jawab sang pengawal ragu dan menggaruk kepalannya.
"Hash! Om, pakai malu-malu kuncing, sudah terima saja."
Setelah memberikan uang seratus ribu Mayra langsung berlalu pergi dengan senyum penuh kemenangan Mayra berjalan menyusuri area kampus hingga langkahnya berhenti tepat di area parkir. Melihat sekilas untuk memastikan jika Panca ikut nongkrong di sana. Namun, Mayra tak bisa menemukan sosok Panca laki-laki tampan, tinggi dan rambut ikalnnya yang selalu di gerai hingga batas telinga.
Mayra seketika mencebik kesal saat tak mendapati Panca di mana pun berada, hingga Mayra mendengar namanya di panggil dengan keras.
"Hai, Mayra gadis bergelang merah."
Mayra seketika menoleh saat mendengar suara yang tak asing di telinganya. "Alhamdulillah, akhirnya dewa keberuntungan aku datang," gumam Mayra sembari tersenyum dan melihat siapa yang memanggilnya dengan keras. Senyumnya seketika terkembang sempurna mata bening dengan iris warna coklat muda seakan menambah kecantikan di wajahnya.
"Panca!" teriak Mayra keras seakan tak menyadari di mana dia berada.
Mayra langsung berlari menghampiri sosok Panca yang baru tiba, tetapi langkahnya seketika terhenti saat melihat wajah Panca yang tertekan. Mayra yang menyadari perubahan raut wajah Panca seketika menunduk. "Maaf, bukan maksud saya merepotkan kamu tetapi ... lihat ini," ujar Mayra manja.
"Argh ... kamu, jangan bersikap manja dan gara-gara kamu! Ayah kamu menelpon saya!" seru Panca marah sembari menyentil dahi Mayra.
"Ash, mesti begitu. sakit tahu!" geram Mayra sembari mengusap dahinya.
Panca hanya mengacuhkan rengekan Mayra dan memilih untuk berjalan lebih dulu.
Mayra yang merasa di acuhkan oleh Panca semakin merasa kesal dan langsung memburu langkah Panca. "Eh. Tunggu, kenapa aku di tinggal!" teriak Mayra keras.
"Hash! Beridik, ada apa?" tanya Panca kesal.
"Iya, maaf. Panca tolong buka ini, bosan saya jika di suruh memakai ini terus, malu Panca," ujar Mayra sembari menunjukkan gelang yang di pakainya.
Panca tak menjawab semua ucapan Mayra tetapi memilih menatap Mayra lekat dan tak lama tertawa keras seakan ada hal yang lucu hingga semua anak yang nongkrong di area parkir menatap dengan heran. Mayra yang merasa kesal dengan tawa Panca akhirnya hanya bisa menatap dengan kesal dan tak urung Mayra mencubit Panca dengan keras.
"Argh ... sakit."
"Mayra hari ini kuliah pulang lebih awal dan saya kemari bukan karena ingin membantu kamu tetapi Ayah kamu meminta saya membawa kamu pulang."
"Ayo!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Syhr Syhr
Masuk ke dunia horor 👻
2023-06-10
2
Mia Roses
Novel baru ya kak, semangat ya
2023-04-29
1