Setelah motor Senja benar-benar menghilang dari pandangannya, Bagas bergegas masuk. Namun, belum sempat pintu rumah ia tutup, Aksa kembali dan menghentikan motornya halaman.
Bagas yang kebingungan pun keluar menghampirinya. " Kenapa balik lagi?" tanyanya.
"Gue pinjem motor lo," jawab Aksa.
"Lho? Bukannya lo udah balik, Sa?" Jafar yang baru keluar pun mendekat. Keningnya mengerut melihat Aksa.
"Dia balik lagi, mau minjem motor," sahut Bagas.
"Motor lo rusak?"
"Cepetan, Gas." Mengabaikan pertanyaan Jafar, Aksa malah berbicara dengan Bagas. Jafar hanya bisa berdecak, sudah biasa dengan sifat Aksa.
"Bentar." Bagas berbalik menuju rumah untuk mengambil kunci motornya.
"Bukan motor yang sering lo bawa ke sekolah," ucap Aksa memberitahu.
"Iya."
Setelah menunggu beberapa menit, Bagas datang dengan membawa kunci motor. Aksa dengan cepat meraihnya. "Thank's," ucap Aksa kemudian menuju garasi dan mengeluarkan salah satu motor Bagas yang sangat jarang dipakai.
Membunyikan klakson, Aksa kemudian melajukan motor tersebut meninggalkan rumah Bagas.
"Sahabat lo aneh, Gas," ucap Jafar.
"Sahabat lo juga bego!" balas Bagas kemudian kembali ke rumah, di ikuti Jafar di belakangnya.
Di jalanan, Senja melajukan motornya dengan kecepatan sedang menuju cafe. Banyaknya kendaaran yang berlalu lalang membuat Senja cukup merasa aman. Ketika matanya menatap spion motor, ia sedikit merasa terganggu dengan sebuah motor yang sepertinya mengikutinya.
Mengabaikannya, Senja berusaha tenang dan sedikit menambah kecepatan motornya. Merasa motor di belakangnya tidak ikut menambah kecepatan, Senja bernafas lega. Dan setelah beberapa saat, ia tiba di cafe.
"Akhirnya lo sampai juga, Nja. Gue khawatir banget lo belum balik juga," ucap Manda, yang sejak tadi tidak tenang, keluar masuk cafe.
"Alhamdulillah, Kak. Gue selamat sampai sini. Nggak ada kendala," balas Senja, cengengesan.
Manda menepuk pelan kepala Senja kemudian mengajak gadis itu masuk. Setelah beberapa saat, cafe ditutup dan Senja bersama Manda pulang.
Senja melajukan motornya kembali ke rumah. Gadis itu memarkirkan motornya setelah tiba. Senja melangkah menuju rumah sambil meregangkan ototnya. Tubuhnya terasa cukup lelah setelah beraktivitas seharian ini.
"Capek banget," gumam Senja sambil mendorong pelan pintu. "Assalamu'alaikum, Bi." Suara Senja terdengar setelah pintu terbuka. Tak lama, terdengar sahutan dari Bi Haya. Wanita itu belum tertidur karena menunggu Senja.
Dan tanpa Senja tahu, seseorang terus memperhatikannya sejak tadi. Setelah pintu rumah tertutup, orang tersebut melajukan motornya menjauh.
***
Seperti biasa, setelah tiba di sekolah, Senja selalu menuju kelas Aksa terlebih dulu. Gadis itu menitipkan bekal yang ia bawa untuk Aksa pada Bagas dan Jafar. Aksa selalu menghilang saat pagi hari seperti ini. Jika tidak sedang menertibkan siswa bersama anggota osis lainnya, maka Aksa berada di ruang lab atau perpustakaan untuk belajar, mempersiapkan olimpiadenya.
Meninggalkan kelas Aksa, Senja kembali ke kelasnya. Tapi, langkah gadis itu terhenti sebelum tiba di kelas. Matanya menatap Aksa yang berdiri berlawanan arah dengannya.
"Zayyan," ucap Senja, namun tak mendekati Aksa yang berdiri dengan jarak 20 meter darinya.
Aksa yang juga menatap Senja mengalihkan pandangannya, kemudian lanjut berjalan melewati Senja begitu saja.
Senja menarik nafasnya. Ia berbalik dan menatap punggung Aksa yang mulai menjauh. Setelah menghilang di belokan lorong kelas, Senja melanjutkan jalannya menuju kelas.
"Nah, akhirnya datang juga lo," ucap Rara heboh. Gadis itu menarik Senja menuju kursi dan mendudukannya.
"Gawat, Nja!" kata Rara.
"Gawat apa?"
"Itu, pak Rahmat."
"Pak Rahmat kenapa?" tanya Senja.
"Ck. Lama lo ngomongnya!" kesal Parto. "Gini ya, Nja. Tadi Aksa kesini. Katanya, istirahat pertama nanti, kita ditagih pak Rahmat ngafalin tabel periodik di ruang BK."
"Apa?!" Senja langsung berdiri dari duduknya. Gadis itu menatap bergantian Rara dan Parto. "Lo berdua serius?"
"Serius!" jawab kedua sahabatnya bersamaan.
"Aduh, gimana ini? Aku masih separoh hafalnya." Senja menggaruk-garuk kepalanya kemudian mengeluarkan selembar kertas yang bertulis "Tabel Periodik".
"Lo masih mending separoh. Gue cuman unsur golongan 1 sama 2," sahut Rara.
"Lah, kalian masih mending. Gue? Gue baru ngafalin setengah unsur-unsur di golongan 1. Mana susah lagi nyebutin unsurnya."
Senja dan Rara sama-sama menarik nafas mereka. Tak lama kemudian, bel masuk berbunyi dan mereka kembali ke tempat duduk masing-masing.
Jam pelajaran berlangsung begitu cepat. Tak terasa, waktu istirahat pertama pun tiba. Senja, Rara dan Parto menyimpan kembali buku-buku mereka. Sengaja mereka melakukannya dengan lambat agar dapat mengulur waktu hingga jam istirahat selesai.
Ting... Bunyi notifikasi di handphone Senja terdengar. Gadis itu dengan cepat melihatnya.
Zayyan
5 menit. Telat hukuman ditambah.
Senja meneguk ludahnya. Sadis sekali chat yang Aksa kirimkan. Dengan cepat gadis itu membereskan buku-bukunya.
"Ra, To, cepetan! Waktu kita 5 menit. Telat dikasi hukuman tambahan."
Seketika Parto dan Rara melotot. Dua orang itu dengan sembarangan memasukan buku kemudian bergegas keluar kelas bersama Senja.
Ketiganya berlari menuju ruang BK tanpa memperdulikan siswa-siswi yang menatap mereka. Bahkan Arhez dan kedua temannya yang menghadang dilewati mereka begitu saja.
Brak!
Dorongan keras pintu ruang BK menimbulkan suara yang mengagetkan. Pak Rahmat dan Pak Wawan pun terlonjak kaget saat mendengarnya. Berbeda dengan Aksa yang terlihat biasa saja. Cowok itu sudah melihat mereka berlarian melalui jendela kaca. Wajar saja jika dia tidak terkejut.
"Kalian nggak punya sopan santun!!" suara Pak Wawan terdengar sedikit membentak.
"Hufthh... Hufthh... Ma-af Pak," ucap Senja ngos-ngosan.
"Hufthh... Iya, Pak. Hufth... Kita nggak sengaja," timpal Rara.
"Hufth... Benar, Pak. Tapihh, kita nggak telatkan?" Parto pun ikut ngos-ngosan.
"Kalian nggak telat. Tapi, kalian nggak sopan!" ucap Pak Rahmat.
"Maaf, Pak. Kita nggak sopan karena takut telat, Pak." Senja menunduk, takut menatap Pak Rahmat.
Aksa hanya diam menatap ketiga orang tersebut. Tatapannya menajam saat berhenti pada Senja.
"Ya sudah. Kalian kemari dan berdiri sejajar," ucap Pak Rahmat. "Parto, kamu duluan."
"Sa-saya Pak?"
"Iya kamu! Ayo!"
Parto meneguk ludahnya. Ia menatap kedua temannya, kemudian menatap Aksa, lalu Pak Wawan dan terakhir Pak Rahmat.
"Ta-tabel periodik unsur. Unsur golongan 1, Hidrogen nomor atom 1, Litium nomor atom 3, Natrium nomor atom 11, Kalium nomor atom 19, Ruu... Ruu... Ruu... Lupa saya, Pak..." ucap Parto lirih.
"Lupa?" Parto mengangguk pelan. "Hampir seminggu lebih, hanya itu yang kamu hafal?" Parto lagi-lagi mengangguk, mengiyakan ucapan Pak Rahmat.
"Sekarang kamu minggir. Berdiri satu kaki terus jewer telingamu sendiri."
"Kok gitu sih, Pak."
"Heh! Kamu mau ngelawan!" timpal Pak Wawan. Laki-laki itu sedikit lebih menyeramkan dari pada Pak Rahmat.
Parto pasrah, kemudian menuruti ucapan Pak rahmat. Ia bergeser, mendekat pada Aksa kemudian berdiri satu kaki sambil menjewer telinganya.
"Sekarang kamu, Rara!"
Gadis itu meneguk ludahnya. "Tabel periodik unsur. Unsur golongan 1, Hidrogen nomor atom 1, Litium nomor atom 3, Natrium nomor atom 11, Kalium nomor atom 19," Rara mulai menyebutkan satu persatu unsur yang dihafalnya. Dan berhenti saat menyebutkan unsur terakhir golongan 2. "Radium nomor atom 88," ucap Rara, mengakhiri hafalannya.
"Hanya dua golongan yang kamu hafal, Rara?"
"I-iya, Pak. Maaf."
"Ck. Ck. Ck. Sana! Berdiri satu kaki sambil jewer telingamu kayak Parto." Tanpa banyak protes, Rara menuruti ucapan Pak Rahmat.
"Kalian ini. Ngapain saja di waktu senggang? Menghafal itu saja tidak bisa," gumam Pak Rahmat. "Sekarang kamu, Senja!"
Senja menegakkan tubuhnya. Tangannya saling bertautan, seolah dengan cara itu, ia bisa menghilangkan gugup.
Aksa yang sejak tadi terdiam tak sedetikpun melepas tatapannya dari Senja. Ia bahkan mengabaikan buku pelajaran yang sedang dipegangnya.
"Tabel periodik unsur. Unsur golongan 1, Hidrogen nomor atom 1, Litium nomor atom 3, Natrium nomor atom 11, Kalium nomir atom 19, Rubidium nomor atom 37, Cesium nomor atom 55, Fransium nomor atom 87. Unsur golongan 2, Berium nomor atom 4...." Senja melanjutkan hingga ke golongan terakhir yang dihafalnya. "Golongan 10, Nikel nomor atom 28, Paladium nomor atom 46, terus...."
"Terus?" Pak Rahmat mengangkat sebelah alisnya, meminta Senja melanjutkannya.
"Hehe... Udah nggak hafal lagi, Pak."
"Ck. Ck. Ck. Kalian ini. Bapak udah kasih waktu kalian lebih dari seminggu. Tapi, hasilnya hanya ini? Kalian juga tidak menyebutkan mana yang termasuk golongan A dan mana yang masuk golongan B. Benar-benar mengecewakan kalian!"
"Maaf, Pak. Kami—"
"Senja!" Pak Wawan membentak, membuat Senja seketika bungkam. "Namanya hukuman harus kalian jalani dengan baik. Mau kalian saya tambahin hukuman?"
Senja, Rara dan Parto serentak menggeleng. Hukuman dari Pak Rahmat saja tidak bisa mereka jalani, apalagi ditambah hukuman dari Pak Wawan?"
"Bagaimana ini, Pak Rahmat? Mau saya tangani anak-anak ini, atau Bapak lanjutkan sendiri?"
"Saya lanjutkan sendiri saja, Pak."
Mendengar jawaban Pak Rahmat sontak membuat Senja, Rara dan Parto bernafas lega.
"Kalian berdua, berdiri tegap dan nggak perlu jewer telinga lagi," ucap Pak Rahmat, membuat Rara dan Parto tersenyum senang.
"Terima kasih, Pak," jawab kedua remaja tersebut.
"Ya," balasnya. "Karena kalian belum bisa menghafal sepenuhnya, kalian belum terbebas dari hukuman. Pulang sekolah, bersih dan rapihkan gudang belakang."
"Iya, Pak," jawab mereka serentak.
"Minggu depan saya tagih lagi hafalannya."
"Iya, Pak."
"Aksa," panggil Pak Rahmat membuat Aksa langsung menatapnya.
"Iya, Pak?"
"Kamu bisakan awasin mereka pulang sekolah nanti?"
"Bisa, Pak."
"Bagus! Sekarang, kalian bertiga silakan keluar."
"Terima kasih, Pak. Kami permisi."
Ketiga orang tersebut segera keluar dari ruang BK. Meski begitu, mata Aksa masih tetap mengawasi Senja hingga gadis itu benar-benar menghilang dari jangkauan matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Badelan
why aksa
2024-10-27
0