Ketiga pria ini tak menyangka jika mereka semalaman akan tidur di bawah pohon yang berada di tepi sungai dan terdapat makam tua. Teriakan mereka yang kencang membuat beberapa warga kampung langsung menatap mereka dengan heran. "Kalian pasti melakukan hal yang tak benar hingga Nyai memindah tubuh kalian," gumam salah satu warga dan melanjutkan pekerjaannya dan tak menghiraukan mereka.
Sementara itu, di tempat lain di mana Mayra berada, saat ini ia merasa lega saat melihat antek-antek serta Ayahnya sudah meninggalkan tempat ini secara tiba-tiba.
Memilih duduk dengan tenang di bawah pohon besar dengan senyum puas. "Apa yang membuatmu tersenyum," sapa gadis kecil yang duduk di sampingnya.
"Tak ada," jawab Mayra asal.
Mendengar jawaban Mayra gadis kecil ini melotot tak percaya. "Ash, kamu mulai sekarang kita bersahabat," ujar gadis ini sembari mengulurkan tangannya.
Mayra merasa heran saat mendengar ucapan gadis kecil yang ada di depannya, tetapi tak urung tangannya meraih juga tangan gadis kecil ini dan menjabatnya erat. "Senang berkenalan dengan kamu dan mulai sekarang kita berteman," jawab Mayra mengulang perkenalan mereka.
"Panggil aku Kakak Mayra," jelas Mayra akhirnya.
"Kakak? Aku tak akan pernah mau memanggil kamu Kakak!" seru gadis ini tak suka.
"Lantas?" tanya Mayra heran.
"Panggil aku, Kakcil," jawabnya senang.
"Kakcil? Aneh!" tegas Mayra heran.
"Kenapa aku harus memanggilmu Kakcil dan siapa nama kamu?" tanya Mayra penasaran.
Gadis kecil ini kemudian terlihat muram dan menunduk untuk sesaat, jelas terlihat ada kesedihan yang terpancar dari sorot matanya.
"Sudah aku bilang aku lupa namaku dan alu tak mengingatnya," jawab gadis kecil ini sendu.
Perlahan gadis ini berdiri dan menatap ke arah Mayra. "Pulanglah," titah gadis ini pelan dan pergi begitu saja dengan kesedihan yang jelas terlihat di wajahnya yang putih.
"Hei, tunggu!" teriak Mayra saat gadis kecil ini tiba-tiba pergi.
Mayra masih menatap dengan bingung dan netranya seakan tak percaya saat melihat gadis kecil ini tiba-tiba menghilang begitu saja dari hadapannya. Mayra berusaha untuk meyakinkan apa yang di lihatnya berulangkali Mayra mengusap netranya agar kabut yang turun tak menghalangi pandangannya.
"Aneh," gumamnya sembari berdiri.
"Hai, Kakcil!" teriak Mayra ulang.
"Kakcil!" teriak Mayra makin kencang.
Tak ada jawaban hanya kabut yang turun semakin tebal, memilih menunggu beberapa saat tetapi Mayra tak menemukan satu jawaban dari semua teriakan yang ia lontarkan.
Mayra berjalan dengan gontai, saat ini dirinya benar-benar merasa sendiri memilih untuk pulang menuju rumah. Langkahnya terhenti saat melewati halaman rumah, Mayra masih bisa mencium sisa aroma dupa yang di bawa sang Ayah dan dia juga masih bisa melihat penangkal yang di buat oleh laki-laki tinggi besar yang sempat di lihatnya.
"Kenapa tiba-tiba tubuhku menghangat dan seakan langkahku menjadi berat?" tanya Mayra pada dirinya sendiri.
"Lalu apa fungsi dari penangkal ini?"
Namun, semua pertanyaan Mayra seakan menembus ruang kosong yang tak bertuan. "Argh ... Ayah masih saja percaya akan semua ini," tukas Mayra dan memilih tak menghiraukan apa yang sedang ia rasakan.
Memasuki rumah Mayra langsung menuju kamar, merebahkan tubuhnya begitu saja hingga dirinya terlelap dalam kelelahan.
Mayra saat ini tengah berada di atas sadar dan tidak, sukmanya seakan berada pada dua tempat yang aneh. Saat dirinya menatap ke depan dirinya bisa melihat keadaan yang terang benderang tetapi, jika dia menatap ke arah belakang ada kegelapan yang Mayra rasakan.
Namun, dari semua yang dirinya lihat sukma Mayra memilih menuju ke arah belakang seakan sukmanya di tarik oleh kekuatan yang aneh, kekuatan yang memaksanya untuk memasuki gerbang yang gelap.
"Apakah aku masih hidup?" pertanyaan pertama yang ia lontarkan pada dirinya sendiri.
Lagi-lagi Mayra tak mendapat jawab dari semua tanyanya. Mayra terus melangkah dalam gelap hingga dirinya tiba di tempat yang aneh, tempat yang tak pernah dia kunjungi dan tempat tersuram yang pernah ia lihat. Tempat yang hanya memiliki satu sinar redup dan itu juga begitu jauh dari tempatnya berdiri. "Tidak, ini tidak mungkin. Apa ini dan .... "Ucapan Mayra terputus begitu saja saat tangannya ada yang menarik.
"Si-siapa?" tanya Mayra takut dalam tempat yang suram ini dan hampir mendekati gelap.
Hanya tawa mengerikan yang Mayra dengar hingga membuat tubuhnya meremang. "Siapa? Jangan membuatku takut!" teriak Mayra tak suka.
"Hihihihi ... takut? Ini rumahku dan ini tempatku, aku berada dalam kegelapan," jawabnya dengan suara bergetar.
"Bawa aku ke luar dari tempat ini aku tak suka," pinta Mayra saat merasakan tangan dingin yang makin mengenggamnya erat.
"Lepaskan! Dingin!" serunya pelan.
Hawa dingin tiba-tiba Mayra rasakan perlahan merambat di sekujur tubuhnya. "Huuuff ... apa memang rasa dingin ini berasal dari tempat ini atau karena tanganmu dan ... a-apa yang terjadi?" tanya Mayra terkejut.
Mayra masih dengan bingungnya, dirinya tak bisa melihat siapa yang tengah memegang tangannya dalam keadaan gelap. "Inilah rumahku dan inilah yang aku rasakan dan aku akan terus merasakan ini berulang-ulang," ucap suara yang semakin pelan dan yang terdengar hanya suara seorang tengah menggigil menahan dingin dan tak lama genggamannya terlepas begitu saja.
"Siapapun tolong ... ka-kamu siapa dan katakan kamu ada di mana!" teriak Mayra keras.
Hingga membuat Mayra terkejut dan dirinya tersadar dari mimpinya. Mayra segera bangkit dari tidurnya dan memilih untuk duduk mengusap keringatnya. "Ada apa?Apa ada sesuatu di rumah ini dan apa yang Ayah sembunyikan dari rumah ini?" tanya Mayra sendiri.
Perlahan Mayra beringsut turun dari ranjang dan melangkah ke luar dari kamar. Namun belum juga langkahnya menuju ruang tamu.
"Ampun Bapak, Ibu ... tolong jangan hukum saya. Saya janji tak akan mengulanginya," suara mengiba yang tiba-tiba Mayra dengar tetapi dirinya tak kunjung bisa melihat siapa yang tengah merengek menangis ketakutan.
Mayra masih berdiri dengan diamnya dan menajamkan pendengarannya. Perlahan dia berusaha mengikuti suara yang di dengarnya.
Saat ini yang terdengar hanya suara tangisan dan rintihan merengek meminta maaf dan tak akan mengulangi kesalahan yang di buatnya.
"Siapa?" tanya Mayra memberanikan diri.
"Siapa itu. Ada yang bisa saya bantu. Tolong katakan di mana kamu?" tanya Mayra ulang.
Suara yang Mayra dengar tiba-tiba lenyap begitu saja, berganti angin malam yang dingin hingga membuat tubuh Mayra meremang hebat. "Dingin," gumamnya tanpa sadar.
"Lantas siapa yang menangis tadi?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments