Bagian 7

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Dua anak manusia yang mulai beranjak dewasa yang kini tengah menatap senja dari atas bukit wisata tak jauh dari tempat tinggal mereka.

Sudah tiga puluh menit berlalu, tapi tak ada satupun dari keduanya yang membuka suara.

Aya menatap wajah sang kekasih yang sudah menjalin hubungan dengannya kurang lebih dua tahun ini. Gadis itu menangkap sorot mata sedih dan bimbang yang terpancar dari wajah tampan Bima, lengkap dengan lesung pipinya

"Kamu kenapa? Ada masalah?" akhirnya Aya buka suara terlebih dahulu.

Bima menoleh kearah sang kekasih. Pemuda itu hanya memberikan senyum manisnya. "Aku bakal ikut pendidikan Akmil," ucapnya dengan hati-hati.

Aya terkejut mendengar berita yang Bima sampaikan. Namun dengan cepat ia merubah raut wajahnya dan memberi senyum yang tak kalah manis dari senyum Bima.

"Lalu?" hanya satu kata itu yang bisa Aya ucapkan saat ini.

Bima menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. "Pendidikannya akan memakan waktu empat tahun,"

"Iya." Aya mengangguk, menunggu kelanjutan kalimat Bima.

"Dan aku akan ke Magelang," ucap Bima lagi.

Aya mengangguk lagi. Kenapa Bima bicara sepotong - sepotong? Kenapa gak sekaligus?

"Aku gak mau nantinya kita saling menyakiti dalam masa penantian kita." Bima tertunduk dengan memeluk kedua lututnya. "Jadi lebih baik, kita akhiri hubungan ini dengan cara baik - baik agar kita bisa berteman tanpa rasa canggung kedepannya," akhirnya kalimat menyakitkan itu keluar juga dari bibirnya.

"Kenapa harus berakhir?" tanya Aya dengan mata yang mulai mengembun.

"Biar gak ada kesempatan untuk kita saling menyakiti." Jawab Bima.

"Teryata kamu udah sakiti hati aku untuk saat ini 'kan?" Aya mengusap air mata yang sudah mengalir di pipinya.

Bima melihat Aya yang sedang menangis sebenarnya merasa tak tega. "Kita gak akan tahu jalan yang akan kita lalui kedepannya gimana. Siapa yang kita temui dan dekat dengan kita. Bisa jadi disaat penantian itu aku atau kamu tertarik dengan sosok yang lain. Akhirnya timbul penghianatan disaat kita bersusah payah untuk mempertahankan hubungan jarak jauh," tutur Bima.

"Jadi kamu bakal cari yang baru di sana?" kini wajah marah dengan mata melotot yang tampak dari wajah cantik itu.

"Bukan, bukan begitu maksudnya," sanggah Bima cepat. "Aku hanya gak mau jadi orang yang kamu benci bila itu terjadi. Bukankah kalau jodoh gak akan kemana?"

Aya menatap sekilas pemuda ini, dan sedetik berikutnya membuang muka kearah yang berlawanan. Sungguh, saat ini Aya benar-benar kesal dan marah pada Bima.

"Aku ingin lebih fokus pada pendidikan dan mengejar karir. Jadi ... lebih baik kita menjadi teman." Bima menggenggam tangan gadis yang masih mengeluarkan air matanya.

"Kapan berangkat?" Tanya Aya yang berusaha lapang dada menerima kandasnya hubungannya dengan Bima.

"Lusa,"

"Kenapa kamu baru bicarakan ini sekarang? Segitu gak pentingnya ya aku buat kamu?" tuding Anye.

"Enggak gitu, Ya. Aku bingung mau ngejelasin ke kamunya," sanggah Bima.

"Au ah. Aku mau pulang." Aye beranjak menuju sepeda motornya.

"Ay!" Bima mencekal lengan gadis itu. "Mau jadi teman aku?" tanyanya penuh harap.

Dengan wajah sebalnya, mau tak mau Aya mengangguk. Mau bagai mana lagi? Apa yang dikatakan Bima tadi ada benarnya. Jangan sampai hati mereka sampai tersakiti dengan adanya penghianatan.

Dengan menghentakkan kakinya, Aya menuju motornya yang terparkir tak jauh dari mereka. "Ayo pulang! Udah mau magrib," ketusnya pada mantan pacarnya.

Tanpa menunggu lebih lama, Aya langsung meninggalkan tempat itu tanpa menunggu Bima lebih dahulu.

Bima belum beranjak dari tempatnya. Ia hanya memperhatikan punggung Aya yang kian menjauh. "Maafkan Bima mu ini, sayang," ucapnya dengan tatapan sendu. "Aku hanya gak mau kamu nunggu terlalu lama tanpa kepastian. Semoga saja nanti kita berjodoh,"

****

"Jadi?" Anto memiringkan kepalanya sambil menatap Bima.

"End," jawab Bima singkat.

"Terus Aya mau terima keputusan kamu?" tanya Rudi. Ia ikut penasaran dengan nasib percintaan temannya yang satu ini.

"Awalnya enggak. Tapi dia bisa terima," Ucap Bima sambil memainkan kayu yang ia dapat didekatnya.

"Nggak bakal nyesel gitu?" si kepo Rudi bertanya lagi.

Bima menarik nafas dan menghembuskannya. "Entah lah"

"Terus nasib kita gimana, To?" Kini Rudi melemparkan pertanyaan tentang masa depan pada Anto.

"Aku bakal kuliah ke Bandung. Aku mau jadi arsitek handal,"

"Kalau mau jadi arsitek, gak perlu kuliah juga bisa. Buktinya bapakmu bisa jadi tukang bangunan yang jasanya laris manis dicari orang,' sahut Rudi.

"Yee ... si dodol." Anto menoyor kepala teman koplaknya itu. "Dimana - mana tuh orang tua mau kerjaan anaknya lebih baik dari orang tuanya,"

Rudi cengengesan mendengan dumelan Anto. Dia hanya tak ingin ditinggal sendiri oleh kedua temannya ini.

"Terus kamu?" kini gantian Bima bertanya tentang masa depan Rudi.

Huuuuhhh... "Mungkin jadi karyawan perkebunan,"

"Kenapa gak kuliah? Kalau gak bisa diluar daerah, di daerah kita juga banyak universitas," tanya Bima lagi.

"Aku capek belajar. Mau cari duit dan istri aja," jawab Rudi dengan entengnya.

"Yeeee ... si kampret!" Seru Bima dan Anto berbarengan sambil memiting leher Rudi yang kini posisinya memang berada ditengah - tengah mereka.

****

Kini hari yang ditunggu - tunggu Bima sudah tiba. Sedari subuh Yanti sudah mulai sibuk dengan keperluan sang anak yang sebentar lagi akan pergi menempuh pendidikannya.

Bima menghampiri ibunya dan membawanya kedalam pelukannya. "Bima cuma beberapa tahun disana, Bu. Gak pindahan juga,'' ucapnya, karena ia melihat banyak barang yang masih disusun ibunya untuk ia bawa.

Bima bisa merasakan tubuh sang ibu yang berguncang. Ia tahu ibunya kini tengah menumpahkan air mata dalam pelukannya.

"Bima 'kan bakal pulang setahun sekali, Bu, saat liburan," Bima mengeratkan pelukannya, mencoba menenangkan sang ibu.

"Tapi kamu jauh banget dari keluarga, Bim. Kalau sakit gimana? Gak ada yang ngerawat kamu nanti," ucap Yanti disertai isakan tangisnya.

"Bu! Anakmu ini calon tentara loh. Bukan anak manja," kini Cipto buka suara yang sejak tadi memperhatikan interaksi anak dan ibu itu. "Udah-udah. Udah siapkan semua? Ayo berangkat! Nanti bisa ketinggalan pesawat." Cipto menuju mobil yang ia rental untuk mengantarkan sang anak ke bandara.

Dengan terpaksa, pelukan ibu dan anak itu terlepas. Bima membawa tas ranselnya dimana barang - barang penting berada disana.

Setiba di teras rumahnya, Bima merogoh saku celana untuk mengambil ponsel dari sana. Ia mengerikan sebuah pesan dan mengirimkannya pada seseorang.

"Aku berangkat, Ay,"

Bima memasukan kembali ponselnya kedalam saku celana usai mengirimkan pesan pada Aya. Tatapannya kini mengarah kearah rumahnya yang tepat berada didepan rumahnya. Pintu tertutup rapat. Tampak tak ada siapapun disana. Ia berharap seseorang keluar dari dalamnya dan memperlihatkan senyum indah untuk mengiringi kepergiannya. Namun nihil, sampai ia masuk kedalam mobil, tak ada seseorang yang ia harapkan muncul dari dalam.

Dilain sisi, tampak seorang gadis yang berdiri didepan jendela, tengah memperhatikan pemuda yang kini tengah melihat kearah rumahnya. "Semoga tercapai cita - cita kamu, Bim." Lirihnya sambil menggenggam ponselnya.

...****************...

Hay.... Aku datang lagi.

Jangan lupa untuk like dan beri komentar kamu.

Kritik dan saran author tampung.

Terpopuler

Comments

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

NAHH, FILLING KU BNAR.. LIAT AZA NNTI, APA MRK BRJODOH, APA MSING2 PNY TMBATN HATI BARU

2023-10-22

0

Yunia Afida

Yunia Afida

malas mikir ya rud, mending kerja

2023-05-10

1

Yunia Afida

Yunia Afida

yang baru maksud nya ya

2023-05-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!