Bug
Akbar menutup pintu mobil. Ia berjalan ke sebuah bengkel yang menerima jasa untuk pembuatan foodtruck.
Sudah tujuh puluh lima persen. Namun, Akbar kembali memastikannya. Apakah sesuai dengan desainnya? Dan apakah bisa berfungsi dengan baik.
Selama berdiam di Swiss, Akbar masih memikirkan apa yang di inginkan nya.
Sejak dahulu, ia bekerja disana-sini untuk bisa menabung. Sehingga, saat ia kembali ke Indonesia ia sudah tahu apa yang akan di kerjaannya.
Bekerja di rumah sakit? Itu, hanya sekedar perkerjaan tambahan untuk Akbar. Ia tidak benar-benar menyukai bidang itu. Namun, di sana ia bisa menemui apa tujuannya.
Memasak? Akbar sangat menyukai dan ia sangat serius di bidang itu. Sehingga ia menempuh pendidikan sarjana dan magister nya di bidang kuliner. Berbeda dengan apa yang keluarganya inginkan. Kakeknya, ingin Akbar menekuni pendidikan di bidang hospitality agar ia bisa meneruskan usaha keluarganya. Hal itu pula yang akhirnya membawa Akbar ke swiss dan mempelajari bidang yang sangat berbeda dari apa yang di inginkan nya.
Setelah Kakeknya meninggal Akbar memiliki kendali penuh atas hidupnya. Ia bisa melakukan apapun yang di inginkan nya. Terlepas dari apapun itu ayah Akbar sudah tidak peduli dengan apa yang di lakukannya karena ia sudah mendapat kendali penuh atas semua usaha yang dirintis Shakti, kakek Akbar.
Sudah tiga bulan Akbar kembali dan ia baru menyelesaikan beberapa rencananya.
Akbar melangkahkan kakinya dengan penuh keberanian menyapa seseorang yang telah menunggunya.
“Defa” ujar pria itu menyambut Akbar dengan menyalaminya. Diiringi dengan ia yang memperkenalkan dirinya lebih dulu.
Akbar memperhatikan pria itu. Ia jelas lebih muda darinya.
Lengan Akbar membalas uluran tangan yang di berikan Defa ke arahnya.
“Akbar” balas Akbar memperkenalkan dirinya.
“Tentu, saya tahu” ujar Defa, jelas ia tahu siapa Akbar, dia atasannya.
Satu bulan yang lalu.
Setelah, Defa mengirim CV ke alamat Email Akbar. Tak lama setelahnya, ia mendapat balasan bahwa ia di Terima.
Hari ini keduanya sepakat untuk bertemu agar bisa mendiskusikan untuk launching foodtruck minggu depan.
Bibir Akbar bertesenyum. Ia merasa lega karena tidak salah dalam memilih karyawan.
Defa, Sorot matanya terlihat polos. Namun, semangatnya terlihat begitu memancar menimbulkan aura positif di dekatnya.
“Mari” ajak Akbar, membawanya ke salah satu sudut bengkel.
Keduanya duduk dengan latar belakang yang berisi foodtruck milik Akbar.
Akbar mengeluarkan ponselnya, mengarahkan ke aplikasi pesan. Lalu, mengirim sharelock kepada Jenny.
“Datanglah satu jam lagi” ujar Akbar memberi saran kepada Jenny, lewat pesan.
Tap
Seperkian detik kemudian, ia mematikan layar ponselnya.
Lengan Akbar bergerak mengeluarkan laptop dari dalam tasnya di setiap beberapa lembaran kertas. Ia menyerahkan satu lembar kertas berisi menu ke arah Defa.
Defa menerimanya, ia mempelajari setiap kata. Dari bagian judul menu hingga penjelasannya yang berada di bagian bawah nama menu.
Sementara itu terlihat Akbar yang tengah sibuk mengutak-atik laptopnya.
“Wah” gumam Defa, berdecak kagum melihat tampilan vidual yang sangat menakjubkan.
Di selembar kertas itu berisi tiga menu berbeda dengan dua varian yang berbeda.
“Apakah kita akan menjual semua ini?” tanya Defa, memastikan.
Akbar mengangguk, yakin.
“Pak Akbar pernah membuatnya?” Defa kembali bertanya.
“Tentu saja” balas Akbar singkat.
Defa menatap tak percaya ke arah Akbar.
Lengannya bergerak memutar kertas, membalik nya. Dahinya mengernyit, menyadari bagian belakang yang tak berisi apapun.
“Hanya makanan? Bagaimana, minumannya?” ujar Defa kembali mengajukan pertanyaan.
Akbar mengangguk.
“Nanti, disana kita tambahkan showcase” ujar Akbar sambil menunjuk ke arah foodtruck miliknya.
“Jika di tambah hal lain akan lebih sempit dan ruang gerak kita akan semakin terbatas. Jadi, kita akan pakai minuman dari perusahan-perusahan saja” ujar Akbar menjelaskan.
Defa mengangguk, mengerti. Enam menu makanan pasti membutuhkan tempat lebih besar untuk menyimpan bahan pembuatannya. Jika ingin menambah stan untuk minuman Akbar perlu membuat tempat yang lebih besar lagi.
“Untuk bagian memasak. Saya, akan melakukan semuanya” ujar Akbar mulai membagikan tugas dan peran.
Defa kembali menatap Akbar.
Dengan sorot matanya ia bertanya. “Lalu, apa yang perlu saya kerjakan?” tanya Defa dalam hatinya.
“Kamu akan berperan sebagai penerima pesanan, pelayan juga kasir” ujar Akbar menjelaskan peran yang akan Defa kerjakan.
Defa mengernyitkan dahinya. “Hanya, untuk itu?” tidak bisa di bohongi perasaannya merasa terluka atas ucapan Akbar.
“Apakah kali ini dia meragukan kemampuan gue?” tanya Defa. Sama seperti Akbar, Defa juga menempuh pendidikan di bidang kuliner.
“Hanya, untuk sekarang” timpal Akbar.
“Heh” tanya Defa, kaget.
Akbar mengangguk, mengiyakan.
“Simpanlah menunya” ujar Akbar.
Dahi Defa kembali mengerut.
“Pelajari itu. Jika, kamu bisa memasaknya dengan hasil yang sama dengan saya secara cita rasa, tampilan visual hingga komposisi yang pas. Saya, akan mengijinkan kamu menyentuh dapur” ujar Akbar, serius.
Bagian punggung Akbar menyentuh kursi, bersandar.
“Ah” Defa berdecak kesal, ia menatap tak percaya dengan ucapan yang di berikan Akbar kepadanya.
“Siapa dia? Sudah setinggi apa kemampuannya? Hingga berani menilai di pertemuan pertama keduanya?” tanya Defa dalam hatinya.
Akbar serius dengan perkataannya. Kali ini, ia tidak ingin rencana yang sudah di buatnya kembali berantakan hanya karena seorang anak yang belum di kenalnya. Akbar memerlukan waktu untuk bisa mempercayai seseorang.
“Jika kamu tidak yakin. Silahkan, mundur dari sekarang” timpal Akbar, menekan.
“Saya akan mencobanya” balas Defa dengan cepat.
Kepala Akbar mengangguk, mengiyakan.
“Akbar” oalnggil seseorang dari kejauhan.
Akbar menoleh ke sumber suara. Matanya menyipit, menyadari kehadiran Jenny.
Sama seperti yang Akbar lakukan. Suara dari permpuan itu berhasil membuat Defa juga menoleh.
“Siapa dia?” tanya Defa dalam hatinya. Melihat seorang perempuan yang melambai ke arah keduanya. Dengan menggunakan kaos oversize berlengan sepertiga, serta bawahan celana jeans pendek di atas lututnya.
“Aish” gumam Akbar, berdecak kesal. Melihat penampilan Jenny.
“Mari kita akhiri disini.” Ujar Akbar dengan lengan yang mulai merapihkan laptop dan lembaran kertas ke dalam tasnya.
Hening, tak ada balasan dari Defa.
Akbar beranjak dari tempatnya dengan tas yang ia simpan di bahu kanannya.
Jenny terdiam, melihat Akbar yang tak memberi reaksi apapun kepadanya. Pandangannya beralih ke arah seorang pria muda yang duduk di hadapan Akbar. Pria itu terlihat mengenakan kemeja berwarna putih yang bagian bawahnya ia masukkan ke dalam celananya. Terlihat begitu formal.
Berbeda dengan yang Akbar kenakan ia hanya memakai kaos yang di baluti kemeja pantai serta bawahan celana jeans dengan topi yang melingkar di kepalanya.
Lengan Jenny merangkul bagian lengan atas Akbar. Lalu, kedua kalinya menjinjit untuk mensejajarkan bagian mulutnhya dengan telinga Akbar.
“Siapa dia?” tanya Jenny, berbisik.
“Kenalkan dia Defa. Orang yang akan membantu ku” ujar Akbar memperkenalkannya kepada Jenny.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments