Don memasuki Vila bersama Bulan. Vila besar seperti kastil tua itu terlihat sepi dan menyeramkan untuk Don tapi tidak bagi Bulan. Ular-ular di kepalanya sudah memberitahukan apa yang terjadi di dalam sana termasuk apa yang sedang tersembunyi tak jauh dari tempat mereka berada saat ini. Pintu utama terbuka kemudian jalan menuju ke dalam vila dihiasi lilin.
Don mulai gelisah karena dia seorang diri di sana. Lalu pintu selanjutnya terbuka dan tiba-tiba lingkaran api pun menyala hingga membuat Bulan seorang diri di sana. Para pendeta dan beberapa orang berbaju aneh mengelilingi Bulan dengan tatapan menyeramkan. Sementara teman-teman Don langsung keluar sembari tertawa.
Tora melempar kaca mata ke tangan Don, “Pakai sebelum kau berubah menjadi batu!” ucap Tora.
Para pendeta dan orang-orang aneh itu mulai membaca mantra dan doa-doa tapi sayangnya semua itu tidak berpengaruh sedikitpun pada Bulan. Wanita itu justru tersenyum, “Kalian menjebakku? Lucu sekali!” Bulan tertawa sementara ular-ular di kepalanya terus meronto-ronta hendak menggigit satu persatu dari orang-orang tersebut.
Seorang pendeta memegang salib di tangan kirinya sambil membaca kitab. Salib tadi mengeluarkan cahaya putih yang menyilaukan mata Bulan serta para ular. Bulan marah, matanya berubah hitam kemudian ia lagsung menyerang orang-orang disekelilingnya. Ular-ular tersebut menyerang mereka sementara asap hitam keluar dari punggung Bulan membuat Don dan teman-temannya ketakutan.
“Gawat, dia kuat sekali.” Ucap Tora panik.
“Benar. Kita akan habis malam ini.”
“Hubungi Richard agar tidak kemari!” perintah Don pada Bram.
“Kita harus kabur!” Gaston bersuara.
Mereka keluar dari pintu belakang menuju dermaga. Gaston langsung menghidupkan kapal bersama Don dan yang lainnya meninggalkan vila. Sementara di dalam vila, hanya satu pendeta yang tersisa selebihnya telah tewas mengenaskan dengan kondisi tubuh menghitam terkena bisa ular dan asap dari tubuh Bulan.
“Perilaku mereka mungkin sangat menyakitkan untukmu tapi apakah kamu harus membunuh orang lain yang tidak bersalah?” pertanyaan sang pendeta membuat Bulan berhenti lalu menoleh menatap pendeta tersebut.
“Saya tahu bahwa kemarahanmu berasal dari dendam atas apa yang sudah mereka lakukan. Tapi kamu malah membunuh orang-orang itu. Kami diminta untuk membinasakanmu tanpa mengatakan alasan yang sebenarnya. Kalau kamu berkenan, bolehkah saya tahu apa yang medasari balas dendammu?”
Mata yang tadinya hitam kini berubah normal, ular-ular itu hilang berganti rambut dan Bulan berubah menjadi manusia normal di depan pendeta. Bulan mendekati sang pendeta, “Apa kamu sungguh ingin tahu?” pendeta itu mengangguk.
“Tatap mataku!” ucap Bulan kemudain matanya berubah putih bening lalu sang pendeta pun melihat dengan jelas apa yang dilakukan para pria itu pada Bulan.
Sang pendeta menutup kitabnya kemudian menatap Bulan, “Pergilah! Mereka sudah pergi dari sini sejak tadi. Tapi sebelum itu, apakah orang-orang yang kamu bunuh itu bisa kamu selamatkan? Kasihan mereka.”
Bulan tersenyum sinis, “Mereka pantas mendapatkannya! Mereka yang mati itu juga sama dengan para pria itu. Sama-sama penjahat!”
“Baiklah kalau begitu. Ayo, saya akan mengantarmu.” Bulan mengikuti sang pendeta ke dermaga. Di sana ada kapal kecil yang nahkodai langsung oleh si pendeta.
“Hati-hatilah karena setelah ini kamu akan menjadi target mereka.” Nasehat pria itu sebelum Bulan pergi meninggalkannya.
Sementara di bandara, Don bersama teman-temannya meninggalkan Karibia dengan jet pribadi milik Gaston. Mereka dikejar rasa takut yang amat sangat setelah melihat penampakan Bulan. “Aku pikir Medusa itu hanya dongeng!” ujar Bram.
“Sekarang kau percaya?” tanya Don.
“Apa yang kau lakukan saat bersamanya?”
“Aku kadang sadar kadang tidak. Dia menghipnotisku tanpa izin.” Ujar Don.
“Setelah ini, kita ke mana? Aku sangat takut dan tidak berani pulang ke negaraku.” Lajut Don kembali.
Mereka semua terdiam. “Apa dia tahu alamat kami?” tanya Gaston. Don mengangguk lemah. Aku dalam pengaruhnya jadi jangan salahkan aku.” Don membela diri.
“Benar, kami tidak bisa menyalahkanmu. Yang harus kita pikirkan saat ini adalah, kita harus ke mana?” tanya Bram.
“Nanti kita pikirkan. Yang penting sekarang kita harus pergi jauh dari sini.” Ujar Tora.
Mereka semua terdiam mengingat kembali kejadian mengerikan tadi di vila. Sementara itu, Bulan juga sudah berada di pesawat saat menuju salah satu negara yang diberitahukan oleh Don sebelumnya. Para ular di kepalanya yang memberitahukan Bulan bahwa saat ini Don sedang berada di pesawa menuju Maladewa.
Bulan kembali menutup matanya sampai perjalanan itu berakhir di pulau indah bernama Maladewa. Tidak jauh dari sana, tepatnya di sebuah resort mewah, Don bersama delapan temannya sedang berbincang serius. Pernikahan Richard seharusnya membahagiakan untuk mereka tapi saat ini mereka justru ketakutan. Bahkan pesta bujang yang dipenuhi dengan wanita seksi tidak menarik minat para pria tersebut.
Di kamar yang lain, para wanita juga sedang mengadakan pesta bujang dengan menghadirkan para pria tampan. Jessy tersenyum puas setelah bermain dengan para pria tanpa mengetahu jika calon suaminya sedang ketakutan.
Tidak butuh waktu lama untuk menemukan mereka, ular-ular di kepalanya sudah mencium bau-bau dari para pria busuk itu di seberang penginapan Bulan.
“Bagaimana kalau kita bermain-main dulu dengan mereka?” tanya Bulan lalu tersenyum setelah mendengar jawaban dari ular-ular di kepalanya.
“Baiklah, malam ini kita akan bermain sedikit dengan mereka!”
Malam harinya, pesta kembali digelar. Mereka yang ketakutan memilih mendekam di kamar sambil menikmati minuman alkohol. Sementara Jessy terus merengek ingin bersama dengan Richard. Dia sudah rindu ingin tidur dengan pria itu setelah melepas malam bujangnya.
“Ayolah, Sayang. Aku rindu!” rengek Jessy membuat Richard mau tidak mau harus menuruti permintaan calon istrinya.
Jessy membawa Richar ke pinggir pantai. Jassy sudah menyiapkan diri dengan pakaian seksinya lalu menggandeng Richard mesra menuju gazebo pinggir pantai langsung menghadap laut. “Sayang, aku rindu! Kenapa kamu mengurung diri bersama teman-temanmu? Apa kau tidak merindukanku?”
Richard bingung harus mengatakan apa. Dia tidak mungkin mengatakan alasan sebenarnya pada Jessy. “Sayang, apa pelayan tidak membawakan minum untuk kita? Tiba-tiba aku haus.” Richard mengalihka topik pembicaraan. Jessy turun dari pangkuan calon suaminya, “Sebentar, aku lupa pesan!” Jessy berjalan kembali ke dalam. Tidak lama setelah itu, seorang pelayan berbaju seksi datang. Richard menguk salivanya dalam-dalam saat melihat tubuh terbuka milik wanita itu.
Tatapan mata pelayan itu sangat nakal, apalagi saat menuangkan minuman, dua benda indah itu seolah berebut ingin keluar. “Ini ada pesanan dari Nyonya!” pelayan itu menyerahkan catatan kecil ke tangan Richard.
“Sayang, tiba-tiba perutku mulas. Aku ke toilet dulu.”
Richard melirik pelayan seksi, “Ada lagi yang Tuan butuhkan?” tanyanya dengan nada sensual.
Richard langsung menarik tangan pelayan itu lalu menerkam dengan buas seolah singa lapar. Tampa Richard sadari, mata pelayan itu berubah merah.
“Sudah puas?”
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Kustri
ular kecil nakal yaa,
2023-05-28
0