“Saatnya bertemu calon menantu dan juga calon besan, Mah!” ucap pak Restu bersemangat.
Pak Restu tak hentinya tersenyum semringah kepada sang istri. Apalagi sejauh ini yaitu alasannya menjadi pasien di rumah sakit, memang karena ia ingin membuat Devano cepat mengenalkan sang kekasih. Pak Restu sekeluarga sangat ingin, Devano mulai memikirkan pernikahan kemudian menjalani dengan wanita pilihan Devano.
Tak kalah bersemringah, ibu Arnita sampai mengulurkan kedua tangannya. Kedua tangan yang juga langsung digenggam hangat oleh sang suami di kedua sisi tubuh, sebelum akhirnya mereka juga berakhir berpelukan.
“Sayang, aku cocok banget ke Zee!” ucap ibu Arnita yakin di antara kemanjaan yang menyertai.
Pak Restu yang langsung menatap sang istri penuh cinta, langsung berkata, “Kalau Mamah saja cocok, berarti Papah juga.”
Ibu Arnita langsung langsung tersipu. “Tapi Sayang, ... Devano jail banget ke Zee!” kali ini, ia merengek.
“Bagi orang lain termasuk yang mendapatkannya mungkin kesannya jail. Namun bagi Vano pasti maksudnya sayang. Ibaratnya, itu wujud dari rasa cinta Vano ke Zee. Lagian, ... Zee itu sekretaris yang kadang merangkap jadi asisten pribadi Vano, dan itu sudah berlangsung selama dua tahun lebih, kan?” balas pak Restu sarat perhatian.
Lagi-lagi, ibu Arnita langsung tersipu. “Berasa, aku sendiri yang jatuh cinta. Apa lagi dulu kan, kita enggak semanis Devano dan Zee.”
Pak Restu langsung tersenyum geli seiring kedua tangannya yang mengelus-elus wajah ibu Arnita yang sampai ia bingkai. “Bersyukur karena walau kita enggak merasakan dan katakanlah kurang beruntung, anak-anak kita beruntung dan bisa merasakan cinta manis yang sebelumnya tidak kita rasakan.”
“Ya sudah, ayo kita ke mereka. Devano bilang, habis makan siang, dia harus pergi karena memang ada meeting di perusahaan,” lanjut ibu Arnita.
Pak Restu mengangguk-angguk paham. “Enggak apa-apa, ... sudah sampai punya pacar saja, ... mirip, keajaiban dunia, kan?” ucapnya refleks menahan senyum, tapi sang istri langsung menertawakannya. “Besok kalau papahnya Zee sudah bisa beraktivitas secara normal, kita ajak mereka liburan yang sampai menginap. Syukur-syukur sepulang liburan, mereka jadi mantap buat nikah.”
Ibu Arnita yang awalnya tersipu berangsur berkata, “Tapi di pertemuan nanti, jadi, kan? Papah mau langsung izin melamar Zee ke pak Samsudin papahnya Zee, kan?”
Pak Restu langsung mengangguk-angguk tak sabar. Setelah memastikan tak ada barang-barang mereka yang tertinggal, mereka berangsur keluar dari ruang rawat tersebut. Mereka yang dikawal oleh seorang ajudan, tak sampai naik lift. Mereka memutuskan jalan kaki apalagi di lantai bawah persis lantai yang baru mereka tinggalkan merupakan lantai keberadaan ruang rawat pak Samsudin. Tak lama setelah siuman, pak Samsudin memang dipindah ke ruang biasa. Sore ini atau besok pagi andai kondisi pak Samsudin sudah memungkinkan, pria itu sudah boleh pulang.
Kehadiran orang tua Devano, langsung mengusik kebersamaan di ruang rawat pak Samsudin. Pak Samsudin yang tengah duduk selonjor sambil sesekali memperhatikan kebersamaan Devano dan Zee di ruang sebelah, langsung menatap bingung pak Restu maupun ibu Arnita. “Z-zee ...?” Ia sengaja memanggil Zee yang sebenarnya sedang fokus bekerja dengan Devano. Hanya saja, walau ini menjadi kali pertama ia bertemu orang tua Devano, ia sudah telanjur yakin, sepasang paruh baya yang masih sangat cantik sekaligus gagah itu memang orang tua Devano. Terlebih jika ia menatap pak Restu, pria itu sangat mirip dengan Devano.
Sadar sang papah seperti menatap seseorang di depan pintu sana, Zee yang juga langsung menatap Devano berangsur memastikan apalagi walau hanya dari tatapan, Devano sudah langsung memberinya izin, terlepas dari pria itu yang tengah sibuk membaca sekaligus memastikan setiap berkas yang menumpuk di meja.
“Selamat siang, Pak Samsudin? Kami orang tuanya Devano. Nama saya Pak Restu, dan ini istri saya, Ibu Arnita ...,” ucap pak Restu di sebelah sana dan sukses membuat seorang Devano, ketar-ketir.
“Papah sama Mamah, gercep banget ih! Sudah ngebet banget pengin punya mantu sama cucu apa gimana?!” batin Devano yang juga buru-buru bersiap, berdiri, dan memang tak mau kalah gercep dari orang tuanya. Ia langsung melangkah sigap mendekati Zee yang sudah digandeng ibu Arnita.
“Duh, kalah gercep kan!” batin Devano yang awalnya akan menggandeng Devano dan membawanya agak berjarak dari orang tuanya, tapi ia telanjur kalah gercep. Karenanya, ia tak memilih pilihan lain selain duduk di sebelah Zee yang tetap disita oleh ibu Arnita. Zee duduk di sofa panjang yang ada di sana bersama orang tuanya, sementara Devano duduk sendiri di sofa tunggal persis sebelah Zee.
Mumpung orang tua mereka masih sibuk basa-basi dan terlihat jelas pak Restu tengah melakukan pendekatan kepada pak Samsudin, diam-diam Devano berbisik-bisik kepada Zee.
“Hati-hati, Zee. Sebentar lagi, papah mamahku pasti mai bahas pernikahan kita!” bisik Devano.
Zee langsung melirik Devano. Belum sempat ia berkomentar, di sebelahnya, pak Restu sungguh memohon izin untuk menjadikan Zee sebagai istri Devano.
“Ya Tuhan, ... kok aku mendadak tegang begini, berasa beneran!” batin Zee maupun Devano, nyaris bersamaan.
Pak Samsudin tak langsung menjawab karena memang tidak bisa, apalagi kini, ia mendadak teringat hubungan Zee dan Rendan yang malah berakhir miris. Namun melihat Devano dan orang tuanya sekaligus status mereka, tanpa bermaksud matre, pak Samsudin yang sadar hidupnya tak lagi lama, yakin Zee akan bahagia jika menjadi bagian dari Devano. Apalagi jika melihat sikap orang tua Devano khususnya ibu Arnita kepada Zee. Sampai detik ini, kedua tangan ibu Arnita masih menggenggam kedua tangan Zee, menyimpannya di pangkuan ibu Arnita.
“Sebelumnya, saya sebagai papah sekaligus orang tua Zee, sangat berterima kasih. Sebagai orang tua, saya merasa sangat beruntung karena putri saya yang masih memiliki banyak kekurangan, sampai ... mencuri perhatian kalian dan bahkan sampai ingin kalian jadikan menantu. Namun untuk urusan itu, sepenuhnya saya serahkan kepada Zee yang akan menjalani,” ucap pak Samsudin yang bertutur sangat hati-hati.
“Pah, Mah, Om ... ini sebelumnya, saya maupun Zee, ingin meminta maaf. Namun, kami sepakat untuk tidak buru-buru. Kami ingin menikmati hubungan kami, selain ....” Devano menunda ucapannya seiring tatapannya yang tertuju kepada Zee maupun pak Samsudin. Ia menatap keduanya silih berganti, sebelum tatapannya juga berakhir kepada kedua wajah orang tuanya.
“Mengenai pernikahan, Zee masih sangat trauma. Karena sebelum ini, dia sudah sempat tunangan dan nyaris menikah. Hubungan itu masih menyisakan trauma mendalam untuk Zee. Jadi, kami sepakat, ... sampai kapan pun, aku bersedia menunggu.”
“Pret!” batin Zee yang merasa, Devano sangat pandai bersandiwara.
”S-sayang ...?” lirih ibu Arnita lembut sambil menatap sedih Zee dan langsung ia peluk hangat.
“Ya Tuhan, pelukan mamah pak Devano beneran bikin candu!” batin Zee tak berkutik dalam dekapan ibu Arnita.
“Kalau dipikir-pikir, papah mamah beneran ngarep ke Zee, ya,” batin Devano menjadi ketar-ketir sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
nDutz👏²²¹º
itu jantung devano klo bisa nyanyi n joged.. pasti lagi nyanyi ajojing ala ala ajojing🤭🤣🤣
2024-01-27
2
𝕗 𝕚 𝕚
😂😂
2023-12-06
1
Intan IbunyaAzam
wah bner 2sejoli nie ketar ketir hahaaaa
2023-11-30
0