Bagian 13

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Bima terus mengayuhkan langkahnya untuk melanjutkan lari paginya, mungkin sekali putaran lagi, fikirnya. Tapi ia urungkan saat ia melihat ibunya keluar dari rumah Aya. Ibunya dan Bulek Sumi memang sudah dekat sejak dulu seperti saudara.

"Ibu!" Panggilnya pada sang ibu yang tak melihat keberadaannya.

Yanti menoleh ke asal suara, ia mendapati putranya kini tengah berkeringat habis olahraga.

"Udah selesai?"

Bima mengangguk. Dan langsung menuju rumah diikuti Yanti.

"Ibu dari rumah Bulek Sumi?" Bima meluruskan posisi kakinya saat pendudukan tubuhnya dilantai ruang keluarga yang bersatu dengan ruang makan.

"Ia. Kasihan Aya." Ucap Yanti sambil menyodorkan sebotol air putih dingin.

"Itu udah pilihannya 'kan, Bu?" Sahut Bima.

"Eemm. Sangat disayangkan dia salah ambil jalan, sampai akhirnya dia terjebak dengan kesalahan yang dibuatnya sendiri. Kamu masih cinta sama Aya?"

"Kenapa ibu tanya begitu?" Tanya Bima heran. Apa ibunya akan meminta dirinya untuk menikahi gadis itu.

"Mungkin aja kamu berfikiran akan menggantikan tanggung jawab ayah si jabang bayi, mengingat kamu masih menyimpan perasaan sama Aya." Yanti mengecilkan bahunya menyampaikan kemungkinan yang bisa saja terjadi.

"Biar ayah si bayi aja yang bertanggung jawab. Lagi pula dalam Islam, menikahi wanita yang sedang hamil hukumnya haram? Apalagi itu bukanlah benih si lelaki?" Sahut Bima.

"Betul. Tapi sayangnya si ayah bayi gak mau tanggung jawab dengan alasan dia bukanlah yang pertama buat Aya."

"Bisa tes DNA kalau usia kandungannya sudah cukup, Bu. Jadi Aya bisa membuktikan itu anak Zaki atau bukan." Bima menegug sisa minum dibotol. "Bima mau bersih - bersih dulu." Lalu ia beranjak meninggalkan sang ibu.

****

Irama lagu dari salah band ternama mengalun dengan volume yang tak begitu keras. Bisa - bisa ikan - ikan di kolam akan pada kabur semua sebelum memakan umpan.

"Woi. Udah dari tadi?" Rudi datang mengagetkan Bima yang tengah khusyuk menunggu umpan disambar ikan.

"Dua puluh menitan lah." Ucapnya.

"Anto belum datang apa gak jadi ikut mancing?" Pasalnya ia tak melihat Batang hidung temannya itu.

"OTW katanya. Tapi gak nyampai dari tadi." Sahut Bima.

"Paling belok dulu kerumah Laras." Tebak Rudi.

"Diterima juga dia sama Laras?"

"Barang kali." Rudi mengangkat bahunya.

Buuk.

Sebuah keranjang mendarat tepat di wajah Rudi.

"Gak jelas." Sewot Bima.

Sedangkan Rudi hanya bisa cengengesan. "Lagi pula, mungkin tuh anak udah ada yang baru di Bandung."

"Sotoy!" Cibir Bima.

"Tanya aja langsung tuh sama orangnya." Tunjuk Rudi dengan dagunya saat yang dibicarakan datang mendekat.

"Tanya apa? Tentang Aya?" Anto langsung menyambar ucapan Rudi.

"Ck." Decak Bima. "Gak usah bahas aib orang."

"Yaahhh.... Yang patah hati." Ejek Rudi.

Bima hanya bisa melotot mendapatkan ejekan itu. Memang ia kecewa, tapi lebih besar lagi rasa sedihnya. Ia sedih nasib gadis yang ia cintai akan hancur seperti ini.

Pluuk.

Anto menepuk pundak Bima. "Tenang aja, kamu bakal dapat ganti yang lebih baik dari dia. Bersyukur kamu tahu lebih dulu gimana dia. Daripada kamu tahunya saat kalian udah saling bersama? Belum tentu dia bisa setia, jika suatu saat dia kamu tinggal tugas saat sudah jadi tentara sungguhan. Baru dua bulan putus aja udah dapat gandengan baru." Tutur Anto panjang lebar.

"Bener bener." Rudi setuju dengan ucapan temannya itu.

"Udah, gak usah dibahas lagi." Bima mencoba mengakhiri pembahasan tentang Aya. Ia bisa berkata tak usah dibahas lagi. Namun dalam fikirannya masih melintas kilasan kerika masa - masa mereka bersama.

Mungkin Bima harus bisa merelakan cintanya itu dan menata kembali hatinya yang tak dapat ia pungkiri amat hancur.

Niat hati saat pulang ia akan mencoba memperbaiki hubungannya dengan sang gadis. Tapi nyatanya, belum genap dua puluh empat jam dia berada dirumah, ia sudah mendengar fakta buruk dari gadis yang ia cintai.

****

"Hati - hati nanti diperjalanan ya, Nak. Jangan lupa jaga kesehatan. Sholatnya juga jangan tinggal." Pesan Yanti saat sang anak akan kembali menempuh pendidikannya.

"Iya Bu. Bima pergi dulu." Bima meraih tangan sang ibu untuk ia salim seperti kebiasaannya dulu saat akan keluar rumah. Tak lupa ia mbawa tubuh kurus sang ibu dalam pelukannya.

Bima dapat merasakan guncangan dari tubuh ibunya, sepertinya sedang menangis. "Ibu jangan nangis. Bima masih belajar, belum perang sungguhan." Bima mencoba berkelakar kepada sang ibu untuk menghilangkan kesedihan wanita terhebatnya.

"Kamu ini." Yanti menepuk pundak sang anak.

"Ya udah, Bima berangkat." Sebelum benar - benar meninggalkan keluarganya, Bima harus berpamitan dahulu pada gadis kecil yang tengah cemberut disamping ibunya.

"Hey." Bima menoel pipi Kiara. "Jelek kalau lagi manyun. Gak mau peluk? Abang udah mau berangkat loh."

Tak ada respon dari gadis cilik itu, namun sedetik kemudian,

Huuuaaaaa...

Tangisnya pecah.

"Kia ikut." Ucapnya ditengah tangisan.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

...Kasi jempol guys......

Terpopuler

Comments

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

TEPAT SEKALI... RESIKO JDI ISTRI APARAT NEGARA, KLO GK SI APARAT YG TRGODA DGN WANITA LAIN DI TMPT TUGASNYA, BSA SI ISTRI YG GK THN KSEPIAN, AKHIRNYA TRGODA DN KMUDIAN SELINGKUH..

2023-10-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!