Devano terbangun dari tidurnya. Pria itu berangsur duduk dan memang agak linglung. Untuk sejenak, Devano mengerjap sambil mengamati sekitar. Kenyataan yang membuat pria tampan itu mirip bocah. Devano yakin ada yang kurang dan memang ia lupakan. Namun yang mampu pria itu lakukan hanya melepas jas hitamnya kemudian membuangnya sembarang, sebelum akhirnya ia kembali meringkuk dan lelap lagi. Padahal yang berusaha Devano ingat tentu Zee karena biar bagaimanapun, Devano belum mengantarnya. Namun, fokus seorang Devano kali ini terkalahkan oleh rasa lelah yang menguasai tubuhnya. Apalagi semenjak menjadi kekasih pura-pura Zee, Devano benar-benar sibuk.
Di tempat berbeda, Zee agak tegang karena harus duduk berdua dengan Rayyan yang tentu saja asing. Walau Rayyan juga masih saudara Devano, jejak jumlah mantan Rayyan yang melebihi dua lusin membuat Zee takut. Karena bisa jari, Rayyan tipikal pria bermodal wajah manis dan juga sikap manis.
“Ini rumah kamu di mana?” tanya Rayyan yang memang mengemudikan mobil mahalnya sendiri. Ia memasuki gang sempit sesuai arahan Zee, dengan sangat hati-hati. Takut mobil mahalnya yang masih baru dan ia dapat dari sang mamah, sampai kenapa-kenapa.
“Saya tinggal di kontrak depan, Pak. Nanti ada gang, berhenti di depan situ saja karena kebetulan, kontrakannya ada di sana,” jelas Zee santun tanpa berani menatap kedua mata Rayyan yang memang selalu menatap lawan bicaranya dengan saksama layaknya kini.
“Panggil Rayyan saja karena aku enggak mau kaku seperti kak Vano,” ucap Rayyan sopan, dan wanita yang ia ajak bicara hanya mengangguk-angguk. Zee tampak sangat sungkan kepadanya.
Sampai di depan gang yang dimaksud dan itu tak ada lima menit dari obrolan mereka, Rayyan buru-buru turun dan tak mengizinkan Zee turun sendiri. Rayyan membukakan pintunya kemudian mengantar Zee hingga depan pintu kontrakan walau Zee menolak.
“Kenapa kamu masih tinggal di kontrakan padahal aku yakin, gajimu menjadi sekretaris yang merangkap menjadi asisten pribadi kak Vano, bisa membuatmu hidup lebih dari ini bahkan ... mewah?” tanya Rayyan masih dengan suara lembut penuh ketenangan andalannya. Cara bicara yang sangat berbeda dengan seorang Devano.
“Kontrakan ini menyimpan banyak kenangan yang sampai kapan pun tidak bisa saya dapatkan di tempat lain. Kenangan berharga yang juga tetap tidak akan saya dapatkan di temat lain, walau saya membayar dengan harga sangat mahal!” balas Zee dan itu menjadi akhir dari pertemuan mereka walau Rayyan juga tiba-tiba saja melayangkan salam perpisahan manis.
“Senang bisa mengenal kamu.”
Normalnya dibilang begitu, Zee oleng atau paling tidak deg-degan, berdebar-debar. Namun daripada Rayyan yang apa-apa serba lembut, perhatian bahkan sikap jail seorang Devano jauh lebih membuat Zee tegang.
Keesokan paginya, Devano keluar dari kamar dan melakukan segala sesuatunya dengan cepat. Ia harus segera sarapan karena mamah tercinta pasti sudah menyiapkannya di ruang makan.
“Pagi, Ma.” Walau ia tidak bertanya atau langsung mencari kabar Zee, sebenarnya Devano juga penasaran kabar dari kekasih gadungannya itu.
“Pagi, Sayang, sini sarapan,” ucap ibu Arnita yang tengah menuangkan nasi goreng ke piring Didi.
Di sana sudah dalam formasi lengkap karena kedua adik Devano yang lain juga sudah nyaris mengabiskan nasi goreng di piring masing-masing. Dengan kata lain, Devano menjadi orang yang paling telat bangun.
Tanpa banyak kata dan langsung mengucapkan terima kasih ketika sang mamah mengambilkan sepiring nasi goreng untuknya, Devano meraih segelas air minumnya dan ia membiarkan sang mamah mengecup sebelah pipinya.
“Semalam kamu kelelahan, makanya enggak antar Zee? Untung ada Rayyan, jadi ada yang antar Zee tanpa harus bangunin kamu,” ucap ibu Arnita sambil meninggalkan Devano. Namun, yang ditinggalkan malah mendadak menyemburkan air yang harusnya ditenggak dan itu mengenai si bontot yang kebetulan duduk di hadapannya.
“Kak Vano, aku sudah cantik gini kok malah disembur? Bakat jadi dukun banget, sih!” rengek si bontot, tapi Devano sama sekali tidak peduli. Otak Devano telanjur ngeri mengenai apa yang terjadi andai Rayyan dan Zee diberi kesempatan untuk dua-duaan! “Gimana kalau mereka sampai kikuk-kikuk?” batin Devano karena itulah yang tengah ia khawatirkan. Kekhawatiran yang sampai membuatnya oleng karena ia sungguh tidak terusik oleh apa pun termasuk teguran mamah dan papahnya yang memintanya untuk sarapan dulu.
Devano memang sengaja pergi agar bisa secepatnya memastikan keadaan Zee. Ia akan memastikan tidak ada nama Rayyan dalam hidup seorang Zee, bahkan sekadar bekas diingatan.
“Apa-apaan si Rayyan, hobi banget rebut gebetanku! Enggak, ... enggak! Khusus Zee, aku enggak mau lepas!” batin Devano langsung masuk ke mobilnya. “Pak, kita ke kontrakan Zee!” ucapnya pada sang sopir yang memang masih menahan pintu mobil di sebelahnya.
“Siap, Pak!” patuh sang sopir yang kemudian menutupkan pintu mobilnya.
“Rayyan ... Rayyan ... awas yah, kamu, aku buang kamu ke kandang ayam kalau kamu macam-macam ke Zee maupun hubungan kami!” kesal Devano benar-benar setengah mati.
Di kontrakan Zee, wanita cantik yang membiarkan rambut mengembangnya disanggul moderen hingga penampilannya rapi mirip pramugari, baru keluar dari kontrakan. Zee langsung dikejutkan oleh Rendan yang menunggu di depan pintu kontrakan sebelah.
“Z-zee, aku beneran masih sayang banget ke kamu!” mohon Rendan. Ia mendekati Zee tapi Zee nekat menerobosnya.
“Zeee!” rengek Rendan mulai merasa frustrasi. Ia menyugar asal rambutnya hingga kepalanya menjadi awut-awutan.
“Si Rendan kok sudah kucel saja, padahal harusnya tukang pinjol belum pada nagih,” batin Zee sambil terus melangkah walau di belakangnya, Rendan terus berusaha menghentikan.
“Zee, Zee please! Tolong dengar dulu!” sergah Rendan yang akhirnya berhasil menahan lengan kiri Zee yang tidak mendekap seabreg map.
“Lepas!” kesal Zee sambil menatap kesal Rendan.
Rendan langsung menggeleng tegas dan malah mengeratkan tahanannya terhadap pergelangan tangan kiri Zee.
Zee menatap tak habis pikir wajah sang mantan, kemudian berganti pada tahanan tangan kirinya. “Lepas! Kalau enggak, aku teriak loh!” Ia tak hanya mengancam karena selanjutnya ia sampai teriak, “Maling!”
Namun Rendan tidak tinggal diam dan langsung membekap mulut Zee. Tak hanya sampai di situ karena Rendan juga sampai memepetkan tubuh Zee ke gang menuju kontrakan.
Jantung Zee sudah langsung berdetak sangat kencang menahan rasa kesal. Bersamaan dengan itu, ia menatap marah kedua mata Rendan yang menatapnya dengan beringas.
“Berani kamu macam-macam ke aku!” tegas Rendan lirih. “Berani kamu menolak aku ... semua video kamu yang aku rekam diam-diam ketika kamu mandi ... aku benar enggak segan buat sebar atau malah menjualnya!” Rendan menatap Zee penuh peringatan. Kenyataan yang membuat darah seorang Zee layaknya dididihkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
𝕗 𝕚 𝕚
lanjut
2023-12-12
0
Truely Jm Manoppo
wah ngancam nih si Rendan
2023-11-29
0
Sandisalbiah
haish.. dasar bandit kelamin minta di sunat kandas nih.. biar gak bertingkah lagi... 🤔🙄🙄
2023-10-29
1