...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Lily menghalau pengelihatannya menggunakan telapak tangannya pada sinar lampu yang kendaraan yang kini tengah menyorot dirinya.
Motor itu terhenti tepat dihadapannya dengan sosok berseragam loreng diatasnya. Ya, pemuda itu adalah Bima, pria yang menjadi langganan di warung kecil- kecilannya selama kurang lebih sebulan ini. "Mas Bima!"
"Kamu ngapain malam - malam begini masih di halte?" Tanya Bima pada gadis yang berhasil mencuri perhatiannya sebulan terakhir.
"Habis dari kampus, jumpa dosen pembimbing buat ngurus skripsi." Tutur gadis itu.
Bima mengangguk. "Terus kenapa belum pulang? Udah malam."
"Gimana mau pulang? Kalau angkotnya gak ada nongol satu pun dari tadi." Gerutu Lily. Ia sudah lelah menunggu angkutan umum yang tak kunjung lewat dari dua jam lalu.
"Bukanya hari ini ada demo mogok beroperasi para supir angkutan umum ya? Emang kamu pergi ke kampus bagaimana?"
"Tadi siang nebeng Bang Ilham." Jawab Lily jujur.
Bima mengeratkan genggamannya pada stir motor. Hatinya saat ini seakan memanas saat mengetahui Lily diantar rekannya di kesatuan. "Ya udah ayo. Biar aku antar sekalian, bukannya kita satu arah? Dan tinggal tak jauh dari kawasan yang sama?"
Lily menatap boncengan motor Bima yang kosong. Ia sedikit ragu untuk naik ke atasnya. Ia takut akan menjadi bahan perbincangan orang dilingkungan tempat tinggalnya. Tadi siang, ia sudah pergi bersama pria berseragam loreng, dan malam harinya ia pulang dengan pria berseragam loreng tapi dengan pemuda yang berbeda.
"Ayo. Udah terlalu malam buat nunggu angkutan umum. Kamu juga sendiri disini." Ajak Bima lagi.
Benar juga yang dikatakan pak loreng satu ini. Meski dengan rasa ragu, Lily mulai mendudukan bokongnya pada boncengan motor Bima.
Bima tersenyum senang dibalik helmnya. Ia mulai melajukan motor dengan kecepatan sedang.
Bima membelokan motornya disebuah gerobak nasi goreng sebelum melanjutkan perjalanan.
"Mas Bima mau pesan nasi goreng dulu?" Tanya Lily saat Bima berhenti didekan gerobak penjual nasi goreng.
"Heem. Lapar. Belum sempat makan. Kita makan dulu, baru lanjut jalan pulang." Tanpa menunggu lebih lama, Bima sudah mendudukan tubuhnya disebuah bangku plastik dengan meja didepannya sudah disediakan. "Kenapa masih disitu?" Tanya Bima yang melihat Lily tak beranjak dari tempatnya berdiri.
Lily menggeleng. Dan tetap pada posisinya.
"Ayo kemari. Saya traktir kamu dan temani saya makan. Bosen juga tiap hari kalau makan gak ada temannya." Bujuk Bima. Tampaknya gadis itu masih ragu. "Mang. Nasinya dua." Akhirnya Bima memutuskan pesanannya tanpa diiakan ajakannya oleh Lily. Bima melambaikan tangannya pada gadis itu. Dan kali ini gadis itu menurut.
Keduanya duduk berdampingan namun tak ada kata yang terucap dari keduanya. Kare saat ini Bima tengah fokus pada ponselnya. Sepertinya sedang berkirim pesan, mungkin pada kekasihnya?
Bima mengangkat pandangannya dari ponsel dan kemudian mengantonginya. "Kamu kuliah jurusan apa?"
"Akuntan perbankan." Jawab Lily singkat. Entah mengapa setiap berada didekat pria ini, ia seperti kehilangan kata - kata. Tak seperti saat ia menyapa para rekan Ayub lainnya. Bima mengangguk dan kembali diam mendengar jawaban singkat Lily.
"Mas Bima dari mana?" Lily berusaha membuka komunikasi yang lebih nyman lagi dengan Bima.
"Nyelesain tugas dari komandan." Jawab Bima sambil tersenyum manis.
Deg deg deg...
Jantung Lily memompa lebih cepat saat pandangannya menangkap senyum pria berseragam loreng ini.
"Ini pesanannya, Mas Mbak." Interaksi keduanya terhenti saat penjual mengantar pesanan mereka.
"Terima kasih, Mang." Ucap keduanya.
Setelah penjual itu berlalu, keduanya langsung menyantap nasi goreng yang terlihat nikmat dari aromanya. Keduanya makan begitu lahap. Sepertinya mereka berdua kini memang sangat lapar. Bima meminum es teh yang juga ia pesan hingga tandas.
"Lapar banar ya Mas?" Goda Lily. Ternyata pemuda ini tak ada jaim - jaimnya ketika bersama lawan jenisnya.
Bima tersenyum lebar mendapat pertanyaan itu. "Iya. Dari siang belum makan."
"Emang begitu ya, tentara makannya gak teratur?" Lily melipat tangannya di atas meja. Ritual mengisi perutnya juga sudah selesai.
"Enggak juga. Mungkin efek gak ada yang ngurusin."
"Ya nikahin lah pacarnya." Sahut Lily yang mulai merasa percakapan ini mulai dua arah.
"Sayangnya gak ada yang mau dinikahi." Bima mengangkat kedua bahunya.
Lily melongok mendengar ucapan Bima. Gak ada yang mau dinikahi? Seberapa banyak pacar dari pemuda ini?
"Kenapa?"
"Pacar - pacar Mas gak ada yang mau dinikahi?" Tanya Lily tak percaya.
Kening Bima berkerut. Apa katanya tadi? Pacar - pacar? Sejak kapan ada pacar - pacar jika pacar saja ia tak punya.
"Sejak kapan saya punya banyak pacar?" Bima memiringkan kepalanya.
"Itu tadi Mas bilang gak ada yang mau dinikahi?" Lily mendebat Bima.
"Gimana ada yang mau? Kalau satupun gak punya?"
"Oh ya?" Tanya Lily tak yakin. Lelaki mapan seperti Bima tak memiliki kekasih.
Bima mengangguk pasti. "Kalau yang satu ini mau diajak nikah, bakal aku lamar."
"Loh? Tadi katanya gak ada?" Lily jadi bingung sendiri.
"Saya mau ajak kamu nikah. Tapi dua tahun lagi. Kamu mau jadi Persit seorang Letda Bima Arya?" Ucap Bima dengan wajah yang serius.
Lily masih mencerna pertanyaan dari perkataan Bima yang membuatnya terkejut. Apa saat ini dia sedang dilamar?
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
TANPA BASA BASI, TEGAS DN LUGAS SERTA TRARAH, LGSUNG TEMBAK...😁😁😁😁😁😁
2023-10-22
0