Mayra masih berdiri menatap rumah yang sering di lihatnya dalam mimpi netranya terus menatap memindai seakan dirinya ingin mencari tahu tentang kondisi rumah yang ada di depannya.
"Tolong, jangan lakukan itu. Aku tak akan mengulanginya lagi, aku mohon ...." Suara samar meminta ampun yang Mayra dengar.
"Tolong ... jangan kurung aku, di sini dingin dan gelap," rintih suara yang terdengar lagi.
Mayra masih berdiri tak percaya dengan suara yang di dengarnya. "Apa yang terjadi?" tanyanya sembari berjalan mendekat, tetapi semakin langkahnya mendekat rumah ini serasa semakin menjauh.
"Apa ini? Kabut ini?"
Pandangan Mayra kini tertutup kabut dirinya masih terpaku di tempat. "Bagaimana aku bisa pulang?"
Di dalam kebingungannya Mayra merasakan ada suara yang tak asing yang terus memanggil namanya, suara yang hampir tiga minggu ia tinggalkan. "Ibu, Ibu. Aku di sini, tolong aku Bu!" teriak Mayra keras.
"Ibu, Mayra di sini!" teriaknya lagi.
Namun, suara Mayra seakan menembus ruang kosong dan suara itu kembali tak terdengar. "Aku, di sini. Aku terjebak di antara kabut Bu," isak Mayra pelan.
"Aku di sini Bu!" serunya sembari terus berputar-putar di antara kabut.
Sementara itu, di tempat yang jauh terdengar dua orang tengah bersitegang dengan hebat.
Dua orang yang tengah kecewa saat semua persiapan dan pesta mewah yang di gadang-gadang akhirnya hancur dan gagal begitu saja dengan menghilangnya Mayra.
"Lalu, apa gunanya Mas Rusli ke sana jika tak bisa membawa Mayra pulang!" teriak Lidia kencang penuh amarah.
Rusli yang merasa gagal tak bisa membawa anak gadisnya pulang hanya diam tertunduk lesu tak sedikitpyn ia ingin menjawab setiap umpatan sang istri. "Hancur-hancur semuanya dan apa yang kita takutkan selama ini pasti akan terjadi!" teriak Lidia lagi.
"Mas ... ini semua karena ulahmu!" seru Lidia kesal.
Rusli makin menunduk hanya netranya saja yang terlihat nanar menatap jauh dan entah apa saat ini yang ada di pikirannya. "Ingat Mas, jika terjadi apa-apa dengan Mayra, Mas tahu apa akibatnya!" ancam Lidia sembari meraih ponselnya dan duduk dengan gusar.
Mengulir ponselnya dan tak lama terdengar kata sepakat antara Lidia dengan orang yang berada di seberang sana.
"Lidia, apa yang kamu rencanakan?" tanya Rusli sembari menatap tak suka.
"Mas, aku sedang mengusahakan agar Mayra bisa pulang," ujar Lidia sembari berdiri mendekat ke arah suaminya.
"Andaikan Mas tak sembarangan menceritakan tentang rumah lama kita, tak mungkin Mayra tahu alamat rumah itu," ucap Lidia geram.
"Lidia, aku hanya memberikan tugas rutin bulanan dan argh ... kemana mereka dan kenapa mereka tak kembali," gerutu Rusli.
Lidia semakin meradang marah bagaimanapun juga Mayra adalah anak yang di perolehnya dengan susah payah. "Mas, apa Mayra akan baik-baik saja di sana dan apa yang membuat Mas gagal, apa ...." Lidia memutus ucapanya dan melihat ke arah suaminya yang terlihat gusar.
"Mas." Panggil Lidia ulang.
"Lidia, sepertinya kita harus menyiapkan diri kita, Mas enggak tahu apa yang akan terjadi nanti, Mas ... Mas, tidak tahu bagaimana nasib Mayra," tutur Rusli gundah.
"Maksud Mas Rusli?"
"Kampung itu Lidia dan tanah rumah kita yang sudah mendapat kutukan dan Mayra ...." Rusli memutus ucapannya dan menutup wajahnya dengan dua tangannya, seakan ada ketakutan yang Rusli rasakan saat ini.
"Apa yang Mas katakan dan kenapa Mas tak pernah cerita?" tanya Lidia tegas.
"Lidia, apa perlu kamu tahu dan kamu sendiri yang melakukan itu," kata Rusli pelan.
Mendengar perkataan sang suami Lidia langsung berdiri. "Mas, yang di sana anak kita dan aku ingin Mayra pulang," tutur Lidia dengan tangis yang di tahannya.
"Aku akan melakukan segala cara agar Mayra bisa pulang Mas ternyata semua penangkal dan klenik yang kita lakukan hanya sia-sia," sesal Lidia akhirnya.
"Mayra, pulang Nak!" panggil Lidia pelan dan akhirnya air matanya lolos begitu saja.
Keributan yang terjadi akhirnya terhenti dengan tangis Lidia. Ada penyesalan yang tersirat dari gumam tak jelas yang terus ia ucapkan. Namun, berbeda dengan Rusli yang duduk termenung menatap kosong dengan dahi yang berulang kali menyerngit.
"Tanah kutukan, rumah itu." Rusli terus bergumam sendiri.
"Argh ... kenapa bisa jadi begini, hancur-hancur semuanya!" teriak Rusli kesal.
Rusli kemudian berdiri dan merusak semua klenik yang sudah di pasangnya selama bertahun-tahun, membuang semua barang yang dulu di anggapnya bertuah. "Semuanya tak berguna dan akhirnya anakku yang datang ke sana!" teriak Rusli keras.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments