AksaraSenja
"Zayyan!" panggilan yang tidak asing lagi mengusik indra pendengaran Aksa. Suara dari Senja Amalia yang setiap pagi ia dengar.
Dengan tampang dinginnya, Aksa turun dari motor dan melepaskan helm. Dia seolah tak peduli dengan panggilan melengking yang selalu ia dengar tiap kali tiba di sekolah itu.
Aksa selalu merasa beruntung jika hari minggu tiba. Dia tidak akan merasa terusik seperti hari-hari lainnya.
"Zayyan, kamu dengar nggak sih aku panggil?"
Aksa masih terdiam. Dia malah fokus merapihkan kembali dasinya.
"Zay—"
"Lo bisa nggak, nggak usah panggil gue begitu?" tanyanya dengan tatapan dingin.
"Nggak bisa!"
"Tapi gue nggak suka!"
"Aku suka! Zayyan sama sayang kan nggak beda jauh."
"Gila!" Dengan perasaan jengkel, Aksa berjalan meninggalkan Senja di parkiran.
"Eeh... Kok ditinggal? Zayyan! Zayyan tungguin!" teriak Senja, lalu berlari mengikuti Aksa. Senja seolah sudah kebal dengan segala penolakan Aksa.
Pemandangan dimana Aksa berjalan di depan dan Senja yang mengekori sambil berceloteh sudah menjadi hal biasa bagi anak-anak SMA Gerhana. Ada perasaan kesal dari sebagian besar siswi-siswi SMA Gerhana pada Senja. Namun, Senja tidak peduli. Hidupnya adalah miliknya. Dia tidak peduli dengan orang lain yang memandang rendah dirinya.
Langkah Aksa berbelok ke arah berlawanan dari arah kelas Senja. Tentu saja Senja ikut berbelok. Dia tidak akan berhenti sebelum tujuannya tercapai.
"Lo ngapain sih ikutin gue?" suara Aksa naik satu oktaf. Senja selalu berhasil membuatnya marah.
"Aku—"
"Wiihhh... Ada Senja, Far." Suara seorang cowok terdengar memasuki kelas Aksa. Itu Bagas, sahabat Aksa. Cowok itu sedikit lebih pendek dari Jafar, yang juga merupakan sahabat Aksa. Dua cowok itu mendekati kursi meja mereka yang berada tepat di sebalah kursi meja Aksa.
"Hai, Far, Gas."
"Ck. Nggak enak banget lo manggil gue, Nja." Bagas protes. Dia tidak suka dipanggil 'Gas' oleh Senja. Nggak bagus dipendengarannya.
"Hehehe... Nama lo kalau dipanggil singkat ya dapatnya 'Gas'. Kalau dipanggil 'Bag' juga lebih nggak enak di dengar," jawab Senja. Sifat centilnya seratus 100% menghilang.
"Ya elah, soal nama doang lo berdua ribut. Dari pada panjang lebar ngomong, mending lo ganti nama aja, dari Bagas jadi Bagus. Nah, enak tuh kalau dipanggil 'Gus'. Lo kesannya kayak anak baik-baik. Setidaknya nutupin kelakuan minus lo," timpal Jafar.
"Ye... Sok nasehatin. Kalakuan lo lebih minus! Gue denger, si Cia nangis di toilet gara-gara lo ngintipin dia pas di toilet."
"Hehehe... Itu gue khilaf, Nja."
Aksa yang sejak tadi menyaksikan percakapan kedua sahabatnya dengan Senja, bertambah kesal. Senja seperti tidak menghargainya yang sedang marah karena ulahnya.
"Pake bawa-bawa khilaf. Emang niatkan lo, ngintipin si Cia?"
"Lo mending balik ke kelas lo deh!" Aksa berucap malas, menyela pembicaraan Senja, Bagas dan Jafar. Dia tidak ingin lagi marah-marah di pagi hari seperti ini.
"Hah? Kok balik? Bel masuk kelas masih sisa sep—"
"Lo pergi atau gue seret keluar?"
Jafar dan Bagas tertegun mendengar pertanyaan Aksa. Sahabat mereka itu benar-benar si es beku. Nggak ada lembut-lembutnya sama Senja.
"Ya udah, aku ke kelas. Tapi ini, aku buatin sarapan buat kamu." Senja mengeluarkan sekotak sandwich lalu menyerahkannya pada Aksa.
"Gue nggak butuh!" Aksa menarik kursinya lalu duduk. Dia tidak peduli sama sekali dengan apa yang Senja tawarkan.
"Zayyan coba dulu. Kata bibi di rumah, buatan aku enak."
"Lo dengar nggak?"
"Zay—"
Brak...
Kotak berisi tiga potong sandwich itu berserakan di lantai. Jafar dan Bagas terkejut atas reaksi Aksa ini. Keduanya sama-sama menatap Senja yang terdiam.
"Senja—"
"Nggak papa." Cewek itu tersenyum pada Jafar dan Bagas, lalu berjongkok mengambil kembali potongan-potongan sandwich tersebut. Kedua cowok itu tertegun melihat senyum di bibir Senja. Senyum yang hanya sebagai topeng untuk menutupi luka Senja.
"Belum lima menit, Nja. Biar gue sama Jafar yang habisin sandwich nya."
"Hehe... Nggak usah. Udah kotor. Besok aja gue bawain buat kalian."
"Nggak usah! Sahabat gue nggak butuh makanan dari lo," sinis Aksa.
Senja menarik nafasnya. Ia lalu kembali mengulas senyum. "Gue ke kelas dulu. Bye Jaf, Bagas. Zayyan aku ke kelas dulu."
Setelah berpamitan, Senja melangkah cepat keluar dari kelas Aksa. Setetes air matanya menetes ketika kakinya kekuar dari ruangan tersebut. Namun, ia segera menghapusnya.
Langkah Senja mengarah ke arah kelasnya. Seperti biasa, sebelum tiba di kelas, Senja akan membenahi seragam dan memperbaiki riasan wajahnya. Tidak seperti siswi lain yang pada umumnya hanya berdandan seadanya saat ke sokolah, Senja berdandan dengan dandanan berlebihan. Dan itu mejadi salah satu penyebab siswi-siswi tidak suka padanya. Namun, Senja menarik di mata sebagian besar siswa SMA Gerhana.
Senja keluar dari toilet, memasang headset lalu berjalan ke kelasnya.
"Senja!"
Dengan santainya Senja melewati orang yang memanggilnya.
"Senja!" Bu Tyas, orang yang tadi memanggil Senja dengan perasaan geram menarik headset yang menyumpal lubang telinga Senja.
"Eh, Bu Tyas. Ibu panggil saya?"
"Enggak. Ibu panggil tukang kebun."
"Emang sekolah kita ada kebun, Bu?"
"Ya Allah Senjaaa."
"Iya Bu Tyas yang cantik membahana tiada duanya? Ada apa?"
"Kamu kurang ajar ya!"
"Lho? Kurang ajar gimana, Bu?"
"Kamu nyahut terus saya ngomong."
"Astaghfirullah, saya harus gimana lagi, Bu? Nyahut salah. Nggak nyahut, malah tambah salah."
"Sudah-sudah!"
"Sudah, Bu? Ya udah, saya ke kelas dulu."
"Eh, bukan sudah yang itu maksud Ibu. Kamu ini," kesal Bu Tyas. "Kamu kenapa ke sekolah dandan menor kayak gitu? Kamu nggak tahu peraturan sekolah kita?"
"Tahu, Bu. Saya mah karena terinspirasi dari Ibu. Dandanan Ibu, jempol banget." Senja mengangkat kedua jempolnya. Hal itu membuat Bu Tyas menahan senyum setelah mendapat pujian dari Senja.
"Beneran?"
"Beneran, Bu. Serius saya mah, "
"Ibu cantik dandan kayak gini?"
"Cantik Bu. Cantik banget."
"Pak Rahmat kira-kira suka nggak sama Ibu kalau dandan begini?"
"Senja yakin 99% suka!"
"Kok cuman 99%?"
"Satu persen nya saya nggak yakin."
"Kenapa?"
"Karena Bu Tyas suka marah-marah," ucap Senja kemudian berlari ke kelasnya.
"Senjaaaa!!"
"Canda Buuuu..."
***
Bel istirahat berbunyi sejak 3 menit yang lalu. Namun, Senja masih berdiam diri di kelas. Sahabatnya, Rara, sampai bingung sendiri melihat Senja yang hanya diam di tempatnya.
"Nja?"
"Hmm."
"Tumben lo diam di kelas pas istirahat gini? Nggak temui Aksa lo?"
"Gue lagi nggak mood, Ra."
Rara mengerutkan keningnya mendengar jawaban lesu dari sahabatnya. Ia menarik kursinya lebih dekat pada Senja.
"Kenapa? Aksa kasarin lo?"
"Nggak."
"Oh, gue tau. Pasti bekal yang lo bawain buat dia ditolak lagi?" tebak Rara.
Senja langsung menoleh pada Rara. "Kok lo tau?"
"Ck. Nggak usah sok kaget lo. Udah biasa kali lo digituin sama si Aksa," ucap Rara. "Lagian, lo kenapa sih pengen banget dekat sama si Aksa? Suka lo sama cowok modelan Aksa? Irit ngomong, plus datar mukanya."
"Iiihh... Rara apaan sih? Lo juga ngefans kan sama si Arhez kan? Dia juga sama dinginnya sama si Zayyan. Ketus lagi ngomongnya."
"Ngefans si iya. Tapi, gue nggak sampe ngejar-ngejar kayak lo."
"Iya iya. Nggak usah mojokin gue juga kali. Lo itu sahabat gue atau musuh gue sih?"
Rara merangkul leher Senja. "Sahabat lo lah. Ayo, ke kantin? Males gue di kelas mulu."
"Ya udah, Ayo."
Senja dan Rara sama-sama bergegas ke kantin. Seperti itulah persahabatan mereka. Rara, dia tulus bersahabat dengan Senja. Di saat banyak orang di sekolah memandang rendah Senja, dia menjadi orang pertama yang menatap Senja dengan tatapan hangat.
Langkah Senja dan Rara terhenti saat keduanya baru saja menginjakkan kaki mereka di kantin. Pemandangan di depan mereka, membuat Senja terdiam.
"Aku mau cobain mie ayam nya, boleh?" tanya Amara pada Aksa.
"Boleh." Dengan santainya Aksa mengizinkan Amara mencoba makanan yang ada di mangkuknya. Dia bahkan menyendokan mie ayam itu dan memberikannya pada Amara.
"Makasih," ucap Amara sambil tersenyum, yang dibalas senyum tipis oleh Aksa.
Bukan rahasia lagi perlakuan Aksa yang berbeda saat bersama Amara. Bahkan semua orang di sekolah malah menjuluki Amara sebagai pawang Aksa.
"Cih! Muak banget gue liat si Amara itu. Mentang-mentang wakil osis plus perwakilan dari sekolah buat ikut olimpiade, dia jadi seenaknya benget sama siswa biasa kayak kita. Dan sekarang, malah pamer kemesraan sama si es batu. Muak banget gue liatnya," celetuk Rara panjang lebar.
"Ke kelas lagi, Ra."
"Ck. Gue laper. Ke warung samping aja. Lewat gerbang samping," bisik Rara pada Senja, membuat gadis itu terkejut.
"Lo... Sejak kapan lo punya kunci pintu gerbang samping? Lo mau kita loncat terus keseleo kakinya?" balas Senja, juga ikut berbisik.
"Gampang. Jam segini pintu nggak di kunci. Arhez sama teman-temannya masih di belakang."
"Eeemm... Gue tau ni tujuan lo. Lo pengen ketemu Arhez kan? Pake alasan laper aja lo."
"Hehehe... Sambil nyelam minum air, Nja."
"Ck. Udah ayo, kesana!"
"Yes!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
sakura
..
2024-10-30
0
𝒮🍄⃞⃟Mѕυzу᭄
.
2024-10-29
0
Evelyn
semangat
2023-10-31
0