XX

"Haaa... rame banget dah. Biasanya juga tempat ini sepi kek kuburan." Gumam Udo sambil membuka mata menatap satu-satunya orang yang tersisa. "Lo lagi, cewek gila. Lo siapa sih?"

Lilya memasukan hpnya ke dalam saku, lalu tersenyum cerah mendekati Udo. "Jahat banget ngatain gue cewek gila. Padahal kita satu sekolah loh."

"Hah? Seriusan?" Udo tak percaya.

"Tapi gue emang murid baru sih. Btw gue Lilya. Salken yak." Lilya duduk di tepian kasur dan menyodorkan tangan untuk berjabatan.

"Gue Udo." Udo menjabat tangan itu. "Lo aslinya orang mana? Rambut kek gitu gak pernah kena razia?"

Lilya tergelak. "Pernah! Gue disuruh cat rambut jadi item tau gak. Sampe akhirnya bokap gue yang asli orang norwegia itu dateng ke sekolah minta pengertian ke kepala sekolah."

"Kebayang sih..." Udo tersenyum simpul. "Terus ini mo ngapain sih dateng rame-rame gini?"

Lilya berfikir sejenak. "Nganter gue introgasi lo?"

"Ah! yang bener aja!" Udo berusaha bangkit dan duduk menyender ke tembok. "Dah cape-cape gue ngindarin sekolah, ehh yang nuduh malah sengaja datengin."

"Emang bolos bikin cape ya?" Lilya tergelak. "Lebih cocok bikin bonyok gak sih?"

"Bentar-bentar, gue gak apa-apain pak Ian ye. Sumpah!" Udo mengacungkan tanda peace.

"Hm, percaya sih gue. Orang kaya lo mana mampu bunuh orang." Lilya mengangguk-angguk. "Yaudah, gue cuman mau tau aja nih, katanya lo orang terakhir yang kontekan sama pak Ian ya? Kok bisa?"

Udo menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dengan terpaksa ia pun meraih hpnya di atas nakas lalu menunjukan sebuah percakapan dari aplikasi chat.

"Gue harusnya ketemu dia pas pulang sekolah buat diskusiin uang bantuan gue yang belom cair, tapi dia malah batalin di saat terakhir," terang Udo.

"'Maaf do, saya ada urusan mendadak. Ntar ke TU nya besok aja ya?'" Lilya membaca chat dari pak Ian itu keras-keras.

"Udah puas?" Tanya Udo dengan nada kesal.

Mengabaikan pertanyaan itu, Lilya ikut menyender ke tembok dan melipat tangan di dada. Dengan mata sibuk menatap langit-langit, pikirannya mulai mengembara.

Lilya tahu kalau semua ini bukanlah informasi baru. Kalau Udo adalah anggota club, berarti saat itu  juga ia ikut introgasi dengan Huga. Tidak mungkin kan detektif asli gagal mengorek informasi sepenting ini. Lilya merasa harus bekerja lebih keras lagi untuk menggali temuan baru.

"Emangnya..." Lilya menoleh menatap Udo. "Lo ga nyari tau lagi gitu urusan dia apa? Lagian urusannya kan masih di sekitaran sekolah."

Udo mengedikkan bahu. "Engga lah. Lagian mobilnya juga dah gaada di parkiran, jadi pasti urusannya itu di luar sekolah kan?"

Lilya terlonjak. "Apa lo bilang?"

"Apa?"

"Mobilnya gada di parkiran? Lo yakin? Jam berapa itu?"

Lilya ingat saat berdiskusi dengan Huga, pria itu bilang kalau korban telah meninggal sekitar 16 jam sebelum kebakaran besok paginya. Berarti korban meninggal sekitar jam 5 sore. Tapi menurut keterangan Udo saat pulang sekolah mobilnya sudah tidak ada di parkiran dan itu sekitar jam 3 sore. Yang artinya...

"Ah, masa pelakunya bawa kabur mobilnya dulu baru ngebunuh. Bolak-balik dong." Gumam Lilya pada dirinya sendiri. "Lumrahnya kan ngebunuh dulu, udah gitu kabur pake mobil pelaku."

Sementara itu Udo hanya menatapnya bingung.

"Atau mungkin pelaku dibunuh di luar sekolah, abis itu dibalikin lagi jasadnya ke ruang club? Tapi kek gitu kan ribet."

"Oii! Lo ngedumel apaan sih?" Protes Udo setelah tidak melihat tanda-tanda Lilya akan berhenti bicara sendiri.

Seakan baru terbangun dari tidur yang panjang, Lilya menghena nafas panjang. "Lo butuh duit bantuan itu kan?"

"Hah? Napa jadi ke situ dah?"

"Kayaknya gue bisa bantu cairin." Ucap Lilya enteng.

"Caranya?" Tentu saja Udo tidak percaya begitu saja, apa lagi ia baru mengenal Lilya hari ini.

"Umm... besok kan libur, jadi ntar senin aja lo dateng ke sekolah, terus ntar bareng gue..." Lilya mendekat dan berbisik ke kuping Udo.

Seiring dengan kalimat yang didengarnya, ekspresi Udo pun perlahan berubah dari yang tadinya penuh kecurigaan jadi penuh pengertian.

"Gimana?" Tanya Lilya sambil tersenyum simpul.

"Patut dicoba sih rencananya." Udo mengangguk tanda setuju.

"Ok deh! Kalo gitu gue balik duluan ya. Ntar kasih tau yang lain." Lilya bangkit lalu meregangkan tubuhnya. "Lagian rumah gue gak searah ama Ersya. Sampein sorry gue ke dia yak."

"Eh tapi serius nih? Kok lo mau-mau aja sih bantuin gue?" Tanya Udo yang memang pada dasarnya punya sifat berhati-hati.

"Menurut lo?" Lilya tersenyum penuh arti sebelum akhirnya membuka pintu dan melewatinya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!