XVI

"Mulai sekarang gue gaakan minta bantuan lo lagi, lagian gue ga butuh tukang boong kek lo!" Lilya berjalan cepat menuju parkiran sementara dua orang di belakangnya mengikuti dalam kalut.

"Kok lu marah? Kan salah lu sendiri gak nanya dari awal!" Timpal Arvin.

Lilya menghentikan langkah lalu berbalik dan mencengram kerah seragam Arvin. "Gak nanya begimana? Dari kemaren gue ngebacot lo angep apaan?""

"U—udah dong kalian... jangan berantem..." Ersya yang sedari tadi hanya memperhatikan pun mulai turun tangan melerai keduanya. Tidak banyak yang bisa ia lakukan, karena duduk permasalahannya saja ia tak paham.

Sambil berusaha melepas cengkraman Lilya dari kerah baju Arvin, Ersya mengingat-ingat kembali kejadian 3 jam lalu saat istirahat di kantin.

Saat itu, di belakang salah satu kios kosong, Ersya dan Renaldi tengah mendebatkan sesuatu yang mereka anggap 'penting'.

"Chat aku kok jarang dibales?" Tanya Renaldi sambil memojokan Ersya ke dinding.

"A—aku... lupa..." Ersya hanya bisa menunduk, enggan melakukan kontak mata dengan pacarnya yang setahun lebih tua itu.

"Lupa?" Renaldi tertawa hambar. "Kamu pikir aku bakal percaya? Padahal situasinya lagi kaya gini kamu masih aja bikin alesan. Kenapa coba?"

"Maaf..." sambil menutup mulut dengan sebelah tangan, Ersya nampak sekuat tenaga menahan tangis.

Menyadari itu Renaldi menghela nafas panjang. Perasaan 'tak tega' perlahan menggeser kekesalannya. Semua yang terjadi akhir-akhir ini lumayan membuat mentalnya lelah. Pelaku yang tak kunjung tertangkap membuat segala sesuatunya jadi tidak bisa diprediksi. Karena itu, sebagai anak dari keluarga pemegang yayasan sekolah ini, juga sebagai pacar yang baik, wajib baginya untuk menjaga segala sesuatunya tetap aman dan terjaga.

Sambil berusaha menenangkan diri, Renaldi membenarkan kerah jaket shearling coklatnya.

"Gini loh," Renaldi mulai bicara dengan nada penuh penekanan sementara kedua tangannya memegang pipi chubby Ersya dengan lembut. "Kamu tau kan aku sayang sama kamu? Jadi tolonglah... jangan bikin aku khawatir kayak gini."

Ersya sudah tidak bisa membendung air matanya."B—bukan aku gak ma—"

"Wah wah... guys! sekolah ini emang banyak dramanya ya! Kemaren kebakaran sekarang konflik rumah tangga! Ck, ck, ck, bener-bener emang." Tiba-tiba entah dari mana datangnya, seorang gadis bersurai coklat kemerahan mengacungkan hp dan mulai merekam dengan tingkah ala vlogger.

Sementara Ersya dan Renaldi masih memproses keadaan, gadis bertubuh jenjang bak model itu terus mendekat diikuti seorang cowok bermasker yang sesekali terbatuk-batuk di belakangnya.

"Apa-apaan...?"

Saat sadar dirinya tengah direkam, Renaldi pun tidak tinggal diam, ia langsung berusaha merebut hp yang teracung ke arahnya meski pada akhirnya si gadis bermata hazel itu jauh lebih cekatan.

"Siniin ga?!" Ancam Renaldi.

"Kenapa? Segitu miskinnya kah ampe mau ngambil hp orang?" Tanya gadis itu penuh sambil mengamankan hpnya ke dalam saku rok.

Renaldi mengernyit risih. "Lu ga tau gue siapa?"

Gadis itu menggeleng, lalu menoleh ke teman bermasker di belakangnya. "Lo kenal vin?"

"Itu loh keponakan yang punya yayasan, kak Renaldi Sabara, ketua ekskul debat juga. Terus..." cowok bermasker itu kemudian melirik Ersya. "Pacar dia."

"Kakel ya?" Dengan antusias gadis itu menunjuk Renaldi.

Sebelum mendapat jawaban, ia beralih memberi acungan jempol ke Ersya. "Keren!"

Renaldi memijat tulang diantara matanya. Dari semua yang disebutkan si cowok bermasker, hanya fakta soal 'pacarnya Ersya kakak kelas' lah yang membuat gadis itu tercengang. Selain itu satu hal yang tidak bisa diterima Renaldi adalah, bagaimana bisa ada orang di sekolah ini yang tidak mengenal dirinya?!

"Yaudah kita kenalan dulu aja," ujar gadis itu tiba-tiba menjulurkan tangan ke hadapan Renaldi. "Gue Lilya kelas 11 parmasi A, baru pindah ke sini... semester kemaren. Salken yaa!"

Renaldi mendengus. "Vidio tadi buruan apus."

"Dih ge er! Siapa juga yang vidioin lo? Orang hp gue lowbat. Tuh!" Lilya menunjukan lagi hp yang sebenarnya baru dimatikan tadi di dalam saku roknya. "Lagian kita ke sini karena ada urusan sama Ersya."

"Maksud lo urusan?" Seketika insting protektif Renaldi tersulut. Ia mendekati Lilya dengan sikap mengintimidasi. "Ada urusan apa?"

"Yah itu..." Lilya memutar otak, mencari alasan yang masuk akal tanpa membuat Ersya curiga. Bagaimana pun juga tujuannya untuk mencari informasi soal pembunuhan pak Ian jangan sampai tercium oleh Ersya apalagi pacarnya yang posesif ini.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!