“Masukan nomor NIK KTP anda ....”
Zee terusik oleh kesibukan Devano yang duduk di ujung bangku tunggu keberadaannya.
“Scan KTP ...,” lanjut Devano kali ini bersiap memfoto, fotokopi KTP Rendan dan ia dapatkan dari Zee.
“Hih, ... Pak Vano lagi ngapain?” Zee kepo, dan ketika ia amati lebih dekat, bosnya itu tengah mencoba melakukan pinjaman online menggunakan identitas Rendan.
“Kenapa?” tanya Devano memasang tampang khususnya wajah tak berdosa.
“Nomor hp yang buat transaksi, termasuk nomor kontak di hp yang buat transaksi, setahu saya, biasanya juga langsung terbawa-bawa ke transaksi pinjaman, loh, Pak!” lirih Zee walau ia masih panik.
Dengan santainya, Devano memamerkan ponsel atau hp yang sedang ia pakai kepada wanita di sebelahnya.
“Loh, kok hp-nya enggak asing? Mirip punya Ren-dan?” ucap Zee yang kali ini melirik curiga Devano. Sang bos kejam yang juga sangat jail kepadanya itu, masih berlagak santai tak berdosa.
“Nah, iya ... kan mau transaksi atas nama dia. Jadi saya sengaja pinjam hpnya diam-diam. Cuma pinjam buat transaksi kok, selebihnya kalau sudah beres, saya balikin,” ucap Devano.
Zee yang gagal paham, tapi yakin Devano telah mengambil ponsel Rendan secara diam-diam, menjadi kerap menggaruk kepala dan juga lehernya yang mendadak gatal.
“Aku juga sudah blokir sekaligus hapus kontak kamu sama papah kamu dari ponsel ini, biar pas ada penagihan dari pihak pinjol, mereka enggak rusuh ke kalian,” lanjut Devano dengan tampang masih tenang, tapi sangat menyebalkan.
“Omegat ...,” lirih Zee yang kemudian terduduk lemas di sebelah Devano. Ia melongok layar ponsel Rendan yang dikendalikan oleh Devano, menyimak setiap apa yang pria itu perbuat di sana.
“Ambil batas maksimum saja sih. Dua puluh juta di sepuluh situs pinjol kan lumayan kalau pas penagihan dan yang punya identitas enggak tahu. Bunganya bisa jadi bertaman-taman.” Devano tersenyum riang karena menjahili orang memang menjadi kebahagiaan tersendiri untuknya.
“Pak Vano kok bisa kepikiran beneran disangkutin ke pinjol, dan ... ini gimana ceritanya, kok Pak Vano juga bisa pegang ponselnya Rendan?” Zee tak hentinya bertanya-tanya, merasa tak habis pikir pada seorang Devano.
“Karena sesi balas dendam sudah dimulai, jangan salahkan saya kalau saya bisa mendadak jadi malaikat maut buat mereka. Jangankan sekelas ponsel yang memang pribadi, sekelas data pribadi yang amat pribadi saja, bisa saya dapatkan!” yakin Devano sengaja pamer. Hingga ia dengan entengnya berkata, “Apa sih, yang saya enggak bisa? Enggak ada! Semuanya beneran kecil! ” Ia menyentil jempol kirinya ke kelingkingnya.
Zee yang menyimak setiap ulah Devano, refleks menggeleng sambil tersenyum geli. “Apa yang enggak Pak Vano bisa? Semuanya beneran kecil maksudnya gampang bagi Pak Vano?” ucap Zee masih lirih, tapi kali ini, sengaja memastikan ucapan bos besar.
“Ya iya, memangnya apa yang saya enggak bisa?” Devano langsung sewot.
Zee langsung menghela napas pelan sekaligus panjang. “Cari istri, kan? Pak Vano enggak bisa cari istri, masa iya, Pak Vano lupa?!” yakinnya santai, tapi di hadapannya, sang bos besar tampak sangat tersinggung.
“K-kamu kurang ajar, yah, Zee! Yang urusan itu beda lagi!” omel Devano sewot.
“Lah, tadi kata Pak Vano katanya semuanya kecil, gampang, intinya kan gitu, kan?” jelas Zee berusaha bijak.
Devano buru-buru menghela napas karena terlalu bingung, balasan apa yang bisa membungkam mulut ngawur sekretaris semprulnya itu. Alasan yang juga membuatnya mendadak gelisah. “Kamu itu ngeselin banget, sih! Gini-gini saya lagi perjuangin kamu. Saya lagi bantu kamu balas dendam! Kalau gini caranya, lebih baik saya bela Rendan!”
Kali ini, giliran Zee yang langsung gelisas sekaligus panik sepanik-paniknya. “Maaf, Pak. Maaf! Sungkem, ini sungkem!” ucapnya yang memang buru-buru bersimpuh mendekap kedua kaki Devano.
Diam-diam, Devano menahan senyumnya, merasa bahagia karena berhasil membuat Zee ketakutan kepadanya. Zee sampai bersimpuh dan tadi mengakui kesalahan sekaligus kekalahannya.
Kali ini Devano sengaja berdeham. “Sudah, sekalian pijitin kaki saya. Seharian ini saya mondar-mandir, termasuk pecicilan di perusahaan Rendan bekerja. Tapi kamu jangan berisik dan banyak tanya karena seharian ini saja, saya sudah berteriak kebablasan! Tenggorokan saya berasa keropos gara-gara urus semuanya sendiri!” Di hadapannya dan masih duduk di lantai, Zee langsung mengangguk patuh kemudian memijat kedua kakinya.
Namun lama-lama Devano merasa bosan jika Zee menjadi jinak dan selalu diam. “Kamu ngomong, kenapa, sih?” sinisnya dan yang ia maksud langsung kebingungan. “Duduk di bangku, jangan di situ. Nanti kalau mamah saya datang, atau malah pak Lukman bikin laporan, gimana?”
“Ya Alloh ... kalau situasinya sudah begini, rasanya beneran pengin nyewa pembunuh bayaran buat sikat nih orang. Untung yah ni orang gudluking, nah kalau enggak banget, gedeg ... gedeg!” batin Zee.
Suasana menjadi hening karena baik Devano maupun Zee kompak diam, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Namun tadi, Devano yang licik bin cerdik, sudah mendaftarkan pinjol ke sepuluh situs sekaligus. Beberapa notifikasi juga sudah silih berganti menghiasi ponsel Rendan.
“Pak, kalau ponsel Rendan dipinjam tanpa bilang oleh Pak Vano, memangnya dia enggak curiga?” lirih Zee sambil melirik Devano.
“Harusnya enggak karena dari segi ponsel dan semacam kontaknya, saya kasih ganti sama dan ponsel itu pun sudah langsung ditukar. Tuh laporannya sudah ada, ponselnya sudah ditukar. Sementara kini, si Rendan lagi dugem gratis bareng mantan sahabat kamu di tempat mahal yang sengaja saya sediakan. Saya pakai vocer gratis palsu yang sengaja saya siapkan untuk mereka melalui orang saya,” ucap Devano yang sudah bersedekap. Malam ini, sebagai kekasih pura-pura Zee, tugasnya adalah menemani Zee terjaga di depan ruang ICU pak Samsudin menjalani penanganan. Ibu Arnita sang mamah sudah wanti-wanti, selain wanita itu yang juga berdalih akan kerap kontrol apalagi Ibu Arnita memang masih menjaga pak Restu yang pura-pura sakit demi mengelabuhi Devano.
“Pak Vano emang paling juara kalau urusan licik! Hebat! Lebih hebat lagi, Rendan sama si Cheryl, bisa-bisanya mereka malah dugem padahal papahku sedang berjuang buat pulih! Jancuuuk, emang mereka!” batin Zee terpukau menatap sang bos.
“Enggak usah terpesona, biasa saja!” sergah Devano dengan sombongnya hingga Zee langsung ia dapati meliriknya dengan sinis.
“Pak Vano enggak mau mandi? Ini tadi sopir mamah Pak Vano, kirim ransel segede gaban!” ucap Zee yang hendak beranjak, tapi Devano menegur dan berdalih, pria itu tidak akan mandi karena tanpa mandi pun, Devano sudah keren.
“Nih orang sakit, ya? Dari tadi haus banget pengakuan. Yang ada aku jadi kasihan,” batin Zee yang terpaksa kembali duduk di sebelah Devano karena pria itu memintanya untuk kembali duduk.
“Tapi sepertinya ada keperluan Pak Vano yang sangat Pak Vano butuhkan sebelum tidur. Sekarang jam berapa sih? Wah, sudah dini hari,” ucap Zee yang memastikan waktu melalui arloji di pergelangan tangan kirinya.
“Ya sudah, coba kamu buka ranselnya. Isinya apa? Siapa tahu ada selimut, makanan, apa camilan,” titah Devano.
Diam-diam, Zee langsung melirik sinis Devano. “Kebiasaan ... ngeselin!” batinnya.
Malam ini, walau awalnya saling pisah dari ujung ke ujung, meringkuk agar bisa tidur nyaman di bangku tunggu tetap membuat kedua sejoli yang jarang akur itu nyaman. Karenanya, dengan sendirinya mereka mendekat. Devano yang awalnya egois tak mau berbagi selimut dengan Zee, malah menyelimuti gadis itu sebelum merengkuhnya erat dari belakang. Pemandangan yang langsung membuat ibu Arnita tersenyum senang. Wanita itu merasa sangat bersyukur, kesibukannya menjadi mata-mata sekaligus satpam untuk Devano, membuahkan hasil.
“Bagaimana?” tanya pak Restu yang berangsur duduk karena ia memang baik-baik saja. Infus pun ia sudah tak lagi pakai. Ia menatap sang istri yang langsung tersenyum ceria kepadanya, dengan senyum yang tak kalah ceria. Ia yakin, kabar baik menjadi kabar yang akan sang istri bagi.
Di tempat berbeda dan itu di tempat dugem yang dimaksud, Rendan dan Cheryl yang sudah setengah mabuk, dibuat kesal karena vocer yang mereka serahkan tidak bisa dipakai lantaran palsu. Jadilah, Rendan mengeluarkan ponsel dan siap melakukan transaksi lewat beberapa transfer. Lebih menyebalkannya lagi, Cheryl memilih minggat tanpa mau tahu dengan pembayaran yang harus ditanggung. Dengan sempoyongan, wanita itu keluar dari bar mahal kebersamaan mereka. Bar mahal yang menjadi saksi sekelas Cheryl sibuk memujinya hanya karena membawa wanita itu ke sana. Sebab, hanya para sultan yang bisa mengunjungi bar tersebut. Sekelas pejabat, orang kaya, dan juga artis.
“Loh, kok uang di rekeningku bertambah pesat, yah? Ini uang dari mana, ya? Masa iya, Zee diam-diam transfer buat ganti uang patungan biaya pernikahan?” pikir Rendan. Sebenarnya, Rendan ingin memastikan lebih jauh. Hanya saja, selain ia sudah ditunggu oleh kasir di sana dan tukang keamanan juga siap mengamankannya andai ia tidak sanggup bayar, Rendan sudah telanjur pusing akibat pengaruh minuman panas nan mahal yang baru saja ia habiskan di dalam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
devaloka
tapi masih enak lah duitnya masuk ke rendan, gak rugi2 amat
2023-12-04
3
Intan IbunyaAzam
siap siapla kehancuran qm rendem
2023-11-30
1
Umi Farikhaini
😁
2023-11-29
0