At Least I’M Free
Kamis 07:10 WIB. Diantara para petugas berseragam merah yang sibuk merapikan gulungan selang, siswa siswi SMK Tunas Nusa berkumpul saling berdesakan di depan gedung lama sekolah. Sisa asap masih mengepul dari ruangan English Club di lantai dua ujung paling timur.
"Semuanya harap mundur!" Seru salah satu petugas mengisyaratkan dengan kedua tangan.
Mengabaikan, tak ada yang menurut, para murid malah makin melangkah maju sambil menatap ngeri ruangan sehitam arang di atas sana. Tak pernah terbesit dalam benak jika insiden ini bisa terjadi di sekolah tercintanya. Bisikan penuh spekulasi pun mengambang membentuk gema semu. Meski sudah memasuki jam pembelajaran, tak ada satu murid pun yang hendak meninggalkan tempat.
Di tengah keributan penuh kebingungkan, Arvin menguap. Dengan santai siswa kelas 11 farmasi itu menilik ekspresi orang-orang di sekitarnya. Ia menangkap banyak raut ketakutan juga kegelisahan yang merupakan reaksi wajar seseorang yang baru menyaksikan suatu insiden. Tetapi ada juga orang-orang yang asyik mengambil foto dan video lewat hpnya. Bisa ditebak mereka berencana segera memposting itu di sosmed masing-masing guna meramaikan jagat maya.
Arvin memasukan kedua tangannya ke saku celana sambil terus mengedarkan pandangan ke sekitar. Baginya, mempelajari ekspresi orang-orang itu jauh lebih menarik ketimbang menyerukan perasaan duka dan menduga-duga penyebab kebakaran. Karena toh semuanya akan terungkap dengan sendirinya. Begitu pikirnya.
Namun, tak dapat dipungkiri ada beberapa hal yang mengusiknya. Seperti nasib anggota club ke depannya.
'Pindah camp atau dibubarin?' Dalam hati Arvin bertanya-tanya. Entah mengapa kekecewaan menghampirinya.
Mengibas-ngibaskan sebelah tangan di depan hidung, Arvin berusaha menepis bau gosong yang berseliweran, dan untuk mengalihkan pikirannya ia pun mulai menyisir ekspresi orang-orang di belakangnya.
Untuk sesaat, Arvin tak menemukan perbedaan yang signifikan. Tapi begitu ia menilik jauh ke belakang, sosok gadis berambut hitam sebahu yang tengah berdiri lesu di samping pilar lab teknik mesin menarik perhatiannya. Gadis itu seakan sedang bersembunyi, meski matanya yang nanar nampak jelas menatap ke arah ruangan yang terbakar.
Arvin sepenuhnya terpikat, belum lagi karena ia juga mengenali gadis itu sebagai Ersya si murid teladan yang banyak memenangkan lomba essay dan pidato bahasa inggris di tingkat nasional. Sebagai anggota yang telah kehilangan ruangan club lumrahnya kesedihan dan amarah akan mendominasi, tetapi semua itu tak nampak di wajah Ersya. Malahan yang ada hanyalah ekspresi....
'Terharu?' Arvin menelengkan kepala, ia merasa itu bukan ekspresi yang tepat karena bagaimana pun kesuksesan akademik gadis itu pasti akan terpengaruh akibat insiden ini.
Tanpa sadar Arvin jadi terus memandangi Ersya, detik hingga menit ia bergeming. Sampai akhirnya seorang cowok tinggi bertubuh atletis datang menghampiri Ersya lalu memeluknya erat. Arvin refleks berbalik sambil tersenyum masam. "Tolol emang...."
"Siapa yang tolol?" Tiba-tiba Lilya datang dan mencengkram bahu Arvin hingga keseimbangannya runtuh dan hampir terjatuh.
"Eits! hati-hati!" Gadis bertubuh jenjang itu dengan sigap menahan tubuh Arvin agar tidak ambruk.
Lekas Arvin menoleh dan menatap sebal "Lu tolol datang-dateng langsung ngerusuh!"
"Lebay bet ahahaha." Gadis yang mengaku blasteran indo-swedia itu tergelak heboh hingga menarik perhatian orang-orang di sekitar.
Arvin menahan diri, berusaha agar tak mengutuk sahabatnya itu. "Dari mana aja lu? di parkiran tiba-tiba lari gitu aja ninggalin gua."
"Wahai Arvin sahabatku..." dengan intens Lilya merangkul Arvin dan berbisik. "Kamu tahu kan apa itu kebelet..."
Cepat-cepat Arvin menjauhkan diri. "Ih! kecipirit lu ya? jauh-jauh sana!"
"Dih! siapa juga yang kecipirit? dasar tukang fitnah, gue tuh kebelet pipis!" Lilya melipat kedua tangan di dada sambil menggembungkan pipi.
"Sama aja!" timpal Arvin lalu mengalihkan pandangan ke arah ruang club yang hangus. "Lu udah lihat kan? gimana menurut lu?"
Lilya ikut menatap ke atas sana. Seketika ekspresinya berubah serius. "Parah sih kalo ampe diumumin penyebabnya gegara korsleting listrik. Karena dilihat dari manapun, jelas-jelas itu ada yang sengaja bakar."
"Tau dari mana lu?" tanya Arvin yang sudah sangat hapal dengan kebiasaan overanalyzing sahabatnya itu.
Setelah berfikir beberapa detik, Lilya pun berdehem. "Dari kondisinya yang lebih parah di sisi timur, kemungkinan korsleting listrik memang besar terus bagian situ emang lagi direnovasi kan? jadi mungkin aja ada kabel yang rusak atau isolasinya kurang kenceng."
"Ya emang begitu kali," timpal Arvin.
Lilya menggeleng penuh sesal. "Tidak sesederhana itu sobat, karena kejadiannya pagi dan pas-pasan sama waktu anak-anak dateng, gue jadi mikir kalo ada orang yang sengaja ngebakar dan manfaatin pemikir simple kek lo supaya dugaan korsleting listrik tambah meyakinkan."
Arvin tertawa geli. "Kebanyakan nonton film detektif ya lu? mana mungkin ada orang gabut ngelakuin itu. Lagian dugaan lu itu ga ada buktinya."
"Mau taruhan?" Lia menyeringai.
Arvin menghela nafas panjang. "Heh, Itu yang kebakar ruangan club orang ye. Lu gak ada rasa simpati apa sama anggotanya? Malah dibikin becandaan."
Lia tergelak, lalu memincingkan matanya. "Lo sendiri gimana? ngerasa simpati?"
Arvin menjawab tapi suaranya teredam bising sirine mobil polisi yang datang. Perhatian semua orang pun teralihkan termasuk Lilya yang bersorak kegirangan.
"Lihat kan? Gak mungkin polisi bertindak secepat itu kalo cuma insiden kebakaran biasa."
Arvin terdiam mengamati mobil dengan kilau merah biru itu parkir di persimpangan jalan dekat lab teknik mesin. Bersamaan dengan itu ia mendapati Ersya dan cowok atletis yang tadi dilihatnya telah menghilang.
"Eh buset, mereka gak ngerti fungsi tempat parkir di depan apa ya? kalo gitu kan malah ngalangin jalan." Protes Lilya setengah emosi.
"Kalian semua bubar!" Tiba-tiba sebuah suara berseru dari arah depan gedung. Sontak semua murid kembali menoleh dan mendapati pak Danu-selaku kepala tata usaha-tengah berdiri sambil menempelkan megafon portable ke mulutnya. "Semuanya masuk ke kelas masing-masing dan jangan ada yang ke luar!"
Mata Arvin seketika berbinar seperti baru menemukan harta karun. Sosok pak Danu yang terkenal tegas dan penuh wibawa itu kini telah melenceng jauh dari karakternya. Kalut bercampur gugup yang ditunjukan pria 50 tahunan itu telah menarik hati Arvin ketimbang gembar-gembor kedatangan polisi.
"Ini kenape lagi si Danu?" Sindir Lilya sambil menahan tawa.
"Yah setidaknya karena kejadian ini, gua bisa lihat warna lain dari ekspresi orang-orang," timpal Arvin yang masih lekat menatap pak Danu.
"Dasar maniak ekspresi, emang aneh lo vin!" Cibir Lia.
Sementara pak Danu mengulang-ngulang seruannya, orang-orang pun mulai membubarkan diri tanpa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Begitu pun Arvin dan Lilya, mereka tidak punya pilihan lain selain ikut beranjak.
Di tengah perjalanan, mereka sempat berpapasan dengan dua orang polisi berjas hitam yang berlalu dengan langkah lebar. Detik itu juga Lilya sadar kalau mereka bukan polisi biasa.
"Tuh kan, mana mungkin polisi langsung ngirim detektif kalo itu cuma kebakaran biasa!" Komen Lilya sengaja meninggikan suaranya.
"Gak usah terlalu skeptis deh lu. Percuma. Nanti juga bakal ada pengumuman resminya," timpal Arvin yang sedari tadi mengekori Lilya.
Mendengar itu Lilya pun menoleh dan tersenyum. "Kek yang gak kenal gue aja lu."
Arvin menghela nafas pasrah sementara Lilya mempercepat langkah dan menghilang di belokkan persimpangan.
Mungkin Arvin kurang bisa menganggap serius situasi ini layaknya Lilya, tapi semuanya akan berbeda jika dalam insiden ini ditemukan korban jiwa.
...* * *...
Setelah TKP diamankan dan garis polisi dipasang, dua orang detektif resmi dari kepolisian kota yang baru saja tiba langsung memasuki ruangan dengan sangat berhati-hati.
Setelah mendapat laporan beserta detail-detailnya, pimpinan pun memutuskan untuk langsung mengirim mereka berdua ke lokasi kejadian. Alasannya sederhana, karena TKPnya telah dirusak dan terkontaminasi oleh air yang disemprotkan para pemadam kebakaran. Mereka sukses menyapu bersih api sekaligus barang bukti yang mungkin tertinggal.
Sebelum dijamah lebih banyak orang, dua detektif itu pun diutus untuk mencari petunjuk sebanyak-banyaknya.
"Lumayan parah ternyata," ujar penyidik Ridwan sembari mengamati lagit-langit ruangan dengan seksama.
"Begitulah. Tapi setidaknya tempat ini belum diotak-atik orang, yang masuk ke sini juga baru petugas pemadam dan guru TU itu saja." Huga yang merupakan penyidik senior menunjukan sikap tenang sambil memperhatikan genangan air di bawah kakinya.
"Anda benar. Setidaknya 'dia' masih dalam keadaan aslinya." Rindwan berjalan ketengah ruangan, lalu berjongkok di hadapan jasad serupa arang yang tergeletak tertelungkup diantara air yang mengelilinginya.
Semuanya nampak hitam pekat. Pakaian dan kulitnya telah menyatu, bahkan wajahnya pun sudah tidak bisa diidentifikasi.
Huga mendekat dan mengamati mayat itu lekat-lekat. "90% ya..."
Pria 38 tahun itu pun menoleh ke salah satu sisi tembok yang tingkat terbakarnya lebih parah ketimbang bagian yang lain. Di sana, nampak sebuah lubang dengan sisa-sisa kabel yang menjulur dari sela-sela beton.
"Itu aneh," ujar Huga yang langsung disambut anggukan kepala juniornya.
"Memang sisi itu terlihat seolah-olah telah terjadi korsleting listrik. Tapi dari tingkat keparahan jenazah dan jejak jelaga di lantai, sudah jelas kalau kebakaran ini terjadi karena disengaja." Jelas Ridwan sementara Huga mendengarkan sambil mengelilingi ruangan.
"Meski sudah tersiram air, bau bensinya juga masih tercium..." tiba-tiba Huga menghentikan langkah seiring dengan matanya yang menangkap sesuatu di sela-sela reruntuhan plafon. Ia pun melambaikan tangan agar juniornya mendekat.
"Ada apa?" Tanya Ridwan yang sedetik kemudian terbelalak. "Apa maksudnya ini....?"
"Bersiap-siaplah." Huga menatap juniornya sembari tersenyum puas. "Kasus ini akan jauh lebih menyusahkan dari semua kasus yang pernah kau tangani sebelumnya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Filanina
siap komandan!
cerita cukup menarik untuk yg suka genre detektif. Bahasa bagus, pemilihan diksi agak lain tapi pas. Hanya kadang ada beberapa yang kurang teliti. pemborosan kata atau kata tak baku.
2024-04-02
1
Filanina
pimpinan mungkin maksudnya. tapi kepala dan pimpinan itu kan sama. apa mungkin maksudnya kepala Polisi?
2024-04-02
0
Filanina
kenapa orang-orang memakai kata 'para' di depannya? Orang-orang sudah menunjukkan kata majemuk kan? para juga majemuk.
2024-04-02
1