TITISAN MEDUSA
Seorang gadis menjerit dengan sisa tenaga yang ia miliki. Dua jam lebih dia digilir oleh sepuluh manusia buas yang datang sebagai turis di pulaunya. Mendiang orang tuanya, gadis itu diberi nama Bulan karena kulitnya seputih bulan di malam hari. Pulau Lukok ini adalah tanah kelahiran sekaligus tempatnya bekerja sebagai pemandu wisata. Bulan ditawari pekerjaan oleh salah satu hotel mewah di sana karena ia adalah penduduk lokal yang sangat paham tempat-tempat indah di pulau tersebut.
Hari ini dia mendapat tugas untuk mendampingi sepuluh turis VVIP dari hotel tempatnya bekerja. Sebagian dari mereka adalah turis domestik yang diketahui Bulan berasal dari ibu kota sedangkan yang lainnya terlihat berbeda dan Bulan yakin kalau mereka berasa dari luar negeri. Dari segi penampilan dan bahasa yang digunakan sudah menjadi petunjuk jelas untuk Bulan tanpa harus bertanya lebih dulu.
Bulan membawa mereka ke sejumlah tempat hingga tempat terakhir yang tidak kalah eksotis dan indah adalah Gua Hitam yang terletak di ujung barat pulau. Dari atas Gua, para turis langsung disuguhkan pemandangan pantai yang indah hingga banyak dari mereka memilih bersantai di atas gua sambil menikmati makanan yang mereka bawa.
Tapi tidak dengan sepuluh turis yang didampingi oleh Bulan kali ini. Sepuluh turis tersebut tidak datang ke Gue Hitam untuk menikmati pemandangan pantai melainkan menikmati tubuhnya di dalam Gua setelah menegak alkohol. Seolah piala bergilir, Bulan didorong dari satu pria ke pria lain sambil menarik-narik pakaiannya. Mereka tertawa sambil bersenda gurau seakan Bulan bukan manusia.
“Mister, please help me!” pinta Bulan tapi para turis itu semakin tertawa.
“Yes, Baby. Come to Daddy! I will help you.”
“No, come to me, Baby. I am so hot for you.”
“Sorry, Bro. She is mine!” ucap seorang turis domestik yang sejak tadi selalu menjadi penerjemah untuk para pria berambut pirang yang Bulan dampingi.
Salah satu turis domestik yang ikut dalam rombongan Bulan memulai aksinya dengan menarik tangan bulan sebelah kiri kemudian diikuti oleh temannya yang lain. Sementara pria lainnya memegang kaki Bulan hingga gadis mengangkang. Celananya dibuka paksa sementara bajunya ditarik dalam sekali tarikan hingga menampilkan tubuh Bulan yang terang seperti cahaya bulan di bawah lampu minyak yang ada di sana.
“Wow, it’s amazing.”
“Tentu! Aku tahu yang kalian mau. Jangan lupa perjanjian bisnis kita setelah ini harus goal.” Ucap pria yang dipanggill Don pada teman-temannya.
Bulan tidak bisa menggambarkan bagaimana rasa sakit yang dialaminya saat ini. Tubuhnya tergeletak di lantai gua lalu satu per satu dari mereka menggilirnya atas bawah beramai-ramai. Pucuk dadanya terasa sakit sampai nyawanya hampir melayang karena gigitan buas mereka dan di bagian bawahnya sudah tidak terasa lagi. Mereka lebih kejam dari binatang, hanya itu yang mampu menggambarkan kebrutalan mereka di atas tubuh Bulan.
“Akh-“ Suara Bulan tertahan saat bibir salah satu dari mereka mengginggit bibirnya.
“Hei, She’s virgin!” ucap salah satu dari mereka.
Seakan tidak habisnya, tubuh Bulan ditelungkupkan kemudian digilir melalui jalur belakang membuat gadis itu kembali menjerit mencengkram tanah. Tidak ada yang menolongnya karena saat itu adalah jadwalnya membawa turis di gua.
Di pulau Lukok hanya ada satu hotel dan setiap turis yang hendak mengelilingi Lukok akan mendapat jadwal masing-masing dari hotel hingga tidak ada turis yang lalu lalang di satu objek wisata selain turis yang memang sudah dijadwalkan di sana. Seperti saat ini, hanya turis yang didanpingi oleh Bulan yang akan menikmati suasana di Gua Hitam sampai dua jam ke depan.
Selama dua jam ke depan itu pula, Bulan menjadi piala bergilir bagi mereka. Bulan pendarahan, tubuhnya terkulai lemas, kulit putihnya tidak lagi putih melainkan memerah akibat gigitan dan pukulan yang diterimanya dari kesepuluh turis tersebut.
Air matanya tidak berhenti keluar, tenggorokannya kering tak mampu lagi bersuara. Bulan ingin mati, hatinya hancur bersamaan dengan hidupnya. Bulan ditinggal seorang diri tergelatak tak berdaya.
“Air-“ lirihnya pelan.
Tap…
Setetes air jatuh tepat ke dalam mulutnya. Bulan tersenyum getir di sisa tenaganya ia justru berseloroh, “Setetes air saja tidak mampu kukecap dengan benar lagi.” Bulan tidak merasakan air itu dengan benar karena rasa setetes air itu terasa berbeda di lidahnya. Bulan memejamkan mata, gadis itu sudah pasrah jika malaikat maut menjemputnya saat ini.
“Akhirnya kita bisa bersama lagi,” lirihnya sambil membayangkan wajah orang tua yang sudah lama meninggal.
Lambat laut mata Bulan terpejam, “Aku datang, Buk, Pak,” ucapnya sesaat kemudia matanya pun terpejam sempurna. Jika dia di bawa ke rumah sakit, mungkin saat ini mereka sedang menghidupkan alat pemacu jantung tapi ini berbeda. Jantung yang lemah serta beberapa luka ditubuhnya tidak bisa disembuhkan dalam waktu singkat. Tapi tidak dengan setetes air yang ia minum tadi. Setetes air yang dikira Bulan adalah air biasa nyatanya setetes air itu adalah darah. Darah beku yang mencair saat merasakan rasa marah, benci, kutukan dan sumpah serapah dari Bulan saat ia diperkosa. Setetes darah yang menyerap semua rasa benci dan keinginan untuk balas dendam terpancar dari teriakan dan sorot mata Bulan saat itu hingga menjelang ajalnya.
Denyut nadi Bulan yang semula lemah bahkan hampir hilang tiba-tiba mulai berdenyut perlahan hingga mendekati normal. Setetes darah itu telah berbaur dengan darah dan sel tubuh Bulan hingga memacu jantung dan otak Bulan untuk kembali bekerja. Mata bulan terbuka, semua rasa sakitnya hilang seketika. Memar bekas gigitan dan pukulan ikut menghilang dan kulit Bulan terlihat lebih bersinar. Dada Bulan yang semula berporsi sedang kini sedikit berisi. Celana yang telah digunting serta baju yang sudah tidak berbentuk kembali utuh ditubuhnya.
Seolah tidak terjadi apa-apa padanya, begitulah Bulan bangun dari tidurnya seolah sedang bermimpi buruk. Suara aneh menyita indra pendengaran Bulan, “Suara apa ini? Lalu kenapa aku seperti ini? Apa ini mimpi? Tidak mungkin,” Bulan menatap ke lantai gua dan dia langsung terkejut saat melihat darah yang begitu banyak di sana.
“Ini bukan mimpi tapi aku?” Bulan melihat kembali tapi suara aneh kembali menyita perhatiannya. Ia kembali berjalan unt mencari sumber suara aneh itu.
“Aaaaa….”
Bulan menjerit saat melihat tampilannya di genangan air tidak jauh dari gua. Tiba-tiba Bulan tersungkur ke tanah dalam keadaan tidak sadar.
“Siapa kamu?” tanya Bulan ketakutan melihat seorang wanita berkepala ular. Wanita itu tersenyum dengan sorot mata tajam memancarkan kebencian. Bola matanya merah bercahaya, ia terus mendekat sementara Bulan seolah tidak bisa bergerak.
“Bayi-bayi itu akan mengatakan padamu siapa aku.” Ucap wanita tersebut.
Kepala Bulan seketika berubah seperti wanita di depannya, “Medusa!” lirihnya menatap wanita yang tengah tersenyum itu. Bola matanya tiba-tiba berubah hitam pekat lalu bagian belakang tubuhnya mengeluarkan asap hitam.
“Kamu titisanku, Bulan!!!”
***
NOVEL HORROR THRILLER PERTAMAKU DI SINI.
Semoga kalian suka!!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Liani Purnapasary
balas dendam dmulai 😡😩😢😢kasian bulan
2023-06-05
0
Aida Fitriah
aku mampir kak zur, ini jg nover horor yg pertama aku baca. selama ini ga tertarik untuk baca horor, tapi krn kk yg tulis jdi penasaran 😁😁😁😁😁
2023-03-09
0