NovelToon NovelToon

Dibuang Calon Suami Dan Menjadi Kekasih Bos!

1 : Pengkhianatan yang Sangat Menyakitkan

Hujan ringan masih mewarnai malam kota Jakarta di antara embusan angin cukup kencang, juga kilat dari petir yang kadang menggelegar.

Sudah pukul delapan malam lewat tiga puluh sembilan menit, ketika Zeelvia Lestari Putri, atau yang akrab dipanggil Zee, memastikan waktu di arloji yang menghiasi pergelangan tangan kirinya. Bekerja sebagai sekretaris dan kadang merangkap menjadi asisten pribadi seorang Devano Malik Ibrahim, yang terkenal kejam dan sangat perhitungan dengan waktu, pulang sebelum pukul sembilan malam layaknya sekarang memang terbilang rezeki nomplok. Terlebih walau kadang sudah dibolehkan pulang, Zee harus tetap siaga andai pria berusia tiga puluh dua tahun itu kembali menghubunginya.

Setelah melongok isi tote bag yang ia bawa dan berisi tiga desain undangan berbeda walau nama mempelai sama yaitu Zee & Rendan, Zee mengeluarkan ponsel dari tas jinjing besarnya.

Sayangku : Aku masih sibuk. Malam ini jangan hubungi aku dulu karena aku masih rapat di luar kota.

Membaca pesan WA tersebut, Zee langsung mendengus lemas. “Baru juga mau ditelepon mau diminta pendapat buat pilih undangan pernikahan, apalagi hari pernikahan tinggal dua minggu lagi, eh sudah kasih kabar masih di luar kota,” keluhnya lirih seiring bibir berisinya yang menjadi manyun.

Akhir-akhir ini, Rendan calon suami Zee memang makin sulit dihubungi, padahal hari pernikahan mereka tinggal dua minggu lagi. Pria itu selalu mengabari sedang pergi ke luar kota untuk urusan bisnis yang tidak bisa diperkirakan waktunya sampai kapan akan beresnya.

“Ya sudahlah, mending aku ke Cheryl saja.” Zee bergegas menyimpan ponselnya, berniat langsung ke apartemen Cheryl sang sahabat dan selama ini memang selalu menemaninya sesibuk apa pun sahabatnya itu.

“Heh, heh, Zee! Kamu nganggur?”

Suara tegas sekaligus lantang barusan merupakan suara dari seorang Devano yang walau hanya dari suaranya saja sudah terdengar kejam. Malahan di telinga seorang Zee, suara dari pria berwajah sangat tampan itu terdengar sangat menakutkan. Alasan yang juga membuat Zee terbirit-birit menghindar mirip maling yang tertangkap basah, layaknya sekarang.

“Enggak, enggak. Saya sibuk, Pak. Mau urus undangan pernikahan!”

“Tapi nyatanya kamu belum pulang, padahal saya sudah izinin kamu pulang dari lima menit lalu!”

“Ih, Pak Devano, saya mau urus undangan pernikahan saya!”

“Iiih, tapi saya lebih butuh kamu karena saya ....”

Devano yang ditinggal Zee, dan memang sengaja berlari untuk mengejar, refleks berhenti mengejar, kemudian buru-buru balik badan sekaligus kembali masuk kantor yang memang sudah sepi. Sebab di depan sana, ia memergoki Zee mendadak terpeleset air hujan di lantai depan lobi. Devano tidak mau ikut campur jika keadaannya sudah seperti itu, apalagi walau Zee bawahannya, jika wanita berkulit sawo matang sangat eksotis itu mengamuk, hidup seorang Devano akan menjadi sulit. Lebih sulit dari terkena rencana alam dadakan pokoknya!

Buuuk! Pada akhirnya, tubuh jenjang Zee terjerembap di lantai bawah lobi dan jaraknya cukup tinggi. Devano yang mengintip dari tembok sebelah kaca pintu masuk, refleks menelan ludah kemudian meringis. “Mantep tuh! Mana dua minggu lagi mau jadi pengantin. Moga wajahnya enggak sampai harus direnovasi! Pasti ujung-ujungnya aku juga yang suruh tanggung jawab!” lirih Devano yang belum apa-apa sudah merasa berdosa.

“Pak DEVANOOOOO!”

“Apaan? Dari tadi saya di sini!” seru Devano refleks dan memang tidak mau disalahkan.

Ia masih bertahan mengintip, tadi di depan sana, Zee yang belum ditolong siapa pun sudah merengek sambil mengancam untuk resign.

“Jangan dong!” Devano yang tak mau kehilangan kaki tangannya di perusahaan bahkan kehidupan, tak hanya menolong Zee. Sebab ia yang ke mana-mana selalu dikawal pak Lukman yang merupakan ajudan dan juga merangkap menjadi sopir, juga sampai mengantar Zee ke apartemen Cheryl sang sahabat. Tentu saja hanya sampai depan tempat parkir itu saja sudah terbilang nyaris menjadi bagian dari keajaiban dunia.

Seperti saat memergoki sang bos langsung kabur ketika Zee terpeleset, sampai saat ini Pak Lukman masih sibuk menahan tawanya.

“Lecet ini!” keluh Zee yang masih duduk di sebelah pak Lukman.

“Manja banget, sih? Ratu Elisabet saja enggak semanja kamu!” omel Devano yang memang cerewet.

Tak mau berurusan dengan sang bos yang bisa berubah pikiran sewaktu-watu dan bisa jadi pria itu mendadak menahannya, membuatnya kerja rodi bak bekerja kepada kompeni, Zee buru-buru pergi.

“Sama-sama!” lantang Devano tanpa sedikit pun melirik Zee, selain wanita berusia dua puluh enam tahun itu yang juga tidak pamit walau hanya sekadar basa-basi kepadanya. Alasan tersebut pula yang membuatnya sengaja mengucapkan “Sama-sama.” Itu saja, tidak dibalas oleh Zee. “Dasar sekretaris sienting!” cibir Devano dan pak Lukman yang berangsur mengemudikan mobil lagi, sampai nyengir menahan tawa.

Bersama perasaannya yang masih diselimuti rasa kesal, Zee buru-buru masuk gedung pencakar langit selaku apartemen sang sahabat berada. Namun, ada yang mengganggu penglihatan Zee lantaran mobil kijang warna hitam di tempat parkir depan mirip mobil Rendan.

“Yang punya mobil kayak gitu kan banyak,” pikir Zee tanpa berniat memastikan plat mobil yang terparkir bersama tiga mobil lainnya. Lagian, perasaannya sudah telanjur kacau gara-gara sang bos kejam yang juga tak segan jail jika itu kepadanya.

Setelah naik lift dan menjadikan lantai dua belas sebagai tujuan, Zee langsung menekan sandi salah satu apartemen di sana. Itu memang apartemen Cheryl dan Zee tahu sandinya dan itu merupakan tanggal ulang tahunnya. Karena saking dekatnya, Cheryl memang selalu memperlakukannya dengan spesial, begitu juga dengan Zee kepada sahabatnya itu.

Baru masuk, Zee sudah nyaris kembali terjatuh lantaran kedua kakinya menyandung heels berikut sepatu pantofel yang berantakan di depan pintu. Untuk heels runcing berharga bahal tersebut, Zee kenali sebagai sepatu Cheryl. Sementara sepatu pantofel hitam dan warnanya agak kusam, Zee kenali sebagai sepatu Rendan. Zee yang sampai memungut sepatu itu yakin itu milik calon suaminya karena dua tahun lalu di hari valentine, ia membelikan itu untuk Rendan menggunakan gaji pertamanya sebagai sekretaris Devano.

Namun, bukan kenyataan itu yang Zee permasalahkan dan sudah langsung membuatnya kebas bersama sekujur tubuh termasuk kedua matanya yang panas. Melainkan, dasi, jas, kemeja laki-laki, dan juga gaun malam yang sudah langsung Zee kenali sebagai milik Rendan maupun Cheryl.

Menggeleng tegas, Zee yang sudah menitikkan air mata, refleks menolak kinerja otaknya yang sudah terlebih dahulu menyimpulkan, calon suami dan sahabat baiknya telah berkhianat. Namun, ....

“Ah, Ryl! Ternyata di sofa lebih enak daripada di kasur!”

“Ren, lebih cepat! Terus ... terus!”

“Aaarrrggh! Gillla!”

Suara penuh kenikmatan yang juga terdengar sangat menjijikkan tersebut dan terus saling berbalas, sukses membuat sendi-sendi dalam tubuh seorang Zee seolah lepas. Suara yang makin lama makin tidak terkontrol mirip orang yang telanjur ketagihan sekaligus tidak sabar.

Dan seperti yang akhirnya Zee yakini, di sofa ruang santai biasa Zee menghabiskan waktu di sana, Rendan yang akhir-akhir ini sulit dihubungi dan selalu mengaku sedang di luar kota, benar-benar sedang memadu cinta panas bersama wanita yang sudah Zee anggap sebagai keluarga. Baik Rendan maupun Cheryl sudah tidak memakai busana karena keduanya bahkan sudah menyelesaikan pergulatan panasnya.

Marah, tentu saja. Zee bahkan menggunakan apa pun yang ada di sana untuk mengamuk keduanya.

2 : KITA PUTUS!

Ruang bersantai di apartemen Cheryl, menjadi mirip ruangan yang baru saja mengalami bencana alam. Malahan, sofa panjang yang sempat digunakan Rendan dan Cheryl bercinta, sampai tergeletak. Bantal sofa di mana-mana terserak di lantai, selain kaca meja yang sampai remuk. Itu kenapa, sekejam-kejamnya Devano, pria itu masih akan berusaha membuat perasaan seorang Zee baik-baik saja. Karena sedikit saja Zee dibuat emosi, kejadiannya akan seperti sekarang.

Baik Rendan maupun Cheryl yang babak belur dan itu masih karena seorang wanita bernama Zee, tengah berusaha memakai pakaian sambil gemetaran menahan takut. Karena walau kini Zee sudah diam tak mengamuk bak angin ribut, wanita itu masih mengawasi mereka melalui lirikan yang begitu tajam. Saking tajamnya, ulu hati mereka seorang diremas dengan keji hanya karena lirikan Zee.

“Berani kamu menyalahkan aku, bahkan kamu sampai menghancurkan ruangan ini!” Suara bariton seorang Rendan akhirnya memecahkan keheningan di sana.

Sambil memakai ****** ***** berwarna merahnya, Rendan menatap Zee penuh emosional. Sementara di sebelahnya, hal yang sama juga dilakukan oleh Cheryl. Namun, wanita berambut sebahu yang wajahnya dihiasi cakaran Zee dan bibir bawahnya sampai pecah, memilih pergi masuk ke dalam kamar.

“Cheryl enggak salah! Harusnya kamu berterima kasih ke dia karena berkat dia, semua kebutuhanku termasuk kepuasan hasratku terpenuhi!”

“Memangnya kapan kamu ngerti aku? Jangankan mau tidur bareng, sekadar minta cium saja kamu enggak pernah mau! Sekuno itu kamu padahal kita sudah hidup di peradaban moderen!/Apalagi sejak kamu jadi sekretaris di Fashion King, aku beneran enggak terurus!”

“Kamu pikir aku istri kamu, yang termasuk urusan ranjang harus aku penuhi? Kamu itu butuh pasangan apa pelacuurr, sih?!” Zee yang kembali emosional, baru berani mendekati Rendan lagi setelah pria itu beres memakai ****** *****. “Kamu pikir aku serendahan itu? Jangankan pacar, sudah tunangan saja ditinggal ngesek sama wanita lain bahkan sahabat sendiri! Apa lagi kalau aku sampai ngikutin kamu? Rugilah aku sama suamiku!”

“Sumpah, yah! Apa yang kalian lakukan beneran menjijikkkaaan!” Zee makin emosional. Ia mengambil vas bunga dari meja kecil yang belum merasakan amukannya.

Baru akan dihantamkan, Rendan yang sempat ketakutan, gemetaran agak menunduk, buru-buru menghampiri Zee. Matanya nyaris loncat dari rongga karena ia yang emosional, menatap marah calon istrinya itu. Ia menahan tangan kanan Zee yang menahan vas bunga dan siap menghantamnya.

“Jangan lupa, Zee ... papah kamu punya penyakit jantung, sementara dua minggu lagi, ... dua minggu lagi kita harus menikah. Kamu harus menerima hubunganku dan Cheryl kalau kamu enggak mau papah kamu mati!” lirih Rendan yang kemudian tersenyum penuh kemenangan. Senyum yang benar-benar membuat tampang lumayannya menjadi keji.

Apa yang Rendan ucapkan barusan dan lebih terdengar mirip ancaman, membuat darah Zee seolah didihkan. Di tengah tatapannya yang terus balas menatap tatapan penuh kemenangan seorang Rendan, tangan kiri Zee diam-diam mengambil alih vas bunga dari tangan kanan. Dan melalui tangan kiri tersebut pula, Zee melancarkan apa yang sempat Rendan tahan. Pria itu terjatuh menggeliat kesakitan sambil memegangi bekas hantaran vas dari tangan kirinya.

Gemetaran tangan kanan Rendan meraba punggung kepalanya. Tak lama kemudian, kedua mata belonya langsung membelalak ketika ia melihat darah segar, tertinggal di telapak tangan kanannya.

Dari pintu kamar di sebelah, Cheryl yang hanya memakai ****** ***** super tipis warna hitam, tersenyum puas melihat perseteruan sengit calon pengantin di luar sana. “Ini hadiah spesial untukmu, Zee. Hadiah pernikahan dariku yang sejak lama ingin aku pamerkan kepadamu. Karena apa pun yang kamu miliki, aku pastikan akan menjadi milikku juga. Sampai kapan pun, kehancuranmu adalah bahagiaku!” batinnya.

“Menjijikan! Mulai sekarang kita bukan siapa-siapa lagi! Jangan lupa, aku yang mutusin kamu!” tegas Zee masih emosional. Walau sang papah memang memiliki penyakit jantung, Zee tidak mau hidup diperbudak oleh demit pengkhianat sekelas Rendan dan Cheryl.

Buru-buru Rendan berdiri, tak terima dengan apa yang Zee katakan. “Kamu enggak mungkin melakukannya apalagi aku tahu banget, kamu sayang banget ke papah kamu!”

“Memangnya kuping kamu budeg? Memangnya kamu sudah enggak ngerti bahasa manusia lagi hanya karena kelakuan kamu dan sahabat rasa gundik itu mirip binatang?” emosi Zee.

“Hanya karena kalian tahu aku sayang papahku, kalian berpikir aku akan tunduk ke kalian?” Zee tersenyum miris kepada Rendan. “Sori, kalian salah sasaran karena aku enggak akan tunduk ke siapa pun apalagi tunduk ke orang-orang menjijikkan seperti kalian!”

“KITA PUTUS! Aku pastikan, kamu enggak akan bisa menemukan wanita sebaik sekaligus berkualitas seperti aku! Karena kalau belum menikah saja kamu sudah biasa meniduri wanita, jangan harap kamu bisa mendapatkan istri yang masih perawan!”

“Putus bagaimana? Aku bahkan sudah membuang kamu dari dulu!” tegas Rendan kali ini berucap lantang. Namun baru saja, meja kecil tempat vas yang membuat punggung kepalanya bocor, Zee angkat kemudian lemparkan ke arahnya. Alasan yang juga membuatnya lari terbirit-birit sambil menjerit panik.

Berderai air mata Zee keluar dari apartemen yang bertahun-tahun telah menjadi rumah keduanya. Ketika tatapannya tak sengaja melihat tote bag wadah contoh desain undangan pernikahannya dan itu terkapar di depan pintu, detik itu juga kaki kirinya refleks menendangnya. Meski yang ada, Zee ikut terjatuh kemudian terbanting. Alasan yang membuatnya tersedu-sedu sendiri. Namun karena ponselnya berdering nyaring, dering khusus yang ia setel untuk seorang Devano, ia langsung menepi dari tangisnya. Iya, hanya tangis karena ia belum bisa menepi dari kesedihan yang membuatnya hancur sehancur-hancurnya.

Dikhianati oleh calon suami dan sahabat sendiri, ... rasanya, Zee ingin mengabsen semua nama binatang kemudian mengucapkannya lantang untuk kedua sejoli itu.

“Iya, rumah sakit mana, Pak?”

“Ya pokoknya rumah sakit, Zee! Mikir ih!”

“Masalahnya rumah sakit banyak, Pak! Tolong dong, jangan bikin saya mantap buat bunuh diri!”

“Papah saya kecelakaan dan sekarang kritis, Zee! Jangan bercanda kamu! Kalau pun kamu dendam ke saya, kita bereskan nanti! Habis ini pak Lukman bakalan sharelok!”

Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, Zee sungguh harus siaga selama dua puluh empat jam, untuk seorang Devano. Hingga sejurus kemudian, setelah nekat menggunakan ojek guna secepatnya menyusul Devano, akhirnya Zee tiba di salah satu rumah sakit elite yang dimaksud.

Devano yang berdiri di lorong sepi dekat ruang ICU, mendadak syok, melotot ketakutan menatap Zee. Wanita itu sangat mirip hantu, semacam arwah jahat yang belum rela meninggalkan raga manusianya. Rambut berantakan, maskara ke mana-mana, kaki pun sampai nyeker dan kini tengah wanita itu pandangi sendiri.

“Ini rumah sakit, Zee. Bukan tempat buat ngerayain halloween!” lirih Devano terengah-engah karena telanjur takut kepada penampilan terbaru Zee. Terlebih selain mereka tengah berada di lorong rumah sakit yang sepi, di sebelah juga merupakan kamar mayat.

Zee hanya menatap sebal Devano. Baru ia sadari, saking buru-burunya untuk menyusul Devano, ia sampai lupa memakai sepatu berheel runcingnya. Anehnya, ia sama sekali tidak merasa sakit.

“Ya sudah, ... saya beneran enggak punya banyak waktu. Sekarang juga, kamu tolong carikan wanita yang bisa saya sewa untuk menjadi kekasih pura-pura saya. Beneran hanya pura-pura, dan itu pun hanya sementara!” ucap Devano berbisik-bisik dan itu pun sampai menunduk kepada Zee yang juga langsung menyimak serius. “Lima menit! Eh, sepuluh menit!”

“Tukang sulap saja enggak sehebat itu, Pak! Cari wanita buat disewa jadi kekasih pura-pura!” semprot Zee. Patah hati karena dikhianati, membuat emosinya makin tak stabil. Bahkan walau Devano sampai mengungkungnya ke tembok sebelah, yang mana pria itu juga sampai membekap mulutnya, Zee tetap memberontak tanpa peduli siapa lawan bicaranya.

“Dikiranya yang punya masalah hidup di dunia ini cuma pak Vano? Gila aja, jadi orang egois banget! Enggak mikir banget! Enggak pernah makan bangku sekolahan apa bagaimana Bapak?!”

“Asal Pak Vano tahu, tadi pas Pak Vano telepon, saya baru ngamuk calon suami dan juga sahabat baik saya, setelah dengan mata dan kepala saya sendiri, saya melihat mereka ngesek di sofa apartemen sahabat saya! Sekejam ini dunia ke saya! Papah saya terus disiksa melalui penyakit jantungnya, sahabat dan calon suami kelakuannya mirip binatang, dan sekarang punya Bos juga bikin pengin sewa pembunuh bayaran!”

Devano tidak tahu, kenapa kali ini, dirinya mau-mau saja menyimak ocehan Zee yang mirip orang mabuk. Namun Devano yakin, wanita yang sudah membantunya selama dua tahun terakhir dan ini menjadi karyawan terlamanya karena sebelumnya, kebanyakan yang kerja kepadanya hanya bertahan hitungan menit, sedang tidak mabuk. Jarak mereka masih sangat dekat karena sebelah tangan Devano saja masih menahan dada Zee. Sedangkan wajah mereka, hidung mereka saja nyaris menempel. Devano tidak mencium aroma alkohol dari mulut Zee. Yang ia lihat hanyalah rasa sakit hati yang teramat dalam dan itu membuat seorang Zee merasa sangat dendam.

Setelah sampai menyalami tangan kanan Zee, Devano berkata, “Jadi kekasih pura-pura saya, saya bantu kamu balas dendam ke mereka!”

“Kekasih pura-pura? Balas dendam ...?” batin Zee.

3 : Kerja Sama

“Enggak usah pura-pura mikir, dikiranya saya enggak tahu isi otak kamu? Kamu pasti mau apalagi kerja sama ini juga sangat menguntungkan kamu!” Devano menyalami paksa tangan kanan Zee.

“Baiklah. Toh, memang hanya orang selevel pak Vano yang bisa bikin Rendan maupun Cheryl minder!” batin Zee yang kemudian menyentak jabat tangan mereka.

“Karena untuk urusan ini kita kerja sama, berarti status kita imbang! Di kerja sama ini, Pak Vano beneran enggak bisa jadi kompeniku lagi!” tegas Zee.

“Kom-pe-ni?” Devano mendelik tak percaya menatap sekretarisnya yang belum apa-apa sudah makin kurang ajar kepadanya.

Zee menghela napas dan perlahan mencebikan bibirnya. Kemudian ia mengangguk-angguk. “I-ya! Memangnya pak Vano enggak merasa, kalau selama ini, Pak Vano enggak kalah keji dari kompeni?”

“Merasa bagaimana? Begini-begini, saya masuk ke daftar orang baik hati yang memang jarang diakui karena hanya orang-orang bermata hati saja yang bisa menyadari!” tegas Devano mengomel karena memang tidak terima.

Zee langsung memalingkan wajah karena tentu ia lebih tahu sikap asli Devano. Terlebih selama dua tahun terakhir, pria itu sudah berulang kali mengeluarkan tanduk sekaligus taring.

“Sudah kamu dandan dulu. Memangnya kamu enggak malu berpenampilan seperti itu?” protes Devano. “Kalau dipikir-pikir saya jadi khawatir ke yang tadi antar kamu ke sini. Mental dia pasti jadi enggak baik-baik saja setelah lihat kamu yang mirip hantu penasaran begini!”

“Wajah dan penampilan saya boleh saja mirip hantu penasaran, Pak. Bahkan walau kelakuan saya juga mirip preman, saya berani jamin, enggak ada yang bisa lebih berkualitas dari saya. Buktinya, yang bisa bertahan urus Bapak sampai sekarang cuman saya!”

Devano tidak minat membalas Zee dan memang telanjur tidak bisa melakukannya. “Sudah ... sudah. Papah saya beneran lagi kritis!”

“Tapi berarti level saya jadi beberapa kali lebih tinggi dari Pak Vano karena di kerja sama ini, Pak Vano jauh lebih butuh ketimbang aku?!” yakin Zee memastikan.

Devano yang telanjur kesal, langsung menyergap Zee, memanggul tubuh itu dan membawanya paksa menuju toilet terdekat. Tak peduli, walau karena keputusannya, Zee makin berisik dan tak hentinya berteriak. Beberapa penghuni ruang rawat yang mereka lalui sampai keluar untuk memastikan. Yang membuat Devano gondok, setelah sibuk teriak, Zee juga sampai kentut dan baunya sungguh busuk. Kenyataan yang menjadi alasan seorang Devano membiarkan tubuh itu merosot dari pundaknya dan berakhir tepat di depan pintu toilet wanita dengan terbanting sadis.

“Gila kamu yah, enggak ada malu-malunya ke saya. Saya laki-laki keren dan saya bos kamu!” omel Devano dan Zee yang masih meringkuk di depan pintu toilet, hanya menatapnya sebal.

“Sudah masuk, tunggu apa lagi? Mau nunggu sampai malaikat Israfil niup sangkakala?” omel Devano. Kali ini Zee tak lagi memberontak dan masuk toilet. Hanya saja, cara Zee masuk dan itu dengan mengesot, sukses membuatnya menahan tawa. Devano sampai menyesal, kenapa tadi dirinya tak sampai mengabadikannya melalui rekaman video?

Dua menit kemudian ....

“Lima menit lagi kamu belum keluar juga, saya enggak segan dobrak pintunya, yah, Zee!” ancam Devano berbisik-bisik di pinggir pintu toilet keberadaan Zee yang masih tertutup rapat.

Di toilet tersebut sedang lumayan banyak pengunjung, hingga Devano sengaja jaim. Apalagi sebagian dari pengunjung dan merupakan wanita, langsung kegenitan mencoba mencuri perhatiannya. Alasan yang membuat Devano tidak tahan berada di sana.

“Bentar, Pak. Saya kan enggak punya alis. Dikiranya bikin alis semudah ngangkat sofa yang enggak harus pakai teori!” rempong Zee dari dalam sana.

Mendengar itu, Devano yang kesabarannya setipis tisu dibagi tiga lapis, langsung memasang wajah bengis.

Terlebih, masih dalam hitungan detik, suara Zee terdengar kembali berisik. “Ya ampun, Pak! Bulu mata palsu saya masuk ke kloset! Ini baru pakai satu! Ah ... Pak! Gimana, ini? Masa iya bulu mata saya kalem sebelah?”

Kehebohan barusan langsung membuat tubuh seorang Devano gemetaran menahan kesal. Hingga sejurus kemudian, setelah menendang pintu toilet Zee berada, ulahnya itu sukses membuat semua wanita yang awalnya sibuk tebar pesona, langsung kabur menghindar karena ketakutan.

Devano menghampiri Zee, melepas paksa bulu mata palsu yang sudah dipasang kemudian membawa paksa wanita itu dari sana. Rambut mengembang Zee yang belum mengalami perawatan, seketika awut-awutan hingga wanita itu memilih mengepangnya ke samping dan berakhirlah mereka di depan ruang ICU keberadaan pak Restu, papah Devano dirawat.

“Ya iyalah, ini. Memangnya siapa lagi? Setiap saat ketemunya sama Zee, masa iya, jatuh cintanya ke wanita lain?” Devano langsung sibuk meyakinkan.

Zee yang sungguh langsung dikenalkan, langsung sibuk meringis dan sebisa mungkin bersikap manis. Namun, sandiwara Devano dan Zee terlalu alami. Sebab di beberapa kesempatan, Devano yang anti didekati wanita yang bukan anggota keluarganya, sampai mendorong Zee agar wanita itu menjauh.

“Pak, saya kekasih Pak Vano. Nanti yang ada, mamah sama adik-adik pak Vano, enggak ada yang percaya!” bisik Zee memberikan kode keras. Setelah langsung kebingungan, Devano mendadak mendekap pinggangnya. Dekapan yang sangat kaku dan Zee paham, alasan tersebut terjadi karena selama ini, Devano tidak pernah melakukannya.

“Nih orang kan jomblo sejati! Siapa juha yang bisa tahan sama orang seperfeksionis dia!” batin Zee yang perlahan mengubah dekapan Devano untuk sebatas gandengan tangan saja. “Rugi bandar saya kalau Pak Vano asal pegang! Sembarangan, emang saya wanita apaan?!”

Melihat gelagat Devano dan Zee yang sangat mencurigakan, ibu Arnita yang merupakan mamah dari Devano, menatap ketiga adik Devano yang juga terjaga dan tengah duduk di bangku tunggu yang ada di hadapannya.

“Dari semua cobaan berat, menurutku paling berat itu jadi pasangan kak Vano sih. Kasihan Kak Zee, ... bisa-bisanya dia mau sama Kak Vano,” lirih Divani, adik pertama Devano.

“Paling besok sudah bubar,” komentar Deanzo, adik kedua Devano.

“Ya jangan, ... harus sampai nikah, dong. Papah pura-pura kritis dan sampai bayar pihak rumah sakit saja, biar Kakak kalian mikir nikah! Nah nyatanya, sekarang baru mau jujur padahal sudah pacaran dua bulanan,” ucap ibu Arnita yang kemudian memanggil Zee, mengajak wanita pilihan Devano untuk mengobrol dari hati ke hati.

“Kamu yang sabar, ya. Devano walau kesannya kaku bahkan kejam, aslinya anaknya baik banget. Yang sabar, pokoknya!” ucap ibu Arnita yang sambil menggenggam kedua tangan Zee dan menyimpannya di pangkuan. Tak hanya itu, nyonya besar yang merupakan seorang desainer ternama itu juga sampai merangkul Zee.

“Ya Tuhan, ... mamahnya mirip malaikat, kok kelakuan anaknya kadang mirip psikopat?” batin Zee terdiam membeku dalam dekapan mamah Devano. Di sebelahnya, Devano masih anteng berdiri mirip patung yang sengaja dipajang.

Misi sandiwara malam ini sungguh selesai dan langsung berhasil, walau persiapan menuju sandiwara benar-benar drama. Tubuh Zee terasa remuk semua setelah terbanting dari pundak kokoh seorang Devano.

“Jangan lupa bernapas karena perjalanan kita masih panjang!” ucap Devano tepat ketika Zee yang duduk di sebelahnya baru dibukakan pintu oleh pak Lukman. Karena pada pak Lukman pun, Devano sengaja bersandiwara. Hingga Zee yang biasanya duduk di depan sebelah pak Lukman, kini duduk di sebelahnya.

Zee yang jengkel dengan ucapan Devano yang tetap tidak manusiawi, sengaja menatap pria di sebelahnya penuh senyuman. “Makasih banyak, Sayang! Selamat malam!” Tak tanggung-tanggung, kedua tangannya sengaja mencubit gemas sekaligus puas kedua pipi Devano. Jarang-jarang ia memiliki kesempatan itu. Sudah diantar pulang menggunakan mobil mewah, kini pun ia bisa membalas pria itu lebih dari biasanya.

Kendati demikian, Devano tak tinggal diam. Karena diam-diam dan memang tetap berjaga dari pak Lukman, ia sengaja mengacungkan jari telunjuk kanannya ketika Zee memasuki gang keberadaan kontrakan wanita itu berada. Hanya saja, Zee yang terlihat merasa menang, tetap tersenyum puas membalasnya.

“Mbak Zee tinggal di kontrakan biasa, Kak?” tanya pak Lukman. Ia baru kembali setelah memastikan Zee benar-benar masuk ke salah satu kontrakan yang ada di sana.

Devano bergumam. “Kontrakan itu punya banyak kenangan indah buat Zee dan papahnya, khususnya kenangan mereka bersama almarhumah mamah Zee. Makanya mereka enggak mau pindah, padahal dari tiga bulan Zee kerja ke saya, saya sudah saranin dia buat ambil semacam BTN. Pak Lukman juga tahu, kan, biaya bayar sewa kontrakan sama bayar cicil rumah BTN, masih besar bayar kontrakannya?”

Pak Lukman yang sudah mengurus Devano dari bocah itu belum genap lima tahun, langsung mesem sembari menatap Devano melalui kaca spion yang ada di atasnya.

***

Keesokan harinya, Zee merasa paginya menjadi cukup indah lantaran Devano akan membantunya lepas dari jerat Rendan dan Cheryl. Selain itu, kenyataannya yang sampai menjadi kekasih pura-pura sang bos, membuatnya memiliki hiburan sekaligus mainan baru. Karena saat mengerjai Devano habis-habisan, Zee merasa semua beban hidupnya langsung hilang. Hari ini ia siap ke kantor dengan perasaan yang kembali bisa ditata. Hanya saja, kehadiran Rendan yang sudah ada di depan pintu kontrakannya dan langsung menerobos masuk, langsung membuat semuanya kembali tidak baik-baik saja.

“Pergi!” tegas Zee lirih dan sampai gemetaran saking emosinya. Ia menghalangi Rendan masuk.

“Ini kan yang kamu mau, kamu beneran pengin Papah kamu mati?!” kesal Rendan.

Zee yang emosi langsung mendorong Rendan, tapi pria itu tetap maju, seolah akan menikamnya hidup-hidup. “Balikin uang aku!”

“Uang apa?” Zee masih mengontrol calon suaminya.

“Uang biaya pernikahan kita! Memangnya uang apa lagi? Dikiranya bayar semua itu enggak mahal? Paling tidak kalau aku enggak bisa dapat tubuh kamu, aku harus dapat uangku utuh!” kesal Rendan.

Zee mengangkat tinggi-tinggi tangan kanannya dan nyaris menampar Rendan, tapi Rendan yang menatapnya intens penuh kemenangan, sengaja berteriak memangil pak Samsudin yang memang sedang sarapan di belakang.

“Kalian kenapa?” tanya pak Samsudin sangat sabar dan memang belum tahu-menahu.

“Pah, Zee batalin rencana pernikahan kami sepihak dan ternyata karena Zee sedang hamil anak laki-laki lain, terus laki-laki itu masih punya anak istri dan kemarin malam, istri sama keluarganya ngamuk-ngamuk ke aku buat cari Zee, Pah!” yakin Rendan, dan sekejap kemudian, pak Samsudin yang terlihat sangat syok, langsung sesak napas.

Wajah pak Samsudin sudah langsung pucat sekaligus berkeringat. Ia menatap Zee penuh kepedihan di tengah air matanya yang perlahan berlinang.

“Ternyata alasan Zee selalu pulang larut malam karena memang ....” Rendan terus memanas-manasi pak Samsudin.

“Enggak, Pah. Enggak, sumpah, Pah. Yang bohong itu Rendan. Eh kamu bajinggaan banget, sih! Pa ... Pah, aku berani sumpah, Pah ...!” Zee histeris lantaran tubuh pak Samsudin yang perlahan ambruk juga langsung kaku.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!