Namun pada akhirnya, ketidakpercayaan seorang Cheryl pada kabar yang Rendan berikan yaitu mengenai Zee yang kini malah jadi kekasih Devano, terbukti. Lihat saja, di gang menuju kontrakan dalam posisi Devano maupun Zee, sedang melangkah keluar. Devano yang awalnya memimpin langkah, mendadak menoleh ke belakang sambil mengulurkan tangan kanannya. Devano sampai berhenti melangkah menunggu balasan Zee yang detik itu juga langsung termangu menatap wajah tampan Devano.
Wanita mana yang tidak luluh jika yang mendekati sekelas Devano? Zee yang selama ini terkenal setia kepada Rendan dan hidupnya hanya untuk bekerja demi menyambung kesehatan sang ayah saja luluh.
“Cepat terima, ada yang mengawasi kita,” ucap Devano.
Dalam diamnya, Zee yang memang langsung tegang gara-gara uluran tangan Devano, berangsur meletakkan tangan kirinya di telapak tangan pria cerewet itu. Telapak tangan itu sungguh terasa hangat. Tanpa berpikir maksud dari genggaman yang tengah berlangsung, apa yang Devano lakukan sudah langsung membuat Zee merasa jauh lebih tenang, setelah kemunculan Cheryl bersama Rendan langsung membuat Zee mengamuk keduanya.
Kebersamaan Zee dan Devano sungguh membuat iri apalagi bagi Cheryl dan Rendan yang masih mengawasi dari dalam mobil tak jauh dari mobil Devano terparkir. Devano sampai menuntun Zee untuk masuk mobil lebih dulu, baru disusul dirinya. Sementara pak Lukman yang terjaga di sebelah pintu, mengawasi dengan tatapan damai.
“Kok bisa Zee sama pak Vano, padahal selama ini, mereka selalu ribut?” ucap Cheryl menjadi uring-uringan sendiri.
Di sebelah Cheryl, Rendan juga tak kalah kesal. Masa iya, kini malah mereka yang jadi penonton dan itu sambil gigit jari?
“Kuku-kuku Pak Vano sudah panjang,” ucap Zee tak lama setelah pak Lukman menutup pintu mobil sebelah Devano.
Devano menatap Zee yang mulai cerewet.
“Itu bisa jadi tempat tinggal se-tan, Pak!” yakin Zee.
“Ya enggak apa-apa. Saking baik hatinya, sekelas se-tan pun saya sediakan tempat tinggal! Kurang baik apa coba saya, ke se-tan saja saya peduli!” balas Devano sewot, tapi Zee malah menahan senyumnya. Harusnya memang tidak masalah, tapi melihat Zee tersenyum seperti sekarang dan itu membuat Zee terlihat sangat sakit, hati Devano menjadi krenyes-krenyes. Senyum Zee benar-benar nagih, mirip candu yang membuat Devano betah memandanginya.
“Sini saya potongin,” ucap Zee yang belum tahu, sang bos terpaku menatapnya. Dan walaupun Devano tak lagi terang-terangan menatapnya, pria itu masih rutin memperhatikannya diam-diam.
Zee memotong kuku-kuku Devano yang memang panjang, menjadikan dua helai tisu sebagai penampungnya.
“Kamu potongin begitu, berarti kamu sudah gusur tempat tinggal para se-tan!” ucap Devano lirih sambil mengamati kesibukan Zee memotong kukunya. Lagi, Zee menahan senyumnya dan itu benar-benar nagih untuknya.
“Lama-lama aku buang juga si Zee ke kandang ayam! Masa iya, dia jadi bikin aku enggak kosen gini!” kesal Devano dalam hatinya.
***
Devano tak membawa Zee ke kantor maupun ke tempat yang membuat mereka bekerja. Devano sungguh membawa Zee ke rumahnya.
“Ini, rumahnya orang-orang keren?” batin Zee refleks menengadah hanya untuk menatap saksama rumah berlantai tiga yang juga sangat luas itu.
“Biasa saja, loh. Jangan sampai lepas sepatu di bukan tempatnya. Nanti lepas sepatunya di pintu masuk utama, terus kamu ambil sandal rumah di lemari sebelah pintu. Maksud?” jelas Devano yang walau berucap lirih sekaligus cepat, tetap saja terdengar kejam.
“Memangnya di mata Pak Vano, saya seudik itu, yah, Pak?” tanya Zee sembari menatap sedih Devano.
“Memang!” sergah Devano mengangguk-angguk. “Kalau kenyataannya enggak begitu, mana mungkin saya bilang.”
“Kejam ... kejam, kejam!” batin Zee, menyesal tak mau bertanya lagi.
Pak Lukman langsung tersipu pada perubahan interaksi Devano dan Zee yang sudah kembali memanas, padahal sebelumnya, keduanya sudah sempat sangat manis.
Zee bermaksud keluar lewat pintu Devano keluar, tapi pria itu langsung menutup pintunya dengan kejam. Tentu saja kepala Zee langsung terhantam. Namun sepertinya, Devano benar-benar tidak sengaja. Terbukti, pria itu langsung panik ketika pak Lukman mengabarkannya.
“Kamu ngapain, sih? Ya Tuhan ....” Devano membantu Zee keluar dari mobil. Ia menggunakan kedua tangannya, merengkuhnya sekuat tenaga karena biar bagaimanapun, tubuh Zee sampai lemas.
“Pak Vano keterlaluan. Masa iya, kepala saya diadu pakai pintu mobil? Untung ini kepala buatan Tuhan, kalau buatan manusia apalagi buatan negara tetangga, lepas iya!” keluh Zee.
Devano yang awalnya sampai mengelus-elus kepala Zee khususnya kening Zee yang sudah langsung benjol, refleks menimpuk jidat Zee.
“Ya ampun, Pak. Sakit banget!” jerit Zee yang kali ini sampai menangis.
“Kamu kalau ngomong jangan bermajas, kenapa?” omel Devano yang tetap memapah Zee.
“Ini sepertinya saya mau pingsan, Pak!” ucap Zee. “Masa iya, baru datang, sudah langsung diadu sama pintu!” lanjut Zee sudah meracau tak jelas.
Mungkin efek melangkah saja susah, Devano sampai membopong Zee. Malahan ketika Zee yang pingsan akhirnya membuka mata, Zee sudah ada di sebuah kamar. Kamar yang benar-benar membuat Zee merasa sangat nyaman. Suasana yang temaram juga kesunyian yang menjadi warna tunggal. Sedangkan ketika Zee menoleh ke sebelah dinding, tak semua jendela di sana ditutup menggunakan gorden tebal. Malahan dari tempat tidur keberadaannya, Zee bisa melihat suasana langit malam yang kali ini dihiasi banyak bintang.
“Indah banget ...,” lirih Zee. Walau ketika ia menoleh ke sebelahnya, dan itu masih di tempat tidur, ada sosok yang jauh lebih indah. Iya, di situ, di pinggir tempat tidur, Devano ketiduran sambil duduk. Ini menjadi kali pertama Zee melihat Devano sedang tidur dan itu membuat Devano berkali-lipat lebih tampan dari biasanya. Ditambah lagi, Devano tidak cerewet apalagi kejam, dan itu menjadi nilai istimewa tersendiri.
“Dari semua bintang yang ada di kehidupan, dia memang yang paling indah, dengan catatan, dia sedang tidur seperti sekarang,” batin Zee masih merasa pening di keningnya yang sekadar tersenggol saja terasa sangat sakit.
Namun, seindah-indahnya Devano ketika tidur, Zee sengaja membangunkannya. Zee butuh informasi, takut sang papah menunggu apalagi khawatir.
“Sudah, saya sudah menghubungi papah kamu,” ucap Devano yang ternyata gampang dibangunkan.
“Pak Vano kasih alasan apa ke papah saya?” balas Zee.
“Kamu lagi diajak mamah. Karena enggak mungkin juga saya bilang kepalamu benjol,” balas Devano sewot
“Terus, papah saya, bagaimana? Enggak ada yang jagain ....” Zee menjadi terdiam khawatir.
“Pak Lukman sudah ada di sana, buat jaga-jaga. Kalau kamu enggak percaya, sudah sana telepon pak Lukman,” balas Devano dan bersiap tidur sambil tetap duduk. Namun, Zee mendadak mengusiknya, membangunkannya lagi dan kali ini karena wanita itu meminta nomor telepon pak Lukman.
Tak disangka, Devano hafal nomor ponsel pak Lukman. “Jangankan nomor ponsel pak Lukman yang sudah ikut saya sejak saya usia lima tahun, nomor kamu saja saya hafal!” oceh Devano.
“Ya sudah, Pak. Bapak tidur saja karena Pak Vano jauh lebih indah kalau Pak Vano tidur!” yakin Zee yang sebenarnya berniat memuji.
“Enggak sekalian suruh mati?” sewot Devano sambil menatap sebal Zee.
Zee langsung menggeleng tak habis pikir, kemudian sengaja ke sudut depan karena akan menelepon pak Lukman. Tak disangka, kepergiannya itu malah membuat seorang Devano pindah kemudian tidur di tengah-tengah tempat tidur yang selimutnya masih melilit tubuh Zee.
“Kalau dia tidur begitu, lalu nanti aku tidur di mana?” pikir Zee yang sudah menempelkan ponselnya ke telinga kanan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Memyr 67
ini othor pinter bener bikin cerita. membuat aq tidak bisa skip chapter. takut ada yg kelewat.
2024-10-30
2
devaloka
malah seru gini loh pak, gakyg sok manis terus
2023-12-05
4
Intan IbunyaAzam
isss ABG vano aq klepek klepek
2023-11-30
1