“Mulai sekarang kamu harus selalu tampil cantik.”
“Memangnya aku kurang cantik, Pak? Selama ini aku memang selalu tampil cantik, kan? Meski mohon maaf, di luar jam kerja apalagi kalau libur, pakai daster tanpa urus rias dan sebagainya, beneran jadi favorit aku. Apalagi kalau sudah mager baca novel online apalagi ngedrakor.” Zee tak kuasa melanjutkan ucapannya lantaran Devano yang duduk di sebelahnya sudah langsung mendelik. Kali ini pria itu menatapnya dengan tatapan sangat berlebihan. Malahan ketika ia menoleh ke depan, pak Lukman yang sedang menyetir, ia pergoki sibuk menahan senyum.
Sambil tetap menatap lurus Zee dengan mata yang nyaris loncat dan seolah nyaris membuat wanita itu babak belur agar tidak berisik, Devano berkata, “Pak Lukman, tolong mampir ke salon langganan mamah sama Viola.”
Dengan polosnya, Zee berkata, “Pak Vano mau dandan ...?”
“Buat kamu! Biar mereka renovasi penampilan kamu!” sewot Devano yang langsung mengakhiri tatapannya dengan lirikan sinis.
“Renovasi? Dikiranya aku gedung, bangunan gitu?” kesal Zee dalam hatinya, tapi ia memilih diam dan sengaja menjaga jarak.
Devano yang tak sengaja melihat Zee pelan-pelan geser hingga sekretarisnya itu sampai pinggir pintu, sengaja mengomel. “Sekalian minggat sampai sungai NIL, sana!”
“Yakin? Nanti kalau saya enggak ada, Pak Vano kangen, loh!” sergah Zee dan langsung membuat seorang Devano tak mampu menjawab. Pria itu memilih bungkam dengan mengamati suasana luar melalui kaca jendela pintu di sebelahnya.
Seperti yang Devano keluhkan, Zee sungguh dibawa ke sebuah salon kecantikan mahal.
“Saya tidak mau ada adegan norak semacam kamu ketiduran apalagi sampai ngiler, loh!” tegas Devano ketika Zee akan turun.
Zee langsung menatap Devano dan tak langsung turun. Dengan wajah sekaligus tampang hang bagi Devano sangat menjengkelkan, ia berkata, “Jangan khawatir, Pak. Level saja belum separah itu!”
“Tapi bisa lebih parah?” balas Devano dengan santainya, dan memang mengejek.
“Ya!” balas Zee yang kemudian tertawa ceria. Keadaan yang bagi Devano tidak sopan.
“Bisa-bisanya kamu tertawa sepeti itu di depan saya? Bahkan kemarin, kamu sampai kentut ketika saya panggul!” kritik Devano kali ini berbicara lirih.
Zee memasang wajah sebal. “Awas rindu! Nanti kalau yang Pak Vano enggak suka sudah enggak ada, Pak Vano pasti baru tahu rasa!” Sadar Devano sampai akan keluar hanya untuk mengejarnya, Zee buru-buru menutup pintu yang awalnya ia tahan.
Devano yang telanjur melongok pun harus merelakan kepalanya terbentur pintu karena ulah sekretarisnya yang makin tak jelas. “Zee ... ah, kamu!” Akan mengejar, Zee sudah menggunakan jurus langkah seribu andalan. Malahan, pak Lukman yang akan menemani, sampai ditinggal. Hingga ia meminta pak Lukman untuk kembali masuk mobil, bersiap pergi meninggalkan tempat parkir. Dan ulahnya tersebut sukses membuat Zee buru-buru keluar mengejar. Kenyataan yang membuat Devano tertawa puas. Tawa yang juga diam-diam sangat pak Lukman nikmati.
Karena walau aksi saling balas dendam antara Devano dan Zee sangat membuang-buang waktu, pak Lukman juga merasa sangat bahagia karena kebersamaan tersebut pula, ia melihat kebahagiaan nyata dari Tuan Mudanya.
Di sebelah kaca pintu Devano duduk, Zee sudah sibuk menatap Devano dengan tatapan sangat memohon. Keadaan hang sangat membuat seorang Devano bahagia. Walau tak lama kemudian, Devano juga sampai menunggu Zee di dalam salon, di ruang khusus.
“Aku yakin, kabar ini akan langsung sampai ke mamah papah, dan mereka akan langsung bahagia,” pikir Devano masih sibuk mengurus pekerjaannya melalui ponsel canggihnya. Namun, seorang Devano juga tak menyangka jika kecantikan Zee yang sudah direnovasi sesuai keinginannya, juga sampai menambah rasa bahagia dalam hidupnya. Kedua matanya sampai tidak mau berhenti menatap wajah Zee. Wanita berkulit sawo matang eksotis itu menjadi terlihat semakin cantik hanya karena perubahan sedikit di rias wajah dan juga rambut mengembangnya yang kali ini diluruskan.
“Eh, pak Vano senyum, loh!” batin Zee. Namun, ia mencoba bersikap biasa saja.
“Apakah kriteria cantik, harus berkulit putih, rambut lurus, dan juga tubuh kurus?” tanya Zee ketika mereka sudah kembali duduk di mobil dan pak Lukman juga sudah menyetir. Mobil yang mereka tumpangi sudah membelah kemacetan jalan di jam menuju siang ibukota.
Devano yang sadar pertanyaan barusan sengaja dilemparkan kepadanya, berangsur mengalihkan keseriusannya pada lembar dokumen di kedua tangannya. Ia menatap Zee yang menjadi tidak terlihat bahagia hanya karena perubahan penampilan yang baginya cantik. “Cantik itu subyektif, tergantung pada siapa yang melihat, walau selera kebanyakan orang selalu jadi patokan.” Devano kembali fokus pada dokumen yang kemudian ia susun, setelah ia mengecek satu persatu.
“Nah itu, selera banyak orang. Padahal standar cantik itu enggak bisa disama ratakan apalagi ras manusia di dunia ini beragam. Pernah, sewaktu masih belasan tahun hingga terakhir usia dua puluh satu tahun, aku selalu meluruskan rambutku karena sana sini bilang, rambutku jeeelek, ngembang mirip rambut singa. Namun setelah aku renungi dan terakhir rambutku sampai rusak parah, aku jadi berinisiatif, udah, cantik tanpa menyakiti diri sendiri pasti akan jauh lebih nyaman. Dan rasa nyaman ini juga yang bakalan jadi inner beauty! Jadi sebenarnya, alasanku tetap percaya diri punya rambut mengembang dan hanya perawatan alami, ya karena aku sedang mengkampanyekan, rambut ngembang apalagi mereka yang punya rambut busung, kalian juga cantik dengan apa yang kalian miliki karena yang Tuhan ciptakan memang lebih baik.”
“Amin ... amin ... amin.” Bukannya mendengarkan Zee, Devano malah sengaja membuat wanita itu berhenti mengoceh dengan caranya. Namun karena Zee langsung diam, dan ia yang juga memergoki Zee melalui lirikan yang mana wanita itu tengah meliriknya sebal, Devano pun sengaja berkata, “Usaha mempercantik diri, lagian enggak setiap saat juga, kan?”
“Tuhan, kami enggak senyambung ini. Andai dia bukan bosku, sudah aku tinggal dari dulu. Heran, tuh hati terbuat dari kawat apa gimana, bisa-bisanya sekaku itu padahal orang tua bahkan adik-adiknya baik hangat gitu. Enggak mungkin juga aku mengira pak Vano anak pungut karena wajahnya saja mirip banget sama pak Restu. Kecuali, ... sebenarnya pak Vano pernah semacam trauma? Dia pernah patah hati gara-gara trauma apa gimana?” pikir Zee yang selain curiga Devano pernah mengalami trauma, kini ia juga tengah berusaha mencintai penampilan barunya dan itu membiarkan rambut panjangnya diluruskan.
Walau sebelumnya, Zee sengaja tampil dengan rambut mengembang sebab ia ingin mematahkan kriteria cantik menurut sebagian besar orang di negaranya yang menjadikan rambut lurus sebagai kriteria cantik seorang wanita. Namun, melihat penampilan barunya kali ini, Zee juga merasa dirinya lima ratus persen lebih cantik dari sebelumnya.
“Pak, ... Pak, ... aku jadi kelihatan mirip Jisoo Blackpink, kan?” Mendadak, Zee heboh.
“Hah? Apaan?” balas Devano lirih dan memang tidak paham.
Zee yang sadar tanggapan sang bos langsung memasang wajah tidak nyaman. “Jangan bilang, Pak Vano enggak kenal!”
“Tadi kamu bilang mbelek? Apaan sih, tadi? Namun kalau iya, itu di kampung mamahku artinya taiii!” balas Devano.
“Oalah, ini orang memang enggak fokus. Dia lagi urus apa sih?” batin Zee yang kepo pada setiap lembar yang tengah Devano cek dan telah menyita penuh perhatian Devano. “Kayaknya penting banget,” batin Zee.
“Ini penting banget, jadi jaga baik-baik. Dua minggu lagi kita pakai buat urus proyek baru.” Devano menyerahkan dokumen yang ia simpan di map mika warna birunya kepada Zee.
“Penting banget kok dikasih ke aku?” Zee sampai takut menerima.
“Saya enggak bawa tas kerja, sudah terima saja. Masukin ke tas, hati-hati. Karena kalau ilang, diganti pakai nyawa kamu pun tetap enggak setimpal!” omel Devano memaksa Zee menerimanya. Tak peduli walau wanita itu terus berusaha menolak.
“Ini Pak Vano maksa, loh. Jadi kalau sampai ada apa-apa, aku enggak mau tanggung jawab!” kesal Zee terpaksa memasukan map pemberian Devano ke tas kerjanya. Ia sampai menjadikan pak Lukman sebagai saksi. Namun seperti biasa, pria berwajah tenang itu hanya mesem, menanggapinya dengan sangat jalan.
“Kalau Zee lelet enggak keluar-keluar dari mobil, sudah kunci saja, Pak! Tinggal dia di dalam mobil, habis itu kita buang dia ke kandang harimau!” omel Devano sambil melangkah pergi meninggalkan Zee yang masih rempong menyimpan berkas di tas kerjanya. Ia meninggalkan Zee yang masih ada di dalam mobil sambil kembali menatap layar ponselnya yang kini sukses membuatnya tersenyum hanya karena di sana dihiasi foto Jisoo Blackpink dengan penampilan terbarunya. “Emang mirip sih. Lihat saja, bentar lagi si Rendan pasti nangis batin.”
“Pak, tunggu!” seru Zee dari belakang sambil berlari.
Awalnya Devano abai, tapi setelah mendengar pak Lukman menegur penuh kekhawatiran kepada Zee, ia sengaja berhenti tepat di depan lobi sembari mengantongi ponselnya dan awalnya dihiasi foto Jisoo. Ia dapati, di belakang sana, Zee sudah sampai dituntun pak Lukman untuk menaiki anak tangga menuju lobi. Zee agak tertatih dan kaki kanannya tampak pincang.
Devano mendengkus. “Ceroboh terus,” lirihnya dan kali ini sampai berkecak pinggang. Membiarkan dua orang satpam menanti, membukakan pintu seluas mungkin. Sementara di dalam sana, seorang pria berjas lengkap dengan dasi tak kalah rapi kepadanya, sudah langsung tersenyum semringah sembari buru-buru melangkah mendekat ke arahnya.
“Ini perusahaan Rendan bekerja, ... tapi kol, pak Vano disambut sebegitu heboh, ya?” batin Zee mulai curiga. Apalagi sepanjang masuk, semuanya begitu sibuk menyapa Devano penuh hormat. Terakhir, setelah memasuki ruang rapat khusus dan ia turut diminta Devano untuk duduk di sebelah pria yang berstatus sebagai kekasih pura-puranya, Rendan datang. Mantan calon suami yang dari kemarin selalu mengabaikan pesan maupun sederet teleponnya itu langsung terkesiap sekaligus refleks mundur.
“Pak Rendan, ... cepat kemari!” sergah pak Riko, selaku bos yang sedari awal sudah langsung menyambut kedatangan pak Devano.
“Wanita super cantik itu, ... Zee?” batin Rendan kebingungan. Saking bingungnya, ia tak hanya gelisah. Karena ia juga beberapa kali lupa bernapas.
“Balas dendam benar-benar dimulai ...,” bisik Devano tepat di sebelah telinga kanan Zee yang sengaja ia minta duduk di sebelahnya.
Zee yang detik itu juga langsung diam, berangsur melirik Devano. Ia dapati, Devano yang sudah fokus menatap Rendan, sudah langsung mengukir senyum. Senyum yang membuat wajah tampannya terlihat sangat keji.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
𝕗 𝕚 𝕚
😂😂👍
2023-12-07
3
Linda Yani
ya ampun vano msh aja buang² 😂😂😂
2023-12-06
1
Intan IbunyaAzam
waktunya mulai pembalasan
2023-11-30
0