Bagian 2
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Bu! Ibu! Bima berangkat. Assalamualaikum," teriak Bima dari luar rumah.
Yanti keluar seorang diri dengan langkah perlahan sambil mengelus perut buncitnya. Sedangkan suaminya sudah berangkat sejak subuh tadi. Maklum saja, sang suami hanya seorang buruh perkebunan karet disalah satu PT. Perkebunan karet yang ada di daerah Sumatra Utara.
"Kamu jangan teriak - teriak gitu kalau pamitan. Kayak tarzan aja kamu itu," Yanti ngedumel melihat kelakuan anaknya.
"Hehehe..." Bima cengengesan mendapat omelan sang ibu. Ia turun dari sepeda dan menstandatkannya. Bima berjalan mendekati ibunya dan mersih tangan wanita yang telah melahirkannya itu untuk dikecup.
"Bima berangkat dulu, Bu. Assalamualaikum," ucapnya dengan lembut.
Bima berbalik, hendak meraih sepedanya. Namun langkahnya terhenti saat ia melupakan sesuatu.
Ia kembali melangkah kearah ibunya, lalu mensejajarkan wajahnya tepat didepan perut buncit saang ibu. "Abang berangkat dulu, Dek. Kamu yang anteng diperut ibu. Temani ibu dirumah ya." Pesan Bima pada calon adiknya, sambil mengelus perut sang ibu.
Yanti sangat bahagia melihat kelakuan putranya yang tampak menyayangi calon adiknya. Semoga kelak kedua anaknya akan selalu akur dan saling menyayangi satu sama lain.
Bima mengayuh sepedanya dengan penuh semangat. Ia akan lebih giat belajar dan berlatih demi mengapai cita - citanya.
Sesampainya disekolah denagan terburu - buru ia menuju kelasnya.
"Ci?" panggilnya pada teman sekelasnya.
Sang empunya nama pun menoleh.
"Kita roker tempat duduk ya?" Tanpa menunggu persetuajuan dari Suci, Bima menarik tas milik gadis itu ke bangkunya yang lama.
"Loh? Kok dipindah? Gak mau ah." Tolak suci yang menahan tasnya yang akan dibawa Bima.
"Ck, gak ada penolakan,"
"Iii apaan sih?" Suci kekeh menolak.
Mendapat penolakan dari Suci, Bima memutar otaknya. Mencari cara agar Suci menurutinya.
"Aku traktir bakso deh. Tapi kita roker tempat duduknya. Gimana?" Bima menaikkan sebelah alisnya.
"Bakso?"
Bima mengangguk dengan mantap. "Semangkuk bakso di kantin Bu Ida,"
Mendengar kata ditraktir dan bakso, jiwa gratisan Suci meronta. Gak ada salahnya 'kan kalau dia menerima tawaran Bima?
"Ok," setelah menyetujuinya, Suci langsung meraih tasnya dari tangan Bima. Dan dengan suka rela ia pindah ketempat duduk Bima dibarisan kedua dari belakang.
Bima tersenyum sumringah karena rencananya membujuk Suci berhasil. Dan ia langsung menduduki bangku itu dan mengambil bukunya dari dalam tas dan langsung membacanya.
Terdengar riuh dua remaja pria yang memasuki kelas itu. Mereka berjalan kearah bangku paling belakang.
"Loh, Ci? Ngapain kamu disini, dibangkunya Bima?" tegur Anto.
"Bima yang minta tukaran tempat duduk," jawab Suci dengan entengnya dan kembali fokus pada PR yang belum ia selesaikan ketika dirumah.
Anto dan Rudi menoleh kearah bangku dimana saat ini Bima tengah duduk anteng dengan buku didepannya.
"Wiiih... Teman kita udah dapat hidayah dari Allah ternyata," seru Rudi.
Dan tak lama, guru pun masuk untuk menyampaikan materi pembelajarannya.
Saat menghadap seluruh muridnya, Bu Dina yang bertugas menyampaikan materi dijam pertama dibuat spechlees melihat sosok yang tepat berada didepannya saat ini.
"Ini benaran kamu, Bima?" tanyanya tak percaya.
Yang disebut namanya pun hanya tersenyum lebar.
Bagaimana tidak terkejut melihat Bima yang terkenal dengan kemalasannya saat belajar, kini tenagah duduk dibarisan paling depan tepat dihadapan meja guru.
"Alhamdulillah... Ternyata kamu sudah mendapat hidayah dari Allah," ucap Bu Dina dengan bangga.
Mendengar ucapan guru mereka, semua murid yang ada dikelas Bima pun sontak tertawa.
Mereka cukup paham dengan bima si pemalas dan si tukang tidur saat guru menjelaskan materi.
Dua jam pun berlalu. beberapa menit lagi jam istirahat tiba.
Kruuukkk kruuukkk kruuukkk
Bunyi perut yang sedang kelaparan pun terdengar nyaring, hingga membuat yang ada disana saling tatap.
Kruuukkk kruuukkk kruuukkk
Bunyi itu terdengar lagi. Dan kini tatapan semua orang tertuju pada sosok yang tadi pagi telah membuat sang guru terkagum - kagum.
"Sangking niatnya belajar, perut kamu sampai terkuras habis isinya ya, Bim?" gurau Bu Dina.
Yang di sindir pun hanya bisa menampakan gigi putihnya yang memiliki gingsul.
"Hehehe..." Bima cengengesan sambil menggaruk kepalanya.
Dan tak lama dari itu, bel panjang tanda istirahat pun berbunyi.
Dan berakhir pula pelajaran sejarah yang sungguh membuat mereka mengantuk.
Di kantin. Bima, Anto dan Rudi kini tengah makan dengan lahapnya. Tepatnya hanya Bima yang terlihat semangat menelan maknanya.
"Bim! Jadi traktir 'kan?" Suci menghampiri ketiga remaja itu, dan menagih yang sudah dijanjikaan oleh Bima.
Bima tak menjawab, tapi ia hanya mengacungkan jempol dan menganggukan kepalanya.
Dengan semangat, Suci memesan semangkuk bakso pada Bu Ida dan berpesan, makanannya akan dibayar oleh Bima.
"Sssstttt, sssstttt." Rudi memberi kode kedua temannya.
Bima dan Anto menoleh. "Apa?" tanya keduanya serempak.
"Noh, lihat si Aya." Rudi menunjuk seorang gadis bernama Aya dengan dagunya. Dan dengan refleksnya, kedua temannya menoleh kesamping, melihat gadis yang dibicarakan Rudi. "Dari tadi ngelirikin Bima terus. Naksir kali ya,?" Tebaknya.
"Gimana gak naksir?" Anto menyeruput teh es-nya. "Buka jendela, wajah si Bima kelihatan. Buka pintu, wajah si Bima lagi yang kelihatan. Keluar dari rumah, lagi - lagi wajah Bima yang terlihat," sahut Anto.
"Gak usah ngomong yang belum tentu betul. Tar ujung - ujungnya jadi fitnah. Fitnah lebih kejam dari kelaparan." Bima bangkit dari duduknya hendak menuju kelas. Diikuti dua temannya.
Namun tampa diduga, tatapan Bima bertubrukan dengan tatapan Aya. Mendapati hal itu, Bima memberi seulas senyumnya dan dibslas dengan senyuman manis Aya.
"Wah... Ternyata bukan Aya aja yang ada hati, ternyata teman kita juga merasakan hal yang sama," goda Rudi saat ia memergoki keduanya saling berbalas senyum.
"Tembak lah kalau memang suka. Janga sampai nanti bisa nembak musuh, gak bisa nembak cewek," Anto ikut menggoda Bima
"Luruskan dulu tuh pipis, baru mikir tembak menembak cewek," sewot Bima yang mulai kesal digoda terus menerus dengan kedua temannya.
****
Subuh ini terasa lebih dingin dari hari biasanya. Karena memang kemarin malam desanya diguyur hujan deras. Dan untunagnya hari ini adalah hari minggu.
Bima yang merasakan dingin yang teramat sangat pun tambah menarik selimut dan bergelung didalamnya.
Tak lama terdengar erangan panjang dari mulutnya. Dan tak lama kemudian ia mulai terbangun dari tidurnya. Bima melirik jam dinding dimpingnya, pukul lima tepat.
Sayup - sayup ia mendengar obrolan pagi kedua orang tuanya. Dan ia memutuskan bangkit dan menghampiri keduanya.
"Loh? Udah bangun, Bim?" tegur sang ibu terlihat heran. Karena biasanya sang anak akan bangun cukup siang ketika libur.
Bima mengangguk sambil menggacak rambut bagian belakangnya dan menghampiri bapaknya yang duduk dikursi dekat dapur.
"Tunggu!" Yanti menghentikan langkah anaknya. "Kamu ngompol, Bim?" Yanti memperhatikan bagian bawah Bima. "Tapi baunya kog bukan bau pesing ya? Kog malah kayak bau--" ia melihat celana bokser abu - abu sang anak tampak basah. Ia dapat mengendus bau khas air khusus milik para kaum pria.
Bima melihat kearah tatapan sang ibu. Dan seketika Bima terkejut dengan keadaannya sekarang. Bima lari terbirit - birit menuju kamar mandi, untuk membersihkan diri akibat mimpi yang luar biasa menyenangkan.
"Hahaha..." Cipto terbahak melihat kekonyolan anaknya.
"Anak kamu, Pak," Yanti menarik nafas dan menggelengkan Kepalanya.
"Anak kamu juga, Bu. Kita sama - sama buatnya,"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Jangan lupa like dan komentar ya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
MIMPI BASAH MA AYA TUUHH
2023-10-22
0
Sulaiman Efendy
BETUL ITU...😁😁😁😁😁
2023-10-22
0
Rahma AR
semangat
2023-04-08
2