“Jadi pasangan Kak Vano memang wajib tahan banting melebihi sumo,” ucap Didi yang baru saja membuka pintu kamarnya dan langsung serius menatap lebam parah di kening Zee. “Kak Vano enggak masukin Kak Zee ke kandang ayam saja, untung!”
Zee tidak datang ke kamar Didi sendiri. Pagi ini dan baru pukul setengah enam pagi, Devano mengantarnya langsung hingga depan kamar Didi, adik perempuan Devano. Tak hanya menumpang mandi dengan sederet fasilitas untuk wanita, tapi juga meminjam pakaian ganti lengkap. Karena selain memang tidak membawa pakaian ganti, hari ini Zee wajib berangkat kerja pagi langsung dengan Devano.
Ketika Devano langsung memasang wajah super datar dalam menanggapi ucapan adiknya sendiri, tidak dengan Zee yang langsung tersenyum tak berdosa.
“Hati-hati, paku di ubun-ubunnya baru saja dilepas,” ucap Devano sambil menepuk-nepuk bahu Zee sebelum meninggalkan Zee hanya berdua dengan Didi.
“Kak Vano, ih. Sembarangan!” sebal Didi.
“Ngeri ...,” lirih Zee ketika tatapannya tak sengaja bertemu dengan Didi.
“Ya sudah, ayo masuk. Nanti kalau Kak Zee telat yang ada, paku di ubun-ubun Kak Zee juga dicabut sama Kak Vano!” ucap Didi sembari menuntun Zee masuk. “Tapi kok Kak Zee mau-maunya sama Kak Vano? Kalaupun dia tampan dan mapan, kelakuannya kan abnormal?”
Zee hanya mesem membalas Didi, walau sebenarnya, Zee juga penasaran. Apakah di luar hubungan mereka, Devano juga sudah sampai mencari pasangan yang sesungguhnya?
“Terus semalam, ... kalian tidur bareng?”
Pertanyaan kali ini membuat Zee buru-buru menggeleng sekaligus menepis. “Dia tidur di tempat tidur, aku di sofa!” jujurnya.
“Loh, itu enggak kebalik? Harusnya kan kak Vano yang di sofa?” lanjut Didi.
Zee langsung mencari alasan paling masuk akal dan sebisa mungkin melindungi nama baik Devano. “Kalau dia yang di sofa, ya kasihan kakinya sepanjang itu.”
Didi yang langsung membawa Zee ke dalam kamar mandinya, langsung mesem memandangi wajah Zee penuh arti. “Kak Zee, tolong jujur ke aku. Kalau kalian sedang hanya berdua, Kak Devano jadi normal, kan? Maksudnya, kak Vano mau bersikap agresif bahkan ... sampai minta yang aneh dalam tanda kutip?”
Zee langsung tersenyum tak berdosa mendengarnya. Membuat adik perempuan Devano tampak makin penasaran mengenai hubungan mereka. Terlebih sepertinya, seorang Devano memang memiliki ketertarikan sendiri untuk dikepoin akibat sikapnya yang sangat ajaib.
Dari semua anggota keluarga Devano, tidak ada yang tidak perhatian kepada Zee. Karena sekelas pak Restu saja sampai membantu Zee mengompres kening.
“Kak Vano, ini nanti beneran mampir ke rumah sakit, cek ke dokter takut kenapa-kenapa,” ucap ibu Arnita yang bersama-sama mengompres Zee.
“Kan belum gegar otak, Mah,” balas Devano masih dengan sangat santai sembari menikmati pasta di piringnya.
Balasan Devano membuat mereka yang tengah sarapan di teras depan taman, menahan senyum sambil menggeleng tak habis pikir.
“Zee, habis ini kamu harus lebih agresif ke Devano, ya. Biar kalian cepat menikah,” bisik ibu Arnita yang sengaja duduk di sebelah Zee. Malahan, pak Restu juga ikut mengapit Zee disusul oleh Devano yang duduk di sebelah sang papah.
“Ya Tuhan, orang tua pak Devano beneran pengin menantu dan bila bisa langsung dikasih cucu,” batin Zee tak berkutik menatap ibu Arnita.
“Memangnya semalam enggak terjadi apa-apa?” lanjut ibu Arnita makin kepo sambil tetap menikmati pastanya.
Berbeda dengan yang lain, obrolan khusus antara dirinya dan ibu Arnita malah membuat sekelas Zee jadi kehilangan selera makan. Padahal sebenarnya, rasa pastanya sangat enak.
“Sering-sering main, ya!” sergah ibu Arnita sembari melepas kepergian Zee dan Devano.
Keluarga Devano melepas Zee dan Devano hingga depan gerbang karena mereka semua juga akan pergi menjalani kesibukan satu sama lain.
Kenyataan keluarga Devano yang begitu baik kepadanya menjadi beban tersendiri untuk Zee. Malahan, Zee merasa bersalah karena telah membuat mereka semua sangat berharap akibat sandiwaranya. Namun diamnya Devano yang masih bersikap senuanya baik-baik saja, membuat Zee tak memiliki pilihan lain salain melanjutkan sandiwara mereka.
“Nanti kalau ada waktu luang, aku bakalan bahas ini. Syukur-syukur, pak Vano juga sudah punya kekasih asli. Hari ini jadwal pak Vano sibuk banget, jadi aku beneran enggak berani mengusik pak Vano. Takut bikin mood dia jadi down,” batin Zee yang walau diam, berangsur membuka sebotol air mineral yang menjadi bekal mereka dari ibu Arnita, beberapa saat lalu. Ia sengaja menaruh sedotan untuk mempermudah Devano minum.
Devano yang sedang memeriks setumpuk berkas di pangkuannya, langsung terusik oleh perhatian Zee. Dirinya yang sudah goyah sekaligus sadar memiliki ketertarikan khusus pada sang sekretaris, langsung merasa spesial.
“Tangan saya sibuk enggak bisa pegang yang lain selain dokumen-dokumen penting ini,” ucap Devano lirih.
“Ya sudah, saya bantu pegang botolnya, Pak Vano cukup minum,” yakin Zee.
Devano melirik Zee penuh arti. “Jangan sampai tumpah, ya!”
“Iya, Pak. Daripada Pak Vano kehabisan suara pas rapat, kan pak Vano kalau rapat anti pakai soundsystem,” balas Zee masih berusaha sabar.
“Ngapain pakai soundsystem kalau suara saya masih memadai? Pakai soundsystem hanya akan membuat pengusaha soundsystem kaya!” balasnya masih lirih kemudian meminum air mineralnya.
“Nanti mereka balas ke kita, ngapain beli baju dari perusahaan kita karena itu hanya akan membuat kita makin kaya,” balas Zee sambil menutup tutup botol mineralnya.
Devano langsung menatap Zee penuh keseriusan. “Berarti mereka begoo, rela enggak pakai baju cuma untuk mempertahankan ego!” yakinnya dan bisa ia pastikan, kali ini Zee langsung menurut.
“Aku jadi curiga, jangan-jangan pas pembagian otak, pak Vano ngambil semuanya termasuk jatah buat yang lain, makanya pikirannya ajaib begini! Pak Vano beneran beda loh, dari anggota keluarganya,” batin Zee.
Setelah obrolan barusan, suasana mobil yang tak lagi disopiri pak Lukman lantaran pria itu masih ditugasi untuk menjaga pak Samsudin, kembali senyap. Devano yang memang fokus dengan pekerjaannya, juga Zee yang sudah dijatah mengurus setumpuk dokumen juga.
Hari ini mereka benar-benar sibuk. Zee sudah lebih mirip seterika di tempat loundy dengan setumpuk pekerjaannya. Zee sampai melepas heels-nya karena jurus reog andalannya dan membuatnya pontang-panting memenuhi setiap titah Devano, sampai masih kurang bagi Devano yang hari ini sangat tidak sabaran. Pendapatan perusahaan turun tiga persen, dan alasan tersebut pula yang mebuat Devano mengerahkan setiap karyawan sekaligus tim yang terlibat. Tadi saat di acara rapat, Zee bisa melihat bepata pak Restu yang masih menjadi pimpinan tertinggi di sana, sangat mengkhawatirkan Devano. Dua jam terakhir saja, ibu Arnita sudah sibuk mengirimi Zee pesan, meminta Zee untuk lebih agresif kepada Devano agar Devano tidak mempekerjakan rodi dirinya sendiri.
“Pak, Pak Vano sudah bekerja sangat keras. Dalam bisnis kan wajar ada naik turun pendapatan, yang penting enggak tragis-tragis banget. Kalau Pak Vano terus begini, yang ada pak Vano rugi bandar. Pak Vano rugi waktu, Pak Vano menyakiti diri sendiri. Yang penting semuanya bisa diperbaiki jangan langsung digas wajib hari ini,” ucap Zee yang bertutur hati-hati.
Di meja kerjanya yang megah, Devano yang menjadi menunduk, mendapapati kedua kaki Zee yang sampai tak memakai alas lagi. Hari ini mereka sudah benar gila-gilaan bekerja, sementara mereka juga sampai melupakan makan siang. Beruntung bekal pasta dari ibu Arnita belum sampai basi dan baru saja Zee hangatkan.
“Sekarang Pak Vano makan dulu. Lihat, tuh, di luar nyaris petang,” sergah Zee langsung minggir.
Devano menelan ludah kemudian berdeham dan bersiap makan. Ia baru saja meraih garpu di atas pastanya, tapi kenyataan perut Zee yang mendadak keroncongan berisik sangat mengganggunya.
Zee menghela napas dalam. “Perut ini beneran enggak bisa dikontrol, Pak!” yakin Zee apalagi, Devano sudah langsung menatapnya tajam. Zee takut, bunyi keroncongan dari perutnya membuat Devano kehilangan selera makan.
“Ambil pasta kamu, dan makan di sini. Ada yang ingin saya bicarakan,” sergah Devano masih sangat galak.
Bergegas Zee menyanggupi karena di mejanya juga sudah ada sepiring pasta layaknya jatah Devano. Devano memintanya duduk di hadaoan pria itu, tapi sepanjang kebersamaan, pria itu sama sekali tidak memulai obrolan.
“Makan bareng ditemani begini, rasanya jauh lebih enak,” ucap Devano pada akhirnya.
Mendengar itu, Zee yang belum beres makan, refleks menatap Devano. Terpikir olehnya, jika selama ini, menjadi seorang Devano, telah membuat pria di hadapannya kesepian.
“Kita bisa lebih sering begini. Saya juga tidak keberatan membuatkan Pak Vano bekal,” ucap Zee berusaha memberi pak Vano perhatian.
“Jadi mulai besok juga, kalau kamu sampai enggak buatin saya bekal, ... gaji kamu saya potong!” sergah Devano yang langsung membuat Zee ketar-ketir. Namun baru saja, wanita itu mengulurkan tangan kanannya kepadanya setelah Zee juga sampai berdiri.
“Kamu enggak usah bentar-bentar salaman begitu, mirip penghulu!” semprot Devano.
“Tapi ini begini, maksudnya, deal, Pak. Kita sepakat!” yakin Zee.
Devano yang langsung melirik gengsi uluran tangan kanan Zee, hanya menempelkan kilat telapak tangan kanannya ke telapak tangan kanan Zee.
“Ya elah ini orang, ... ribet banget sih hidupnya!” batin Zee yang kembali duduk kemudian menghabiskan sisa pasta di piringnya.
Tanpa Zee sadari, Devano diam-diam sibuk memperhatikannya.
“Saya punya hadiah buat kamu,” ucap Devano lembut.
Ucapan yang sangat jarang terdengar hingga Zee yang mendapatkannya langsung merinding. “Hadiah?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Alanna Th
aq baru inget, devano tuh yg suka blng masukin kndng ayam/bebek. aq mo cari, udeh tamat aq bacanya, thor
2024-04-07
1
Intan IbunyaAzam
boss galak tp prhatian apiwittt
2023-11-30
0
Truely Jm Manoppo
yaelahhh bos Vano ribet bener sih hidup woh🥰
2023-11-29
0