XIII

“Kalau begitu saya ke kantor ya pak!" tanpa berbasa-basi, dengan semangat membara Ridwan berlari menghiraukan genangan air dan tanah berlumpur yang diterjangnya untuk sampai ke mobilnya.

Berbarengan dengan perginya mobil Ridwan, sebuah mobil lain yang sangat Huga kenali datang dan parkir cukup jauh dari TKP. Huga kemudian menatap arloji di tangannya dengan penuh perhitungan. Kalau memang situasi ini dari awal sudah direncanakan si pelaku, berarti tidak ada gunanya lagi berlama\-lama ditempat ini.

"Wah\-wah... seperti yang diharapkan dari detektif andalan kita, baru 2 hari penyelidikan tapi kemajuannya udah lumayan ok." Seorang pria yang nampak seumuran dengan Huga datang sambil menenteng payung hitam.

Huga meliriknya tanpa terkejut. "Samsul toh, ada urusan mendesak apa sampai kau jauh\-jauh datang ke sini?"

"Ayolah... gak usah kaku begitu dong bro." Samsul meraih tangan Huga membuatnya bersalaman ala sobat.

"Apa komandan yang mengutus anda kemari?" Tanya Huga, sengaja mempertahankan sikap formalnya.

"Bengini ya. Bukannya naik jabatan pak Huga ini malah pilih pensiun. Saya tuh khawatir dan jadi pengen ikut bantu\-bantu di kasus terakhir anda ini." Ungkap Samsul sembari menatap sekitar dengan sinar mata apatis. Dirinya dan Huga adalah detektif senior yang paling banyak dibicarakan di kantor. Selain karena prestasinya, diam\-diam mereka juga saling berkompetisi untuk jadi yang terbaik. Maka dari itu Samsul sempat tidak percaya ketika mendengar kalau rivalnya tiba\-tiba memilih untuk segera pensiun dini.

"Begitu ya," Huga tersenyum simpul. "Saking menganggurnya, kau sekarang minta kerjaan ke saya?"

Samsul menatap jengah. "Hei! Saya serius mau bantu, sekalian ngasih gambaran. Anda ada buat hipotesa kalau pelakunya itu murid kan? Dan tentu aja semua orang yang ngerjain kasus ini ga setuju bahkan komandan sendiri ragu karena praktek kejahatannya terlalu kompleks untuk dikerjain bocah. Tapi saya ga kayak mereka, untuk yang satu ini saya sependapat dengan anda."

"Dan atas dasar apa kau sampai ke kesimpulan itu?" Tanya Huga meski sudah bisa menebak apa jawabannya.

"Anda inget kasus di kota timur yang saya pegang setahun yang lalu?"

"Kekerasan antar siswa yang berujung 3 murid kritis dan satu lagi masih koma sampai sekarang. Memang apa hubungannya kasus tidak menarik itu dengan kasus sungguhan yang sedang saya kerjakan sekarang?"

Samsul berdecak. "Intinya di kasus yang saya pegang dulu pelakunya cuman seorang murid biasa, bahkan anak itu samapai akhir tidak mau mengakui perbuatannya dan merasa benar sendiri. Jadi di kasus ini pun kemungkinan besarnya sama, murid implusif yang tidak butuh motif kuat untuk membunuh gurunya sendiri. masuk akal kan?"

Huga diam menatap jenaka mantan rekannya yang bicara penuh kesungguhan itu. Samsul memang tipe orang yang senang mengambil kesimpulan berdasarkan pengalaman. Dari dulu selalu begitu, tak pernah berubah.

"Tadi kau bilang mau bantu\-bantu?" Tiba\-tiba Huga bertanya.

"Ha! kenapa? udah tersadarkan kah kalau anda butuh bantuan saya di kasus ini?"

"Ya begitulah..." Huga merogoh saku dan mengeluarkan kotak rokok lengkap dengan pemantik api zippo dari dalam saku overcoatnya. "sebenarnya saya tersiksa. Gara\-gara hujan, tangan saya jadi sibuk memegang payung."

Dengan kebingungan Samsul menerima rokok dan korek yang Huga sodorkan. "A—apa nih? Saya kan udah berhenti ngerokok, anda lupa?"

Sementara Samsul masih mengoceh dalam bingung, Huga dengan santai mengambil sebatang rokok dari kotak yang digenggam Samsul lalu menyematkannya ke bibir. Selanjutnya ia mengambil korek dan mulai memantiknya.

"Tuh lihat, angin di sini lumayan kenceng, apinya ga mau nyala. Bisa tolong..." tanpa berkata kata lagi Huga menyisaratkan Samsul untuk menaruh kedua tangannya di sekeliling pemantik api agar terlindungi dari angin.

"Lah kirain apaan!" Protes Samsul sambil mengapit gagang payung diantara bahu dan kepala sementara kedua tangannya melingkupi pemantik api yang hendak dinyalakan Huga.

"Hm! Sangat membantu. Terima kasih banyak!" Setelah berhasil menyala, Huga menyesap rokoknya beberapa kali sebelum mengapitnya di sela jari selagi ia berbicara. "Lebih dari apa pun, kau sudah menyelamatkan inti dari penyelidikan ini."

Huga menatap penuh bangga rokok yang diacung\-acungkannya, sementara Samsul memasukan kembali kotak rokok dan pemantik zippo ke dalam overcoat Huga dengan kasar.

"Sudah tua masih aja aneh..." Samsul menggelengkan kepala prihatin.

"Dan kau, sudah tua masih saja menuruti permintaan orang aneh ini." Timpal Huga lalu menghisap rokoknya lagi dengan santai. "Sudah ya, saya masih harus pergi ke tempat lain."

"Lah, kok?! Biasanya juga suka nginep di TKP buat nyari petunjuk?"

"Buat apa?" Huga kemudian menunjuk orang\-orang penyidik dengan rokoknya. "Mereka kan ada." Kemudian ia menunjuk Samsul. "Kau juga ada. Mau bantu\-bantu kan?"

"Ya gak begitu dong."

Tanpa menghiraukan ucapan Samsul, Huga melengos pergi dengan langkah ringan menembus hujan menuju mobilnya.

Setelah melipat payung dan duduk dibalik kemudi, Huga menyalakan mobil. Sambil menunggu mesin panas ia membuka dashboard dan mengambil sebuah kunci perunggu dengan gantungan logo yayasan sekolah yang ia pinjam dari tim investigasi. Lebih tepatnya dari dalam kotak barang\-barang korban yang ditemukan di TKP.

Huga akui sampai sekarang ia terlalu fokus mencari pelaku tanpa mempertimbangkan faktor sebab akibat dan mengenal karakter asli korban. Karena itu sekarang keingintahuannya berkembang menjadi sebuah pertanyaan mendasar yang sempat ia lupakan.

  Sebenarnya, dosa apa yang sudah dilakukan korban sampai\-sampai seseorang rela menyiapkan skenario serumit ini hanya untuk menghabisi nyawanya?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!