Semesta 2
20 september 2022
Rumah Sakit Motekar, Bandung.
Ruang kerja residen.
Indah 32 tahun, seorang dokter residen.
Dari ambang pintu terlihat perempuan itu tengah duduk di kursinya. Bagian punggungnya terlihat membengkok, sebuah kacamata terpasang di bawah matanya. Bola matanya bergerak dari ke kanan dan kiri. Membaca tiap kata yang berada di buku catatannya. Di saat yang bersamaan seluruh isi kepalanya bekerja mecoba menerjemahkan dan memahami apa yang di bacanya.
10.35 wib
Buk
Ia menutup sebuah laptop yang berada di hadapannya.
Tak lama setelahnya terlihat ia beranjak dari tempatnya.
Baju scrubs yang di kenakannya terlihat lusuh.
Indah berjalan keluar dengan langkah yang begitu cepat. Rambutnya yang terikat bergoyang ke kanan dan ke kiri.
Detak jantung berdetak sangat cepat.
Ia mengepalkan lengannya, menyembunyikan rasa gugup yang ada di dalam seluruh tubuhnya.
Hari ini ia kembali bertugas di ruang bedah. Meskipun, bukan untuk pertama kalinya. Tetap saja rasa gugup selalu menghampiri Indah terlebih ini menyangkut nyawa pasien. Setiap detik yang ia gunakan di ruangan itu terasa sangat penting dan berharga.
Brushhh
Ia membasah seluruh bagaian wajahnya, berulang kali. Selanjutnya, ia menengadahkan kepalanya menatap ke arah cermin yang memantulkan wajahnya. Kedua lengan Indah menggenggam erat pinggiran wastafel.
Lima menit berlalu
Indah berjalan memasuki ruang operasi sepuluh menit lebih awal. Ia sudah mengenakan pakaian operasi lengkap dengan masker dan nurse cup yang menutupi seluruh rambutnya.
Udara dingin menyeruak, menusuk ke dalam tubuh Indah.
Ia berjalan menuju bagian center, tepat di atas kepalanya terlihat sebuah set lampu yang memiliki beberapa lubang pencahayaan.
Trek
Indah menyalakannya memastikan semua lampu dalam kondisi baik. Beberapa detik kemudian ia kembali mematikannya.
-monitor lengkap
-warm taouch
-mesin anestei
-set basic bedah
-ventilator
-pressure infusion bag
Indah memeriksanya satu persatu. Semua alat sudah di sterilkan dan aman.
Tring
Pintu operasi terbuka
Dua orang perawat membawa pasien ke dalam ruangan.
Tak lama setelahnya Indah mulai memasang Ventilator untuk membantu alat pernafasannya, warm touch untuk menghangatkan tubuh pasien di tengan rangan yang dingin.
Lalu tak lupa ia juga menempelkan sebuah alat untuk memeriksa denyut nadi dan tekanan darah, memasang beberapa alat elektrokardiogram untuk memeriksa aktifitas jantung. Alat-alat itu terhubung dengan sebuah monitor yang menunjukkan grafik diagram.
Kini, seisi ruangan di isi oleh suara dari monitor.
10.56 wib
Seorang dokter bedah berjalan masuk ke ruangan di ikuti oleh seorang dokter anestesi.
Indah mengatur nafasnya, mencoba menjernihkan pikirannya.
Lima orang berada di dalam ruangan itu. Fito seorang dokter bedh yang akan memimpin berlangsungnya operasi hari ini, Khanza seorang dokter Anestesi, Indah seorang dokter, juga dua orang perawat yang membantu.
Ke lima orang itu terlihat berdiri di tempatnya dan siap dengan job desk yang di milikinya masing masing.
“Silahkan berdoa sesuai kepercayaannya masing-masing. Berdoa di muli” ujar Fito memimpin.
Kelima orang itu menundukkan kepalanya serentak dengan memejamkan matanya. Meminta kepada sang pencipta agar operasi hari ini bisa berjalan dan menuai hasil yang baik untuk psien, dkter juga keluarganya.
Prang
Fito menyalakan lampu yang berada di atas kepalanya.
Indah menolehkan kepalanya. Melihat ke arah jam yang terletak di bagian paling ata pintu.
“Pukul 11 lebih 1 menit 23 detik
operasi untuk bu lina
Di mulai” ujar Indah memberi tahu waktu saat ini.
Hening, hanya ada suara dentingan logam juga alat mnitor yang saling bersahutan.
***
Tujuh jam berlalu
18.27 wib
Indah berjalan keluar ruang operasi dengan langkah gusar.
Ia melepaskan nurse cup, baju, juga sarung tangan ke dalam plastik limbah medis. Untuk beberapa saat tubuh Indah terlihat mematung diiringi dengan ******* nafaas ynag keluar dari mulutnya secara kesar.
Beberapa detik kemudian Ia membalikkan tubuhnya.
Tap
Seseorang menahannya, membuat langkah Indah terhenti.
Anton pria itu berdiri di hadapannya. Dengan menodongkan satu kap kopi ke arah Indah.
Bola mata Indah bergerak dari atas hingga bawah tubuh anton. Laki-laki itu masih menggunakan baju seragam rumah sakit berwarna biru. Di bagian paling kanan terlihat sebuah label bertuliskan dokter muda menunjukkan identitasnya.
Yap Anton 25 tahun. Usianya terpaut tujuh tahun lebih muda dari Indah. Ia seorang maasiswa co-as juga generasi ke 4 dari pemilik rumah sakit ini.
“Ambil” ujar Anton sembari menyerahkan kopi yang di bawany.
Indah menerimanya, kemudian menyeruput kopi itu untuk menambah kadar gula ke dalam tubuhnya.
“Langsung pulang kak?” tanya Anton.
Indah menggelengkn kepalanya.
“Masih ada yang harus di kerjain” balas Indah.
Keduanya berbincang sambil berjalan beriringan. Sesekali Indah kembali menyeruput kopinya.
Indah menghentikan langkahnya, kemudian ujung bola matanya engikuti seseorang yang berjalan melewinya.
Ia menggelengkan kepalanya, merasa tidak yakin.
“Kenapa?” tanya Anton.
Indah mengabaikannya.
Kakinya bergerak, memutar tubuhnya. Sorot matanya terpaku ke arah punggung seseorang yang terasa tak asing untuknya.
Anton, memperhatikannya. Tak tahu apa yang tengah di pikirkan Indah.
14 wib
Layar monitor laptop milik Indah perlahan meredup.
Indah beranjak dari tempatnya. Kemudian memasukkan laptop, buku, jurnal, sebuah kaleng bolpoin ke dalam tas miliknya.
Indah beranjak dari tempatnya, kemudian lengannya mengambil sebuah kemeja kurduroy berwarna pink yang ia pakai sebagai outer.
Indah berjalan keluar dari lobbi rumah sakit dengan menggendong tas di punggungnya. Rambut nya masih terikat menggantung di bagian tengah kepalanya, Indah menelusupkan kedua telapak lengannya di antara ketiaknya. Menahan rasa dingin dari udara malam yang terasa semakin menusuk.
Parkiran Motekar
Indah mnghentikan langkahnya, setelah melihat sebuah siluet orang berada di dekat mobilnya.
Ia melangkahkan kakinya, mencoba memberanikan diri.
“Akbar” Gumamnya dalam hati.
Pria itu terlihat berdiri di dekat mobilnya. Ia menyapa kedatangan Indah dengan sebuah ukiran senyuman.
Indah mengalihkan peratiannya. Ia melanjutkan langkahnya dan mencoba mengabaikan pria itu.
“Bisa bicara sebentar?” tanya Akbar setela melihat Idnah berjalan melewatinya.
Suara akbar terdengar lembut di telinga Indah. Suara itu mampu membuat hatinya bergetar hebat. Hingga, tanpa sadar lengan Indah terhenti di kenop pintu mobil.
“Bisa bicara sebentar?" Akbar mengulang ucapannya. Langkahnya maju, menghampiri Indah.
Indah menggelengkan kepalanya. Meminta akbar berhenti.
Sesuai dengan permintaan yang tersirat dari mata Indah Akbar meghentikannya.
“Berhenti” ujar Indah, kini kiltn tjam dari matanya terlihat.
“Urusan kita sudah selesai. Dan ngga perlu ada yang di bicarain lagi!” ucap Indah tegas.
Akbar menundukkan kepalanya.
Ia tahu, Indah pasti kebingungan atas kondisi ini. Tapi, meskipun begitu. Akbar masih tetap ingin berbicara dengan Indah. Menceritakan tentang tujuh tahun kehidupannya tanpa Indah, alasan kepergiannya juga hal yang membuatnya kembali ke tempat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
ein
bagus
2023-12-03
1