Bagian 5

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Taman desa yang dikelola oleh pengusaha setempat lumayan ramai minggu sore ini. Banyak juga muda - mudi yang menghabiskan waktu mereka disana hanya sekedar nongkrong bareng teman ataupun pacar, begitu juga dengan Bima dan Aya.

Hari ini adalah hari pertama Bima dan Aya untuk ngedate semenjak tiga minggu setelah mereka menjalin hubungan sebagai kasih. Tak ada yang namanya ngapel saat malam mingguan bagi keduanya.

Siang tadi Bima memberanikan diri untuk mengirimi Aya pesan dan mengajaknya untuk berkencan ditaman desa. Dan itu disambut dengan suka cita oleh Aya.

Kini keduanya tengah duduk bersisian, menatap hamparan tanaman bunga yang sedang berkembang dengan lebatnya.

"Maaf ya, aku jarang ajak kamu keluar dan gak pernah ngapelin kamu ke rumah waktu malam minggu," Bima memulai obrolan.

Aya tersenyum hangat pada pujaan hatinya. Ia dapat memakluminya, mungkin saja pemuda ini segan pada keluarganya karena mereka bertetangga. "Gak apa kok, Bim. Yang penting kamu gak ngapelin cewek lain,"

"Gimana mau ngapelin cewek lain, tiap malam minggu aku chattingan sama pacar lima langkah aku," sahut Bima.

Aya terkikik geli mendengar ucapan pemuda ini, seperti judul lagu saja. Tapi ia membenarkan ucapan Bima padanya. Kalau tak sibuk belajar, pemuda ini pastinya duduk diteras depan rumah saat malam hari sambil berkirim pesan dengannya. Sedangkan saat pulang sekolah, pemuda ini selalu melakukan olah raga rutin. Kalau tidak pemuda ini pasti membantu bapaknya untuk mencari pangan sapi - sapi mereka.

Cukup lama mereka saling bertukar cerita dengan senda gurau yang mereka berikan satu sama lain.

Hingga warna jingga mulai menampakkan sinarnya diufuk barat. Tampak sangat indah, sebuah keindahan yang menghiasi kencan pertama mereka.

Mereka memutusakan untuk kembali kerumah sebelum adzan magrib berkumandang. keduanya menyusuri jalan taman yang berpafling menuju parkiran dimana motor keduanya berada.

Jangan harap kalian bayangkan keduanya akan berboncengan dengan mesra ala - ala anak muda zaman sekarang. Mereka berdua malah lebih memilih menaiki motor metik mereka masing - masing.

Keduanya berkendara dan beririnagan. Dengan Aya yang melajukan kendaraan didepan sedangkan Bima yang membuntutinya dibelakang.

****

Srrruuutt srrruuutt srrruuutt...

Sedotan terakhir es yang Anto beli dalam kemasan pelastik denga sebatang pipet kini telah kandas dihisapnya. "Segar benarrrr..."

"Ckckck... Macam enggak pernah minum es beginian aja sih," sewot Rudi.

"Iri bilang bos?" cibir Anto.

Rudi melempar Anto dengan sebutir kacang panggang yang dibaluri dengan tepung. "Ngomong - ngomong Bima kemana nih? Sekarang sering banget ngilang tanpa jejak pas jam istirahat,"

"Paling lagi mojok," jawab Anto dengan santai.

Rudi mengerenyit. "Emang si Bima punya cewek?"

Anto mengangkat kedua bahunya. "Semalam aku lihat dia keluar dari Taman Indah sama si Aya,"

"Wah... Kok kita gak dikasi tahu, kalau tuh anak berdua udah jadian?" sahut Rudi.

Dan akhirnya, yang lagi dibicarakan pun mulai menampakan batang hidungnya.

"Pajang umur nih anak," seru Anto dan Rudi bersamaan.

Bima mendudukan tubuhnya dibangku yang terletak dibawah pohon rindang depan kelas mereka.

Ia menoleh kearah kedua temannya yang masih menatapnya dengan penuh selidik.

"Kenapa?" Alis Bima menukik.

"Kita berdua mau nagih pajak jadian," Sahut Anto dengan wajah seriusnya.

"Pajak jadian?" Bima menelengkan kepalanya kearah temannya.

"Gak usah pura - pura gak ngerti." Buuggh... Rudi menepuk punggung Bima sedikit bertenaga.

Hehehe....

Bima cengengesan. Akhirnya kedua temannya sudah mengetahui bila ia sudah memiliki kekasih.

"Sejak kapan?" tanya Anto sedikit ambigu.

"Apanya?"

"Sekali lagi pura - pura bodoh, aku ikat dikandang sapi paklik Cipto, kamu," Rudi sudah jengah dengan Bima yang berbelit - belit.

Mendapat ancaman itu, Bima tertawa kecil. Sungguh ada kepuasan tersendiri baginya saat ia berhasil membuat kedua temannya ini geram. "Udah tiga minggu,"

"Waaahhh," seru Anto dan Rudi dengan suara yang cukup keras.

"Kelihatan benar kalau si Bima agak mau ngeluarin pajak jadian buat kita, To," ucap Rudi pada Anto.

Anto mengangguk dan membenarkan ucapan Rudi sambil menghentikan jarinya.

"Aku traktir es mambo aja ya?" Bima menoleh kearah kedua temannya secara betgantian.

"Parah nih anak," cibir Rudi. Ia merangkul leher Bima, dan berbicara tepat ditelinganya. "Jangan pelit - pelit, ntar kuburannya sempit,"

"Kamu fikir kita berdua ini Kiara? Yang bisa dikasih sogokan sama es mambo doang?" sewot Anto

****

"Sembilan puluh enam, sembilan puluh tujuhhhh, sem...bi...lan puluhhh dela...pan, sembi...lan puluh sem...bilan, serrra...tusss... Hah...hah..." Bima ngos - ngosan saat menyelesaikan push-up yang terakhir kalinya. "Udah ya dek? Anang capek," pintanya pada Kiara yang duduk dengan tenang diatas punggungnya sambil memeluk alehernya dengan sebuah kembang gula ditangan bocah kecil itu. Kini adiknya itu sudah berusia tiga tahun.

"Lagi abang, lagi lagi," Kiara tak mengizinkan Bima untuk baristirahat.

"Duuuh, ibu kemana sih? Lama benar," Bima mulai frustasi karena sang adik mulai banyak maunya.

Siang tadi sang ibu menitipkan Kiara padanya dengan alasan 'Ibu repot kalau bawa Kinar bantu tetangga masak - masak'.

Ya, saat ini tetangga mereka sedang mengadakan hajatan pesta pernikahan anaknya. Maka dari itu, sedari Bima pulang sekolah, adiknya sudah menempel padanya.

"Abang! Mau syusyu,"

"Abang! Mau jajan,"

"Abang! Ayo main,"

"Abang! Bla...bla...bla..." dan masih banyak lagi perintaan sang adik yang membuatnya sedikit kerepotan.

Hingga akhirnya Bima putuskan untuk mengajak adinya itu bermain dihalaman rumah.

Bima mengawasi Kiara yang sedang asik bermain masak - masakan dengan tangan yang mengenggam ponsel dengan layar yang sedang memutar chanel pemutar video.

"Ya Allah, Bima! Bunga Ibu!" pekik Yanti dari luar pagar, karena meliahat Kiara yang tengah memetik bunga - bunganya yang sedang bermekaran dengan indahnya.

Bima terkejut mendengar teriakan sang ibu, sampai ponselnya hampir saja terjatuh dari genggamannya.

Yanti berjalan sedikit berlari, mancoba menghentikan aksi Kiara. Diraih dan digendongnya sang anak dengan menapilkan raut wajah yang memelas. Kemudian ia berjalan kearah Bima dan bersiap untuk menyemburkan omelannya.

"Waduh!" Bima ketar ketir melihat apa yang sudah dilakukan sang adik.

"Kamu ini gimana sih? Disuruh jaga Kiara, malah asik main hp," Yanti menjewer putra pertamanya. "Habis bunga Ibu 'kan jadinya."

"Aduh duh sakit, Bu," Bima meringis karena jeweran Ibunya. "Ampun ampun." Ia mengaduh dan memegangi tangan ibunya agar melepasakan jewerannya.

Tanpa disadarinya, ada sosok gadis yang sedang terkikik geli diseberang sana, melihat Bima yang seadang diomeli Ibunya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Terus beri dukungan kamu ya.

Maaf kalau jarang up date.

Lagi fokus sama novel kontrak author yang lagi on going soalnya.

Sambil nunggu up nya Sang Kesatria, coba mampir dulu yuk kekarya author yang lainnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!