AFTERNOON WITH YOU

AFTERNOON WITH YOU

GIA.

...Halo Semua👋 Terimakasih banyak untuk kalian yang sudah menyempatkan diri membaca cerita karangan Mimin 🙏...

...Sebenarnya ini adalah karya pertama Mimin yang baru saja di update... 🥰...

...Jika kalian suka, harap like, vote, & komen sebanyak-banyaknya!! Biar Mimin tambah semangat dalam update... 💪🤗...

...Oh ya, jangan lupa follow Mimin yaa...😁...

...Beri respon yang positif...⭐ 🥰...

...Jika ada kekurangan atau kesalahan kata dalam penuturan kalimat, harap beri saran di komen yaa!!!...

...Karna setiap komentar dari pembaca sangatlah penting untuk menumbuhkan rasa semangat Mimin untuk merevisi cerita menjadi lebih baik dan nyaman bagi para pembaca... 🙏😊...

...Terimakasih banyak.......

...Selamat membaca... 🥰...

...----------------------------------------------------...

...Pada tahun 2014....

...Pagi hari yang cerah di kota dengan jalan yang di penuhi keramaian para pengendara dan para pejalan kaki. Di sebuah rumah yang tepatnya di pinggir jalan....

Cerita di awali dengan seorang gadis bernama Gia yang sedang tertidur pulas di kamarnya sambil mengenakan masker wajah dan dua potong timun di kelopak matanya.

Drriririringggg. (suara telepon berbunyi).

"Ckktt, siapa lagi sih? Ganggu banget!" Gumam Gia sembari mendengus kesal.

Ia langsung meraba-raba meja di sampingnya, berusaha mencari ponselnya dengan posisi tubuh yang masih terlentang tanpa menggerakkan wajah sedikitpun.

"Halo... Ini siapa?" Tanya Gia yang masih tetap berbaring.

^^^"Gia ini aku."^^^

Mendengar suaranya. Ia mengenali suara laki-laki yang meneleponnya yaitu kekasihnya bernama Ben.

Gia langsung beranjak dari kasurnya dan melepas dua potong timun di matanya.

"Ben. Kamu telpon aku?" Celetuk Gia kegirangan.

^^^"Iya."^^^

Gia langsung menganga tak percaya lalu ia menepuk-nepuk kedua pipinya memastikan ini mimpi atau tidak? Karna selama ini kekasihnya sudah tiga bulan tak mengabarinya.

"Sayang. Kamu kemana saja sih? Kok kamu baru telpon aku. Kamu tau gak? Aku tuh kangen banget sama kamu!" Ucap Gia dengan manja.

^^^"Aku pengen ketemu sama kamu sekarang! Ada sesuatu yang pengen aku omongin sama kamu."^^^

"Ketemu? Segitu kangennya kamu sama aku sampai ngajak ketemu. Kira-kira kapan kita ketemu? Dimana?" Tanya Gia penasaran sembari menggigit kuku jarinya.

^^^"Sekarang di cafe xxx! Tempat waktu pas kita jadian dulu. Temui aku di sana jam 9 tepat. Oke? Kamu harus sudah ada di sana."^^^

"Baik siap pak bos! Jam 9 aku bakal sudah ada di sana! Mungkin sebelum jam 9 aku bakal sudah datang." Ucap Gia menjanjikan. Ben langsung menutup teleponnya.

Gia langsung bergegas pergi ke kamar mandi dan membersihkan wajahnya. Kemudian ia memilih pakaian yang akan ia kenakan hari ini. Ia memilih memakai dress berwarna merah muda.

Setelah itu ia merias wajahnya.

Pertama yang Gia lakukan adalah memberi lipstik pada bibirnya.

"Waduh lipstik Gue sudah habis! Gue harus pakai apa ya?"

Kemudian Gia melihat spidol berwarna merah lalu memakaikannya di bibirnya dengan spidol.

"Bagus! Gak ada lipstik pakai spidol saja gapapa. Sama-sama merah. Dulu juga waktu pas zaman gak punya lipstik pakai spidol."

kemudian ia bergaya di depan cermin. Lalu ia memperhatikan wajahnya.

"Muka Gue kok kusam ya? Bedak? Gue lupa gak pakai bedak! Harusnya pakai bedak dulu baru pakai lipstik! Haduh bodohnya Gue!" Gia langsung menepuk kepalanya.

Kemudian ia mencari bedak, namun ia kehabisan bedak. Ide konyol Gia mulai muncul. Ia langsung pergi ke dapur dan meraup sejumput tepung lalu membalurkannya pada wajahnya.

"Pakai tepung saja! Dulu waktu gak ada bedak pakai tepung. Memakai bedak gak harus melihat cermin. Gue sudah cantik walaupun gak lihat cermin." Gumam Gia sambil membalur beberapa jumput tepung ke wajahnya.

Setelah bersiap-siap. Gia langsung turun ke bawah.

Di bawah, ibunya Gia sedang bersiap-siap untuk pergi keluar sembari menenteng tasnya.

"Gia sayang. Kamu mau kemana pakai baju sebagus itu?" Tanya sang ibu.

"Gia mau ketemu Ben mah." Jawab Gia sembari berbalik menatap ke arah ibunya. Tiba-tiba...

"**AAAKKKHHHH." Teriak ibunya. Gia pun ikut berteriak.

"Kenapa mah?"

"Kamu ini kok mukanya jelek gitu kayak hantu!" Celetuk sang ibu ketakutan sambil menutupi wajahnya.

"Jelek gimana mah? Orang cantik begini dibilang kayak hantu!"

"Kalau gak percaya, kamu lihat saja sendiri di cermin!"

Gia langsung melihat ke arah cermin besar yang berada di sudut rumah. Setelah memandangi dirinya di cermin, Gia langsung berteriak histeris sama seperti ibunya tadi.

Kemudian ibunya membawa Gia ke kamarnya lalu merias putrinya dengan rapih.

"Kamu ini kalau dandan yang benar! Kamu ini sudah besar bukan anak kecil lagi. Kamu ini dandan pakai apa sih? sampai mukanya kayak hantu gitu." Tanya ibunya sambil membersihkan wajah Gia menggunakan tisu dan Micellar water.

"Bedak sama Lipstik Gia sudah habis mah. Jadi Gia terpaksa deh pakai tepung sama pakai spidol." Jawab Gia sembari menyunggingkan bibir.

"Masa pakai spidol sama tepung? Konyol banget sih kamu! Jangan biasakan kelakuan kamu yang dulu sama yang sekarang! Kenapa kamu gak beli saja kemarin? kalau lipstik dan bedak kamu sudah habis. Kita ini sudah kaya! Bukan miskin lagi! Jangan kelihatan bodoh di hadapan orang lain! Harus jaga image." Tegas ibunya.

"Gia lupa mah! Tadinya Gia gak akan kemana-mana. Tapi, tadi Ben telepon Gia. Dia pengen ketemu sama Gia."

"Ben? Bukannya sudah lama ya dia gak ngabarin kamu? Kok sekarang tumben dia telepon kamu dan ngajak kamu ketemu?" Tanya ibunya penasaran.

"Gia gak tau mah!" Jawab Gia bingung.

"Pokoknya nanti kalau sudah ketemu Ben. Jaga sikap kamu! Jangan malu-maluin!"

Gia menghela nafas panjang.

"Iya mah."

"Kalau begitu sekarang pakai lipstik sama bedak mama dulu. Besok kamu harus beli! Kalau ketemu Ben itu kamu harus cantik! Jangan kayak tadi nyeremin kayak hantu. Mamah juga takut lihat muka kamu tadi. Apalagi Ben, bisa-bisa dia kabur!" Ejek ibunya sambil merias wajah putrinya yang terbilang masih polos.

"Mah. Kok Gia merasa muka Gia menor ya! Muka Gia jadi kayak tante-tante!" Ucap Gia setelah memperhatikan wajahnya yang sudah di dandani ibunya.

"Oh jadi kamu lebih suka dandanan kamu yang kayak hantu tadi? Dari pada yang ini." Ibunya mulai emosi.

"Ah enggak mah!" Ucap Gia sambil cengengesan.

"Tante-tante dari mana? Nih mama kasih tau ya. Semakin banyak wanita berdandan, semakin kelihatan aura kecantikannya!" Ujar ibunya sembari membereskan peralatan makeup.

"Oh gitu ya mah?"

"Iya. Makanya kamu harus nurut sama mama! Dan harus banyak berdandan."

"Oke mah, kalau gitu... Mulai sekarang, Gia bakal banyak berdandan biar Ben makin naksir sama Gia."

"Iya dong, harus!" Seru ibunya. Kemudian ibunya menyuruh Gia untuk mengganti bajunya dengan mini dress.

Setelah selesai ganti baju dengan dress pilihan ibunya.

"Sudah selesai! Sekarang kamu sudah bisa pergi. Tuh kan lihat! Muka kamu sekarang sudah cantik kayak mama." Lanjut sang ibu memuji.

"Beneran mah?" Tanya Gia sambil tersenyum kegirangan.

"Iya, Ben pasti bangga punya pacar secantik kamu." Ucapan sang ibu membuat Gia semakin tambah semangat untuk bertemu Ben.

"Kalau begitu Gia pergi dulu ya mah. Ben sudah nunggu." Pamit Gia.

"Iya hati-hati ya!" Ucap sang ibu.

"Tapi mah, Gia boleh gak perginya naik mobil sama supir?" Pinta Gia.

"Apa? Kenapa harus bawa-bawa supir segala sih?"

"Ya sudah kalau mama gak izinin gapapa. Tapi boleh gak Gia pinjam mobilnya sebentar saja? Gia mau coba menyetir sendiri." Pinta Gia dengan mata berbinar-binar.

"Gak boleh!" Tolak ibunya dengan sorot matanya yang tajam.

"Kenapa mah??" Tanya Gia kesal.

"Itu mobil mau mama pakai buat ketemu teman-teman mama di mall. Kamu naik taksi saja!"

"Loh kok pakai mobil? Mama saja yang naik taksi! Jangan naik mobil! Itu mobil mau Gia pakai dulu!" Gerutu Gia.

Ibu dan anakpun mulai berdebat tak mau kalah.

"Pokoknya gak boleh! Masa mama naik taksi. Entar apa kata teman-teman mama nanti? Kalau mereka lihat mama naik taksi? Nanti bisa-bisa image mama sebagai orang kaya gak akan kelihatan!"

"Ih mama ini, banyak gaya banget sih!" Cibir Gia.

"Ya iyalah harus! Hidup itu harus banyak gaya agar orang-orang di sekitar menghargai kita dan gak merendahkan kita!" Ujar sang ibu.

"Mama juga mau belanja banyak hari ini. Kalau mama gak bawa mobil, entar belanjaan mama mau di taruh di mana?" Lanjutnya.

"Ya sudah kalau begitu, Gia mau pergi naik taksi saja." Gia pun mengalah.

Gia langsung pergi setelah diberi ongkos ibunya untuk naik taksi.

*****

Dalam perjalanan, sialnya Gia terjebak macet.

"Duh pak. Bisa cepetan gak pak? Sat set sat set gitu! Pacar saya sudah nunggu nih!" Desak Gia.

"Sabar neng! Gak lihat tuh? Di depan lagi macet." Ucap pak supir penuh kesabaran.

"Duh. Gak bisa selap-selip gitu pak? Susah banget sih kalau pakai mobil banyak diamnya. Harusnya bapak pakai motor jangan pakai mobil biar bisa selap-selip gak kena macet!" Sewot Gia menyalahkan.

"Loh! kok Eneng jadi menyalahkan saya? Ini kan sudah profesi saya sebagai supir taksi! Ya salah Eneng sendiri kenapa gak naik ojek saja? Malah pilih naik taksi? Padahal ojek tadi banyak." Ucap pak supir berdenyit heran.

"Kalau saya naik ojek, bisa-bisa image saya sebagai anak orang kaya gak akan kelihatan pak!" Tegas Gia dengan nada tinggi.

"Nah tuh kan! Salah Eneng sendiri! Eneng gengsinya terlalu tinggi sih. Makanya jangan menyalahkan saya itu kan sudah keinginan Eneng sendiri maunya naik taksi! Ya emang sudah resikonya kalau naik taksi ke jebak macet kayak gini. Ya mau bagaimana lagi?"

"Bapak ini cerewet banget sih! Baru kali ini saya dapat supir secerewet bapak!" Ketus Gia dengan nada kesal.

"Saya juga, baru kali ini saya dapat penumpang senyebelin Eneng!" Ucap pak Supir tak mau kalah.

"Sudah ah! Saya turun di sini saja. Saya males dengar ocehan bapak!" Ketus Gia dengan penuh kekesalan lalu keluar dari mobil.

"Eh, neng bayar dulu!" Panggil pak supir. Gia berjalan cepat pura-pura tak mendengar panggilannya.

Kemudian ia menyebrang. Baru beberapa detik kemudian, jalan kembali tak macet lagi. Kendaraan mulai kembali berjalan dengan normal.

"Lohh! Kok gak macet lagi?"

Gia langsung melambaikan tangannya mencoba memberhentikan taksi, namun beberapa taksi tak ada yang mau berhenti, karna Gia berada di arus jalan yang salah.

"Duh sialan! Giliran jalan kaki. Jalan gak macet lagi. Apa jalan di sini senang ya lihat Gue jalan kaki!" Gia emosi lalu berteriak.

"AAAKKKHHH."

******

Pukul 9 pagi.

Setelah sampai di cafe.

Gia menunggu Ben yang belum kunjung datang sambil senyum-senyum sendiri.

"Ben di mana ya? Katanya jam 9 harus sudah ada di sini. Tapi ini sudah jam 9, kok Ben belum datang juga ya? Apa dia ke jebak macet?" Pikir Gia.

"Permisi mba?" Panggil Gia pada seorang pelayan.

Pelayan itu langsung menghampirinya sambil membawa buku dan pulpen untuk menuliskan pesanan.

"Mba, saya mau pesan makanan yang paling enak di cafe ini." Lanjut Gia memesan.

"Makanan apa ya mba? Soalnya makanan di sini enak-enak semua." Tanya pelayan sambil memuji makanan di cafe ini.

"Ah, maksud saya. Saya pesan 2 porsi makanan yang paling enak banget dan yang paling mahal di sini. Yang paling enak banget pokoknya! Gak peduli berapa harganya, saya ini anak orang kaya mampu bayar! Yang penting makanannya enak!" Ucap Gia membuat pelayan sedikit kebingungan.

"Baik mba, makan di sini apa di bungkus?"

"Makan di sini saja!"

"Baik mba." Saat pelayan akan pergi Gia memanggilnya lagi.

"Mba sama minumannya ya! Apple juice dan orange juice." Pinta Gia.

"Baik mba." Ucap pelayan sembari menuliskan pesanan lalu saat akan beranjak pergi, Gia lagi-lagi memanggilnya.

"Mba tunggu! Tolong pastikan buahnya import ya mba! Higienis dan steril!" Pinta Gia banyak menawar. Pelayan langsung menghela nafas dan mengangguk pelan.

"Baik mba, ada lagi?" Tanya pelayan itu dengan posisinya yang masih penuh kesabaran menghadapi pelanggan yang menjengkelkan yang terus saja memanggilnya tiap kali beranjak pergi.

"Gak ada mba!" Jawab Gia. Pelayan langsung pergi menyiapkan pesanan.

Gia langsung pungak-pinguk, lalu ia kembali senyum-senyum sendiri seperti orang aneh sembari terus menghubungi Ben. Namun Ben belum meresponnya sama sekali.

"Kok Ben gak angkat telepon Gue sih? Padahal dia lagi aktif. Apa jangan-jangan? Ben mau kasih Gue kejutan? Apa jangan-jangan dia mau melamar Gue?"

Gia mulai berkhayal dan membayangkan Ben sudah datang menghampirinya sambil membawa buket bunga lalu berjalan ke arahnya dan berlutut di hadapannya.

"Gia! I Love You."

Gia pun langsung memperlihatkan senyumannya yang merekah sambil menerima tangan Ben lalu mereka saling tersenyum. Gia berkata...

"I love you too. Ben."

Sontak! Tiba-tiba Gia tersadar dari khayalannya saat seorang pelayan pria berhasil menyadarkannya dari khayalannya dengan terus memanggil-manggilnya.

"Mbaa!! Lepasin tangan saya mba! Saya bukan Ben. Saya Sutisno!"

Gia kaget dan langsung melepas tangannya.

"Kamu? Kurang ajar! Beraninya kamu pegang-pegang tangan saya hah!" Bentak Gia.

"Kan mba sendiri yang pegang-pegang tangan saya duluan! Pas saya lagi menghantarkan makanan ke meja mba." Ucap pelayan pria itu membela diri sembari berdenyit heran, kemudian pergi.

"Dasar pelayan gak sopan! Kalau cafe ini punya Gue, sudah Gue pecat dia!" Gumam Gia sembari mendengus kesal dan mengelap-elap tangannya dengan tisu basah lalu mengibaskan rambutnya.

1 jam berlalu.

Ben belum kunjung datang. Gia terus menunggunya sambil menatap makanan di meja yang ia pesan sudah dingin.

"Hmm.. Kok Ben lama banget ya? Makanan sudah dingin lagi." Gumam Gia sedih sambil terus menghubungi Ben dan terus mengirimkannya pesan. Namun, Ben tak kunjung meresponnya meskipun WhatsApp nya sedang aktif.

"Lapar! Dari pagi belum makan!" Gumam Gia lagi sambil memegangi perutnya yang mulai keroncongan.

Kemudian Gia memutuskan untuk makan duluan, ia bingung harus memilih makanan yang mana? Karna makanan yang datang berbeda. Kemudian Gia mengambil sepiring yang berupa steak dan salad. Ia langsung memakannya dengan lahap. Saat asik makan, Gia melirik makanan satunya lagi yang tadinya untuk Ben yang berupa Daging dengan toping keju, kentang, dan parsey. Gia langsung mencomotnya sedikit.

"Mmm... Enak..." Gumam Gia sambil makan dan terus mencomot makanan yang tadinya untuk Ben hingga menyisakan setengahnya.

Pukul 1 siang.

Makanan yang Gia pesan sudah habis tinggal menyisakan setengah makanan untuk Ben.

Ben masih belum kunjung datang. Gia sangat bosan menunggunya terus, hingga tanpa sadar ia pun tertidur lelap.

Setengah jam kemudian.

Akhirnya Ben datang.

Ia melihat Gia yang tertidur pulas dan banyak orang di cafe yang memperhatikannya yang tertidur sambil mangap dan mengeluarkan banyak air liur, hingga tak sedikitnya orang di sana yang melihatnya menertawakannya. Ben merasa malu melihat Gia yang tertidur seperti itu, kemudian Ben menghampirinya dan membangunkannya.

"Gia! Giaa! Giaaaa."

"Giaa banguunn."

Perlahan-lahan Gia mulai membuka matanya dan bangun sembari mengelap air liurnya yang keluar, setelah itu ia melihat Ben yang sudah ada tepat di depan mata.

"Beennn." Seru Gia senang.

Gia langsung berdiri dan akan memeluknya.

Saat akan memeluk, Ben mencegahnya. Gia langsung kaget tapi ia tak pikir panjang.

"Kamu kok lama banget? Aku sudah nunggu kamu lama dari jam 9. Aku pikir aku yang telat, ternyata kamu yang paling telat." Ucap Gia sambil tetap tersenyum merekah.

"Aku..."

Belum selesai Ben bicara. Gia sudah menaruh telunjuknya di bibirnya.

"Sutttt! Sudah jangan bicara! Aku tau kamu mau bilang apa? Pasti kamu mau minta maaf kan? Karna sudah datang terlambat. Iya kan?"

Ben hanya terdiam kaku sembari menatap Gia.

"Sudah, jangan minta maaf! Aku sudah maafkan kamu kok. Sesama pasangan kan harus saling memaafkan." Tutur Gia. Ben terus terdiam.

"Kalau begitu, ayo duduk! Aku sudah pesankan makanan buat kamu." Sambung Gia.

"Enggak! Aku di sini cuman sebentar kok gak akan lama." Ucap Ben.

Gia langsung bingung dengan ucapan Ben sekaligus terkejut melihat tangan Ben yang tak membawa bunga atau apapun, tak sesuai harapan Gia.

"Gia! Ada sesuatu yang mau aku bicarakan sama kamu. Ini penting!" Ucap lagi Ben.

"Ini sesuatu yang sangat penting dari kenyataan yang belum pernah kamu tau." Ben memperlambat ucapannya hingga Gia di buat penasaran.

"Tapi aku gak yakin kamu siap menerima ini atau enggak?" Sambungnya sambil menunduk malu.

"Kalau ada yang mau kamu bicarakan. Bicarakan saja!" Ucap Gia yang masih menahan senyumannya.

"Gia. Aku ingin kita putus!" Ucap Ben dengan lantang.

Jleebbbb.

...----------------...

...Bersambung....

Terpopuler

Comments

martina melati

martina melati

bore bingittt

2024-07-06

0

martina melati

martina melati

apa tidak berbahaya jika makan ato minum??

2024-07-06

0

Wawan

Wawan

Lanjuuut ....✍️

2023-07-23

2

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 68 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!