Demi Sebuah Senyuman

Demi Sebuah Senyuman

Bagian 1

DILARANG UNTUK BOOM LIKE GUYS

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Wuuuuzzzz... Booomm...

Dor... Dor... Dor...

Masih banyak lagi suara - suara yang terdengar hingga mampu membuat bulu kuduk meremang seketika saat mendengarnya.

Kini visual beralih ke video yang lainnya. Tampak kekacauan yang terjadi dibeberapa sudut kota dengan para korban yang berjatuhan.

Plaaakk

Sebuah tepukan mendarat dibahu kurus seorang bocah lelaki berusia lima belas tahun.

"Jangan terlalu banyak berinteraksi dengan yang namanya HP. Kalau sibuk sama HP, nanti kamu gak punya banyak teman," tegur ayah sang bocah. "Pergi main sama temanmu sana,"

"Aku cuma lihat video pemberitaan tentang konflik Israel dan Palestina." Bocah lelaki itu mengangkat pandangannya dan melihat bapaknya yang sedang duduk sambil menyalakan TV untuk menonton berita terkini.

"Kasihan para korbannya. Pasti banyak anak - anak yang tiba - tiba kehilangan orang tuanya," ucapnya lagi menyampaikan keprihatinannya pada peperangan antar dua negara yang tak ada habisnya.

"Heem. Jadi kita harus bersyukur karena tinggal di Indonesia yang terbilang masih aman dari peperangan yang sebesar itu," ujar sang bapak.

Bocah itu mengangguk, membenarkan ucapan sang bapak. Ya walaupun tak dapat dipungkiri, keamanan negara ini tidak seratus persen aman, tapi setidaknya kita masih beruntung bisa terhindar dari kekacauan besar yang terjadi seperti didaerah berkonflik.

"Aku mau jadi tentara," ucap bocah itu dengan mantapnya saat mengambil keputusan besar untuk masa depannya kelak.

Sang bapak mengerenyit. Ia menatap wajah sang anak. Tampak keseriusan dari ucapan yang baru saja dilontarkannya. Sejak kapan anaknya punya tekad sekuat ini? Padahal untuk belajar saja orang tuanya harus mengeluarkan taringnya terlebih dahulu agar ia berangkat kesekolah.

"Kalau mau jadi tentara, belajar yang benar. Jaga fisik kamu, jangan ikut - ikutan merokok, minum alkohol dan pakai narkoba," sang bapak mengambil kesempatan dari niat sang anak untuk mengarahkannya agar melakukan hal - hal yang lebih positif.

"Pasti," ucap Bima kian mantap. "Mulai sekarang Bima bakal rajin belajar. Gak bakal ngerokok, minum alkohol apalagi pakai narkoba. Bima mau ikut berjuang sama om - om tentara lainnya buat jaga negara kita. Biar gak ngalamin yang namanya peperangan besar seperti negara lain," ucapnya dengan penuh semangat yang membara.

"Bagus." Sang bapak mengacungkan jempolnya. "Dan untuk latihan fisik tahap awal, kamu bantu Bapak cari rumput buat makan sapi - sapi Bapak." Sang bapak bangkit dari duduknya, bersiap dengan alat tempurnya untuk mencari pangan untuk sapinya.

"Yaahh... Masa cari rumput?" gerutu Bima, yang awalnya semangat empat lima, kini menjadi letoy mendengar ucapan bapaknya.

Langkah sang bapak terhenti, lalu menoleh kebelakang dimana Bima menyandarkan punggungnya disandarkan kursi.

"Anggap latihan ringan. Nanti kalau udah keterima jadi tentara, kamu bakal dapat latihan lebih berat lagi." Sang bapak melanjutkan langkahnya menuju dapur.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Bima Arya, seorang remaja berusia 15 tahun yang sudah menumbuhkan rasa patriotisme dan nasionalisme dalam dirinya sejak dini.

Melihat seberapa kacaunya keamanan beberapa negara dari pemberitaan melalui video - video dari unggahan banyak pihak di laman YuTub, mampu menggerakkan hatinya untuk menjadi salah satu pejuang untuk melindungi negaranya.

Dengan tekad yang kuat, Bima terus berusaha untuk menggapai cita - citanya. Ia mulai belajar dengan tekun disekolah, sampai melatih fisiknya dengan cara yang mungkin tak masuk akal baginya dengan bimbingan sang bapak.

Melihat keseriusan Bima akan cita - citanya, kedua orang tuanya hanya bisa memberi dukungan penuh serta diiringi doa kebaikan untuk sang anak disetiap sujud mereka.

"Sepertinya tekat anak kita benar - benar kuat, Bu," ucap Cipto yang melihat anak dengan tekun masih melakukan latihannya di halaman belakang rumah.

"Iya Pak. Bukankah ini bagus untuk perubahannya? Dari yang malas, kini dia jadi rajin sekolah dan rajin bantu kerjaan Bapak?" ucap Yanti sambil tersenyum menatap suaminya.

Cipto mengangguk membenarkan perkataan istrinya.

Semenjak untuk yang pertama kalinya Bima mengutarakan niatnya menjadi tentara waktu itu, sang anak menunjukkan perubahan drastis yang mengarah kepada hal yang lebih positif.

"Ibu harus mulai belajar berbesar hati saat nanti tiba waktunya ia meraih cita - citanya. Jauh dari keluarga, apalagi saat dia bertugas kemedan perang. Ibu harus tetap beri dukungan walaupun hati Ibu merasa berat buat melepasnya kemedan juang," Cipto mulai menerawang dimana masanya sang anak maju ke medan tempur.

Yanti menghela nafas kasar. Mungkin bila waktu itu tiba, ia akan merasa berat untuk melepas sang anak. Tapi ia harus berusaha selalu mendukung cita - cita mulia anaknya.

"Semoga Bima berhasil meraih cita - citanya ya, Pak?" ucap Yanti pada suaminya sambil mengelus perutnya yang membuncit.

"Aamiin,"

Saat asik berbincang, sayup - sayup Cipto dan istrinya mendengar suara teriakan dari depan rumah.

"Bim! Bima!" Teriak Anto dari luar pagar rumah Bima.

Cipto yang sedang berbincang dengan sang istri, beranjak untuk melihat siapa yang mencari anaknya.

Tampak bocah seusia anaknya yang sedang bersandar pada pagar besi rumah sebatas dadanya.

"Bima lagi olahraga. Ada apa? Mau ikutan?" Cipto ikut berteriak dari sisi samping rumah saat menyahuti panggilan Anto.

"Olahraga apa sore - sore begini, Pakdhe?" Tanya Anto masih berteriak.

"Lihat sendiri aja," Cipto mengedikkan dagunya kearah dimana Bima berada.

Anto membuka pintu pagar dan langsung menuju dimana Bima berada.

Tampak oleh pengelihatannya, Bima yang sedang bergelantungan pada tiang besi dan mengangkat beban tubuhnya hingga kepalanya lebih tinggi dari tiang yang dipegangnya.

"Oy, Bim! Ngapain gelantungan kayak monyet?" gurau Anto.

Tanpa memperdulikan ucapan teman semprulnya itu, Bima tetap menyelesaikan latihannya yang sebentar lagi akan selesai.

Anto mendengus ketika tak mendapat tanggapan dari Bima. Ia berjalan kearah dimana bapak dan ibunya Bima sedang duduk bersantai.

"Wih... Makin besar aja perut Budhe," ucapnya berbasa basi.

"Namanya juga si adek makin besar didalam. Jadi otomatis perut Budhe ikutan besar," sahut Cipto.

"Ya iya dong Pakdhe, si adek makin besar didalam. Kalau bukan si adek yang makin besar, berarti Budhe terkena busung lapar " kelakar Anto mengajak kedua orang tua Bima untuk bercanda.

Buugh

Yanti melempar tutup toples kearah Anto. "Enak aja bilang Budhe kena busung lapar,"

"Hahaha... Bercanda Budhe,"

...****************...

Jangan lupa beri like dan komen kamu.

Terpopuler

Comments

🌈Rainbow🪂

🌈Rainbow🪂

Mampir, salam kenal 🙏

2023-05-28

1

Rahma AR

Rahma AR

sku mampir

2023-04-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!