Dibuang Calon Suami Dan Menjadi Kekasih Bos!
Hujan ringan masih mewarnai malam kota Jakarta di antara embusan angin cukup kencang, juga kilat dari petir yang kadang menggelegar.
Sudah pukul delapan malam lewat tiga puluh sembilan menit, ketika Zeelvia Lestari Putri, atau yang akrab dipanggil Zee, memastikan waktu di arloji yang menghiasi pergelangan tangan kirinya. Bekerja sebagai sekretaris dan kadang merangkap menjadi asisten pribadi seorang Devano Malik Ibrahim, yang terkenal kejam dan sangat perhitungan dengan waktu, pulang sebelum pukul sembilan malam layaknya sekarang memang terbilang rezeki nomplok. Terlebih walau kadang sudah dibolehkan pulang, Zee harus tetap siaga andai pria berusia tiga puluh dua tahun itu kembali menghubunginya.
Setelah melongok isi tote bag yang ia bawa dan berisi tiga desain undangan berbeda walau nama mempelai sama yaitu Zee & Rendan, Zee mengeluarkan ponsel dari tas jinjing besarnya.
Sayangku : Aku masih sibuk. Malam ini jangan hubungi aku dulu karena aku masih rapat di luar kota.
Membaca pesan WA tersebut, Zee langsung mendengus lemas. “Baru juga mau ditelepon mau diminta pendapat buat pilih undangan pernikahan, apalagi hari pernikahan tinggal dua minggu lagi, eh sudah kasih kabar masih di luar kota,” keluhnya lirih seiring bibir berisinya yang menjadi manyun.
Akhir-akhir ini, Rendan calon suami Zee memang makin sulit dihubungi, padahal hari pernikahan mereka tinggal dua minggu lagi. Pria itu selalu mengabari sedang pergi ke luar kota untuk urusan bisnis yang tidak bisa diperkirakan waktunya sampai kapan akan beresnya.
“Ya sudahlah, mending aku ke Cheryl saja.” Zee bergegas menyimpan ponselnya, berniat langsung ke apartemen Cheryl sang sahabat dan selama ini memang selalu menemaninya sesibuk apa pun sahabatnya itu.
“Heh, heh, Zee! Kamu nganggur?”
Suara tegas sekaligus lantang barusan merupakan suara dari seorang Devano yang walau hanya dari suaranya saja sudah terdengar kejam. Malahan di telinga seorang Zee, suara dari pria berwajah sangat tampan itu terdengar sangat menakutkan. Alasan yang juga membuat Zee terbirit-birit menghindar mirip maling yang tertangkap basah, layaknya sekarang.
“Enggak, enggak. Saya sibuk, Pak. Mau urus undangan pernikahan!”
“Tapi nyatanya kamu belum pulang, padahal saya sudah izinin kamu pulang dari lima menit lalu!”
“Ih, Pak Devano, saya mau urus undangan pernikahan saya!”
“Iiih, tapi saya lebih butuh kamu karena saya ....”
Devano yang ditinggal Zee, dan memang sengaja berlari untuk mengejar, refleks berhenti mengejar, kemudian buru-buru balik badan sekaligus kembali masuk kantor yang memang sudah sepi. Sebab di depan sana, ia memergoki Zee mendadak terpeleset air hujan di lantai depan lobi. Devano tidak mau ikut campur jika keadaannya sudah seperti itu, apalagi walau Zee bawahannya, jika wanita berkulit sawo matang sangat eksotis itu mengamuk, hidup seorang Devano akan menjadi sulit. Lebih sulit dari terkena rencana alam dadakan pokoknya!
Buuuk! Pada akhirnya, tubuh jenjang Zee terjerembap di lantai bawah lobi dan jaraknya cukup tinggi. Devano yang mengintip dari tembok sebelah kaca pintu masuk, refleks menelan ludah kemudian meringis. “Mantep tuh! Mana dua minggu lagi mau jadi pengantin. Moga wajahnya enggak sampai harus direnovasi! Pasti ujung-ujungnya aku juga yang suruh tanggung jawab!” lirih Devano yang belum apa-apa sudah merasa berdosa.
“Pak DEVANOOOOO!”
“Apaan? Dari tadi saya di sini!” seru Devano refleks dan memang tidak mau disalahkan.
Ia masih bertahan mengintip, tadi di depan sana, Zee yang belum ditolong siapa pun sudah merengek sambil mengancam untuk resign.
“Jangan dong!” Devano yang tak mau kehilangan kaki tangannya di perusahaan bahkan kehidupan, tak hanya menolong Zee. Sebab ia yang ke mana-mana selalu dikawal pak Lukman yang merupakan ajudan dan juga merangkap menjadi sopir, juga sampai mengantar Zee ke apartemen Cheryl sang sahabat. Tentu saja hanya sampai depan tempat parkir itu saja sudah terbilang nyaris menjadi bagian dari keajaiban dunia.
Seperti saat memergoki sang bos langsung kabur ketika Zee terpeleset, sampai saat ini Pak Lukman masih sibuk menahan tawanya.
“Lecet ini!” keluh Zee yang masih duduk di sebelah pak Lukman.
“Manja banget, sih? Ratu Elisabet saja enggak semanja kamu!” omel Devano yang memang cerewet.
Tak mau berurusan dengan sang bos yang bisa berubah pikiran sewaktu-watu dan bisa jadi pria itu mendadak menahannya, membuatnya kerja rodi bak bekerja kepada kompeni, Zee buru-buru pergi.
“Sama-sama!” lantang Devano tanpa sedikit pun melirik Zee, selain wanita berusia dua puluh enam tahun itu yang juga tidak pamit walau hanya sekadar basa-basi kepadanya. Alasan tersebut pula yang membuatnya sengaja mengucapkan “Sama-sama.” Itu saja, tidak dibalas oleh Zee. “Dasar sekretaris sienting!” cibir Devano dan pak Lukman yang berangsur mengemudikan mobil lagi, sampai nyengir menahan tawa.
Bersama perasaannya yang masih diselimuti rasa kesal, Zee buru-buru masuk gedung pencakar langit selaku apartemen sang sahabat berada. Namun, ada yang mengganggu penglihatan Zee lantaran mobil kijang warna hitam di tempat parkir depan mirip mobil Rendan.
“Yang punya mobil kayak gitu kan banyak,” pikir Zee tanpa berniat memastikan plat mobil yang terparkir bersama tiga mobil lainnya. Lagian, perasaannya sudah telanjur kacau gara-gara sang bos kejam yang juga tak segan jail jika itu kepadanya.
Setelah naik lift dan menjadikan lantai dua belas sebagai tujuan, Zee langsung menekan sandi salah satu apartemen di sana. Itu memang apartemen Cheryl dan Zee tahu sandinya dan itu merupakan tanggal ulang tahunnya. Karena saking dekatnya, Cheryl memang selalu memperlakukannya dengan spesial, begitu juga dengan Zee kepada sahabatnya itu.
Baru masuk, Zee sudah nyaris kembali terjatuh lantaran kedua kakinya menyandung heels berikut sepatu pantofel yang berantakan di depan pintu. Untuk heels runcing berharga bahal tersebut, Zee kenali sebagai sepatu Cheryl. Sementara sepatu pantofel hitam dan warnanya agak kusam, Zee kenali sebagai sepatu Rendan. Zee yang sampai memungut sepatu itu yakin itu milik calon suaminya karena dua tahun lalu di hari valentine, ia membelikan itu untuk Rendan menggunakan gaji pertamanya sebagai sekretaris Devano.
Namun, bukan kenyataan itu yang Zee permasalahkan dan sudah langsung membuatnya kebas bersama sekujur tubuh termasuk kedua matanya yang panas. Melainkan, dasi, jas, kemeja laki-laki, dan juga gaun malam yang sudah langsung Zee kenali sebagai milik Rendan maupun Cheryl.
Menggeleng tegas, Zee yang sudah menitikkan air mata, refleks menolak kinerja otaknya yang sudah terlebih dahulu menyimpulkan, calon suami dan sahabat baiknya telah berkhianat. Namun, ....
“Ah, Ryl! Ternyata di sofa lebih enak daripada di kasur!”
“Ren, lebih cepat! Terus ... terus!”
“Aaarrrggh! Gillla!”
Suara penuh kenikmatan yang juga terdengar sangat menjijikkan tersebut dan terus saling berbalas, sukses membuat sendi-sendi dalam tubuh seorang Zee seolah lepas. Suara yang makin lama makin tidak terkontrol mirip orang yang telanjur ketagihan sekaligus tidak sabar.
Dan seperti yang akhirnya Zee yakini, di sofa ruang santai biasa Zee menghabiskan waktu di sana, Rendan yang akhir-akhir ini sulit dihubungi dan selalu mengaku sedang di luar kota, benar-benar sedang memadu cinta panas bersama wanita yang sudah Zee anggap sebagai keluarga. Baik Rendan maupun Cheryl sudah tidak memakai busana karena keduanya bahkan sudah menyelesaikan pergulatan panasnya.
Marah, tentu saja. Zee bahkan menggunakan apa pun yang ada di sana untuk mengamuk keduanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Memyr 67
calon suami nggak tau diri
2024-10-30
0
Widia Aja
di rekam dong kejadiannya...
2024-09-08
0
Lusiana_Oct13
weeeeeeehhhh kok kok di awal aja da gini
2024-07-14
0