Dari dalam, tampak ibu Arnita yang melangkah tergesa keluar dan itu langsung menuju IGD. Pak Lukman yang melihatnya, langsung membungkuk hormat. Ibu Arnita datang dikawal oleh seorang ajudan laki-laki.
“Ini ada apa?” tanya ibu Arnita sesaat setelah ia juga sampai tersenyum penuh terima kasih kepada pak Lukman yang telah memberinya informasi berharga. Karena mengenai Devano dan Zee, kini jadi kabar wajib yang harus ia ketahui.
Melihat keadaan Zee secara langsung, hati ibu Arnita makin tak karuan. Apalagi dalam dekapan Devano, Zee tampak linglung. Zee mirip bayi Kanguru yang tak berdaya dalam kantung persembunyiannya dan itu dekapan seorang Devano.
Kedatangan sang mamah membuat seorang Devano terkejut. Dan untuk pertama kalinya, seorang Devano yang tak hanya kejam tapi juga kerap jail ke Zee, tidak berani menghadapi Zee. Karenanya, Devano meminta bantuan ibu Arnita sang mamah.
“Mah tolong,” lirih Devano sambil menggeleng pelan. “Aku enggak bisa. Enggak kuat,” lanjutnya sembari melirik Zee, memberi sang mamah kode agar mengambil alih wanita itu dari dekapannya.
Ibu Arnita mengangguk-angguk paham kemudian mengambil alih Zee. “Sini, Sayang! Kamu yang kuat, ya!” lirih ibu Arnita penuh kasih sayang.
Zee yang hanya menurut, kian terenyuh. Perasaannya menjadi makin campur aduk. Lain dengan Devano yang memilih menjauh, tak tega dan memang tak sanggup karena momen kini mengingatkannya pada kematian sang mbah.
Sekitar sepuluh menit kemudian, pak Samsudin diboyong keluar dari IGD. Pak Samsudin yang belum sadarkan diri langsung dirujuk menuju ruang ICU khusus. Ibu Arnita masih terjaga untuk Zee, mendekapnya penuh kasih. Sementara yang dilakukan Devano adalah mengurus biaya adminitrasi dan segala biaya penanganan pak Samsudin.
“Kita tunggu dua kali dua puluh empat jam. Biarkan pasien di dalam agar lebih steril dan proses pemulihan juga lebih cepat,” ucap perawat yang mengurus pak Samsudin.
Ibi Arnita berangsur mengangguk-angguk paham. “Terima kasih banyak, Pak.”
“Sama-sama, Bu!” balas sang perawat.
Dalam dekapan Arnita, Zee berangsur meloloskan diri, mengawasi keadaan sang papah dari balik pintu yang tengahnya berupa kaca. Hingga dari sana, tanpa masuk pun ia bisa melihat keadaan dalam dengan leluasa. Suasana di sana dalam keadaan remang, dan tampaknya suasana tersebut sengaja menjadi bagian dari pemulihan pak Samsudin.
“Yakin ke Tante, papah kamu pasti sembuh. Papah sudah tinggal melewati proses pemulihan,” yakin ibu Arnita yang kembali terjaga di sebelah Zee. Ia ikut mengawasi keadaan pak Samsudin, dari sebelah Zee.
Dalam diamnya, diam-diam, Zee melirik ibu Arnita. “Andai mamah masih hidup, mungkin begini juga yang akan mamah lakukan,” pikirnya, yang lagi-lagi membiarkan tubuhnya dipeluk penuh sayang oleh ibu Arnita.
“Makasih banyak, Tan. Maaf juga karena sudah ngerepotin,” lirih Zee yang kembali terisak.
“Sama-sama, Sayang. Mulai sekarang, kamu enggak usah sungkan lagi ke Tante, ya? Ini Devano ke mana? Kalau hari ini enggak ada yang mendesak banget, mending dia enggak usah ke kantor, biar dia fokus temenin kamu di sini.”
“Ya ampun pak Vano, pasti beliau merasa rugi bahkan bangkrut gara-gara aku. Bisa jadi kalau urusan di sini sudah kelar, aku pasti langsung diminta ganti rugi!” batin Zee menjadi ketar-ketir sendiri.
“Bagi identitas Rendan, termasuk alamat kerjanya,” ucap Devano beberapa menit kemudian sesaat setelah duduk di sebelah Zee. Mereka duduk di bangku tunggu depan ruang ICU pas Samsudin dirawat.
“Buat apa?” balas Zee lirih walau di sana sudah tidak ada ibu Arnita. Mamah dari kekasih pura-puranya, harus kembali mengurus pak Restu sang suami yang mereka ketahui juga sedang sakit.
“Buat aku libas!” balas Devano.
“Mau sekalian KTP dia?” balas Zee.
Devano langsung merenung serius. “Boleh sih, buat jaminan pinjol sana sini, biar dia kapok dikejar-kejar penagih hutang!” pikirnya merasa idenya barusan sangat cemerlang.
“Ide Pak Vano sangat menginspirasi, agar orang enggak punya hati bahkan otak sekelas Rendan, jera!” balas Zee.
Setelah mendapatkan informasi mengenai Rendan dari Zee, Devano langsung pamit pergi.
“Bapak mau urus dia sekarang?” tanya Zee yang sampai berangsur berdiri melepas kepergian sang bos yang berangsur menoleh sekaligus menatapnya.
“Enggak. Hari ini, saya kan memang ada rapat penting. Oh iya, jangan lupa, perhari ini kamu bakalan kena potong gaji karena kamu enggak kerja,” balas Devano dengan santainya.
Untuk pertama kalinya, Zee tidak mempermasalahkan ucapan Devano. Karena yang ada, ia malah mengucapkan terima kasih.
“Sekali lagi, ... terima kasih banyak, Pak!” ulang Zee. Kata terima kasih yang membuat seorang Devano malah bengong.
“Jangan dibahas lagi. Rasanya jadi aneh!” balas Devano yang kemudian pergi dari sana.
“Hati-hati,” lanjut Zee, yang malah membuat seorang Devano jadi kikuk. Devano yang sudah sempat melangkah, sudah langsung tersandung kakinya sendiri. Untung Devano tak sampai jatuh.
“Makin aneh,” keluh Devano sembari terus melangkah dari sana diikuti juga oleh pak Lukman yang di beberapa kesempatan menjadi kerap menahan senyum hanya karena menyaksikan interaksi Devano dan Zee. Devano tak mau melihat Zee lagi lantaran takut salah tingkah lagi dan parahnya, benar-benar sampai jatuh karena itu pasti akan sangat memalukan.
Ditinggal Devano, Zee jadi ingat kata-kata Rendan yang berdalih, bahwa Rendan merasa rugi karena selama empat tahun bersama, pria itu tak sampai mencicipi tubuh Zee lantaran setiap Rendan minta, Zee terus menolak. Hingga yang ada, Rendan yang merasa rugi total, meminta ganti rugi. Rendan ingin uangnya yang untuk patungan mengurus rencana pernikahan mereka dikembalikan.
“Dikembalikan dari Hongkong, jelas-jelas semua uang sudah masuk buat bayar, masih minta balikin duit. Lagian, serugi-ruginya dia, aku jauh lebih rugi! Enggak punya harga diri banget jadi laki-laki! Enggak tahu malu banget, jelas-jelas dia yang salah. Si Cheryl lagi, ... jadi wanita kok murahann banget. Harusnya meski dia memang cantik dan pintar, harusnya dia juga punya harga diri. Enggak asal siapa-siapa dilayani kayak panti sosial! Kena penyakit kelamin, baru tahu rasa!” keluh Zee lirih dan langsung terjaga lantaran ibu Arnita kembali mendatanginya. Kini, wanita itu tak datang dengan tangan kosong. Sebab Arnita membawa dua kantong berukuran cukup besar.
Ibu Arnita yang memang murah senyum, membawa banyak camilan, roti, dan juga dua botol air mineral. “Sambil makan, perutnya jangan dibiarin kosong biar kamu enggak ikut sakit. Jaga orang sakit kan enggak kalah sakit.”
Sadar di sana tidak ada orang lain selain mereka, ibu Arnita mengawasi suasana sekitar. “Ini Devano ke mana?”
“Sekitar dua puluh menit lalu pamit pergi kerja, Tan. Karena hari ini, Beliau memang ada rapat penting,” balas Zee sangat santun. Perlakuan manis ibu Arnita membuatnya merasa berdosa karena biar bagaimanapun, hubungannya dan Devano hanya sandiwara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Lusiana_Oct13
km beruntung zee klo dapat ibu mertua kyk bu anita baik perhatian gk kyk mertua di indosiar 🤣🤣🤣
2024-07-16
1
Lusiana_Oct13
devano emg kompeni km dev 😂😂😂😂 bisa2 motong gaji
2024-07-16
0
Sri
lelaki mokondo emang si rendang
2024-05-24
2